Site icon Prokalteng

KPU Rencanakan Tunda Pilkada Hingga 2021

kpu-rencanakan-tunda-pilkada-hingga-2021

JAKARTA – Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI berencana menunda
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2020 hingga satu tahun atau
pelaksanaannya dilakukan pada September 2021. Untuk itu diharapkan pemerintah
mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu).

Ketua KPU RI Arief Budiman
mendorong adanya perubahan aturan dalam UU terkait pelaksanaan Pilkada serentak
2020. dia berharap agar pemerintah mengeluarkan Perppu.

“Kami dorong apakah itu dalam
bentuk Perppu atau revisi UU Pilkada. Tapi tidak mungkin kalau menggunakan
jalur normal (revisi UU) sehingga paling efektif dengan Perppu,” katanya dalam
diskusi bertajuk “COVID-19 Mewabah: Presiden Perlu Segera Terbitkan Perppu
Penundaan Pilkada” yang dilakukan secara daring, Minggu (29/3).

Dijelaskannya, perubahan aturan
tersebut, bukan hanya soal penundaan Pilkada yang seharusnya dilakukan
September 2020. Tapi juga kaitannya dengan kepala daerah yang berakhir masa
jabatannya pada 2020.

“Pelaksanaan Pilkada 2020 ditunda
lalu bagaimana dengan kepala daerah yang terpilih 2015 akan berakhir masa
jabatannya Juni 2020. Apakah posisi kepala daerah diisi oleh Penanggung Jawab
dengan durasi yang terlalu lama ketika Pilkada 2020 ditunda,” ujarnya.

Dikatakannya, usai pemerintah
mengeluarkan keputusan masa tanggap darurat COVID-19 diberlakukan sampai Mei
2020, maka KPU mengeluarkan putusan penundaan tahapan Pilkada 2020.

Dijelaskannya, memang yang
diberikan kewenangan tersebut adalah KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota. Akan
tetapi dalam UU disebutkan bahwa KPU RI sebagai penanggungjawab akhir dalam
pelaksanaan Pemilu.

“Atas dasar itu maka cukup alasan
untuk KPU mengeluarkan penundaan terkait empat hal yaitu pelantikan Panitia
Pemungutan Suara (PPS), verifikasi faktual calon perseorangan, pembentukan
petugas panitia pemutakhiran data pemilih (PPDP), dan pelaksanaan pencocokan
dan penelitian (coklit) serta pemutakhiran dan daftar pemilih,” katanya.

Arief mengatakan, awalnya KPU
memundurkan jadwal pelaksanaan Pilkada 2020 menjadi Desember 2020. Namun
setelah dicermati, jadwal tersebut terlalu berisiko karena kalau tidak
terlaksana maka akan mengeluarkan energi.

Kemudian, direncanakan
pelaksanaannya pada Maret 2021 dengan asumsi wabah COVID-19 sudah reda sehingga
bisa memulai tahapan Pilkada.

“Namun dari beberapa pemberitaan,
diprediksi COVID-19 berhenti di bulan Oktober 2020 maka saya tidak bisa
pastikan apakah penyelenggara Pemilu bisa bergerak bebas tidak alami
pembatasan. Karena itu sangat riskan kalau Pilkada dilaksanakan Maret 2021
kalau diperkirakan COVID-19 selesai Oktober 2020,” ujarnya.

Untuk itu, akhirnya KPU RI
memutuskan Pilkada 2020 ditunda hingga satu tahun sehingga pelaksanaannya
dilaksanakan pada September 2021.

Atas keputusan itu, akan ada
banyak hal yang harus diubah. Misalnya sinkronisasi data pemilih karena jarak
pelaksanaan Pilkada setahun maka akan mengubah jumlah pemilih.

“Lalu siapa yang berhak ikuti
Pilkada di tahun 2020, ada pertanyaan apakah peserta yang sama diikutkan pada
September 2021? Selain itu, akan lebih banyak daerah yang diisi pejabat dengan
durasi masa jabatan yang lama,” katanya.

Karena itu menurut dia, KPU sudah
memikirkan hal aturannya termasuk kemungkinan dikeluarkannya Perppu karena
ketentuan pelaksanaan Pilkada 2020 pada September 2020 diatur dalam UU.

Dalam Pasal 201 ayat (6) UU nomor
10 tahun 2016 tentang Pilkada disebutkan bahwa pemungutan suara serentak
Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil
Walikota hasil pemilihan tahun 2015 dilaksanakan pada September 2020.

Direktur PusaKo Fakultas Hukum
Universitas Andalas (Unand) Feri Amsari menilai pemerintah sangat mungkin untuk
mengeluarkan Perppu karena situasi genting. Berdasarkan Pasal 22 UUD 1945,
Presiden berhak menerbitkan Perppu ikhwal kegentingan yang memaksa, dan ada
tiga syarat dikeluarkannya Perppu seperti yang diatur dalam Putusan MK.

“Pertama, kebutuhan mendesak
untuk menyelesaikan masalah hukum. Dalam hal ini di Pasal 201 ayat 6 UU no 10
tahun 2016 tentang Pilkada disebutkan Pilkada 2020 dilaksanakan pada September
2020 dan dikatakan (KPU) tidak bisa dijalankan namun KPU tidak bisa membuat UU
(mengubah UU),” katanya dalam kesempatan yang sama.

Hal kedua, menurutnya, ada
kekosongan hukum atau aturan dalam UU namun tidak menyelesaikan masalah.
Dijelaskannya, dalam UU Pilkada tidak bisa menyelesaikan masalah bagaimana
ketika bencana dengan waktu yang tidak pasti sehingga tidak ada yang jamin
kapan bencana selesai.

Ketiga menurut Feri, kekosongan
hukum tersebut tidak bisa membuat UU dengan prosedur biasa padahal kondisi saat
ini mendesak sehingga perlu diselesaikan segera.

“Ketiga syarat itu memungkinkan
pemerintah keluarkan ikhwal Perppu untuk selesaikan proses Pilkada,” ujarnya.

Dia menilai tidak memungkinkan
mengubah aturan penyelenggaraan Pilkada 2020 dengan revisi UU Pilkada.
Dikhawatirkan akan memakan waktu lama pembahasannya di DPR.

Menurut dia, tahapan Pilkada
semakin dekat sehingga perlu kepastian hukum karena itu menerbitkan Perppu
merupakan langkah tepat.

“Tidak ada rugi tunda Pilkada,
tinggal keluarkan Perppu dan untuk membantu pemerintah maka KPU perlu proaktif
dengan bantu kirim Daftar Inventarisir Masalah (DIM) agar Perppu bisa cepat,”
katanya.

Feri mengusulkan agar ada salah
satu pasal dalam Perppu tersebut yang menyebutkan bahwa tahapan Pilkada susulan
dilakukan dua bulan setelah persoalan COVID-19 selesai atau waktu yang
diperkirakan kapan Pilkada bisa dilaksanakan.

Exit mobile version