26.6 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Lomba Cepat

Berita buruknya: korban
virus Wuhan bertambah terus. Sampai kemarin sudah 106 yang meninggal. Hampir
semuanya di Kota Wuhan –ibu kota Provinsi Hubei.Berita baiknya: yang sembuh
pun terus bertambah. Sudah mencapai 70 orang.

Hari-hari ke depan kita
seperti menanti hasil lomba lari: mana yang lebih cepat. Pertambahan yang
meninggal atau kemenangan yang sembuh.

Koran harian 人民日报 juga mengungkap data berikut ini. Dari seluruh korban
yang ada hanya 0,6 persen yang di bawah umur 15 tahun.

Menurut Harian Rakyat
itu yang terjangkit itu umumnya orang yang memang punya riwayat sakit yang
terkait pernapasan.

Kian hari juga kian
jelas: bagaimana proses penularannya. Penelitian terhadap pasien terus
dilakukan.

Proses penularan
utamanya terjadi lewat dua cara: pertama, terkena cairan yang berasal dari
organ pernapasan. Cairan itu memercik dan menempel ke orang lain. Kedua,
bersentuhan dengan anggota badan/pakaian penderita.

Contoh yang pertama
adalah: dari bersin atau batuk. Ketika bersin atau batuk itu ada percikan
cairan yang mengenai orang lain. Asal percikan dari batuk atau bersin itu pasti
dari rongga pernapasan.

Contoh yang kedua
adalah kalau kita salaman atau cipika-cipiki dengan penderita. Atau
bersenggolan. Atau kontak badan seperti apa pun.

Artinya, virus itu tidak
berterbangan ke sana ke mari lalu hinggap ke orang lain.

Karena itu kasus
terbanyak yang tertular adalah anggota keluarga penderita sendiri.

Sedang yang bukan
keluarga termasuk jarang. Misalnya sopir bus di Jepang. Yang baru saja
mengantar rombongan turis dari Tiongkok. Ia terkena virus Wuhan lantaran
terjadi kontak anggota badan.

Hanya saja, sejauh ini
belum ada penderita di luar Tiongkok yang sampai meninggal dunia.

Menurut harian itu
untuk penderita tingkat awal diperlukan perawatan selama seminggu. Tapi untuk
yang sudah agak serius perlu perawatan dua minggu atau lebih.

Saya belum mendapat
konfirmasi yang sembuh-sembuh itu diberi obat apa. Saya memang mendapat info
dari Tiongkok tapi belum bisa dipegang kebenarannya. Yakni digunakannya hormon
dan antibiotik. Hormon-lah yang mempercepat tumbuhnya sel-sel tubuh yang baru
dan sehat. Sedang antibiotik –anda sudah tahu kegunaannya.

Baca Juga :  Berkat Ben Bahat, Warga Terusan Raya Barat Kapuas Bisa Nikmati Listrik

Juga belum jelas hormon
jenis apa yang disebut-sebut itu.

Ibaratnya virus itu
dihadapi dari dua arah: tubuh diperkuat dan virus diperlemah. Tapi jangan dulu
informasi ini dipegang. Saya masih terus menunggu konfirmasi dari sana.

Berita optimis lainnya:
WHO tidak menganjurkan diadakannya evakuasi orang-orang asing yang ada di
Hubei. Badan kesehatan dunia itu optimistis dengan keseriusan pemerintah
Tiongkok dalam menangani virus ini.

Memang banyak negara
yang mulai mengevakuasi warga mereka. Jepang dan Korea sudah mengirim pesawat
khusus ke Wuhan.

Sedang Singapura
memilih mengeluarkan aturan baru: siapa pun yang mendarat di Singapura
diperiksa. Apakah mereka dari Hubei atau pernah ke Hubei atau pernah lewat
Hubei dalam 14 hari terakhir.

Kalau jawabnya ‘ya’
mereka harus masuk karantina selama 14 hari. Tidak peduli mereka sudah terkena
virus atau belum. Tidak peduli warga negara mana pun.

Kalau dalam 14 hari
mereka baik-baik saja barulah boleh masuk Singapura.

Bagi yang tidak jujur,
lalu ketahuan –apalagi ternyata terkena virus– akan didenda Rp 110 juta.

Memang seseorang
terkena virus atau tidak baru diketahui 14 hari kemudian. Atau sebelum itu.

Misalnya seseorang
terkena virus Wuhan. Tapi belum menunjukkan gejala sakit berarti virus itu
masih dalam masa inkubasi. Dalam masa seperti itu virus tersebut belum bisa
menular ke orang lain.

Virus Wuhan ini, tulis
Harian Rakyat itu, tidak sama dengan virus SARS di tahun 2003 dulu. Tapi sangat
mirip. Kemiripannya mencapai 85 persen.

SARS dulu asalnya dari
luwak. Sedang virus Wuhan ini dari ular. Tapi dua-duanya bersumber dari satu
binatang: kelelawar.

Dalam kasus SARS
virusnya dari kelelawar ke luwak lalu ke manusia. Dalam kasus Wuhan virusnya
dari kelelawar ke ular lalu ke manusia.
Kini Tiongkok melarang keras penjualan binatang-binatang liar seperti itu.
Dendanya sangat besar.

Baca Juga :  Alhamdulillah! 1200 Warga Diberikan Bantuan

Bicara kelelawar saya
jadi ingat rumah saya di Surabaya. Tiap pagi banyak terlihat kotoran kelelawar
di lantai musola. Yang letaknya di gasebo halaman belakang.

Istri saya meminta agar
Pak Man mengusir kelelawar itu selamanya. Saya melarangnya. Saya adalah
penggemar lagu ‘Kelelawar Sayapnya Hitam’ dari Koes Ploes.

Setelah meledak kasus
Wuhan ini saya minta maaf pada istri. Tapi sarang kelelawar itu ternyata sudah
lama hilang. Mungkin selama ini Pak Man ternyata lebih mendengar ucapan istri
saya. Toh saya pergi terus.

Mungkin juga karena
musim mangga sudah lama berlalu. Rupanya empat pohon mangga di halaman saya
jadi daya tarik kelelawar. Ditambah empat pohon mangga lagi di luar pagar.

Saya juga jadi ingat
luwak di desa saya di Magetan. Waktu kecil dulu saya sering ikut berburu luwak.
Yang suka bersembunyi di dalam rumpun bambu berduri.

Luwak itu menjadi musuh
orang desa –suka mencuri ayam di pekarangan. Ayam itu sudah berbulan-bulan
dipelihara. Begitu besar dimakan luwak.

Waktu kecil saya juga
suka ke bawah pohon mangga di halaman tetangga. Khususnya di waktu subuh.
Itulah saat yang tepat untuk berburu mangga yang jatuh ke tanah. Yakni mangga
yang sebagiannya sudah dimakan kelelawar. Terutama bagian yang dekat dengan
tangkai. Yang membuat mangga itu jatuh.

Mangga yang jatuh karena
dimangsa kelelawar adalah mangga yang pasti manisnya: cukup tuanya.

Kini saya kagum dengan
masa lalu itu. Makan sisa-sisa kelelawar kok ya sehat-sehat saja. Padahal, dari
kacamata virus Wuhan ini, itu bahaya sekali. Pasti ada sisa-sisa air liur kelelawar
di buah itu. Apalagi mangga itu langsung saya makan begitu saja –tanpa dicuci
atau dikupas.

Mungkin suhu udara
Indonesia yang tropik membuat virus tersebut tidak bisa berkembang. Iklim di
negara kita kelihatannya lebih memungkinkan jenis virus lain yang berbiak
pesat.

Misalnya virus
jiwascoronasraya.(Dahlan Iskan)

Berita buruknya: korban
virus Wuhan bertambah terus. Sampai kemarin sudah 106 yang meninggal. Hampir
semuanya di Kota Wuhan –ibu kota Provinsi Hubei.Berita baiknya: yang sembuh
pun terus bertambah. Sudah mencapai 70 orang.

Hari-hari ke depan kita
seperti menanti hasil lomba lari: mana yang lebih cepat. Pertambahan yang
meninggal atau kemenangan yang sembuh.

Koran harian 人民日报 juga mengungkap data berikut ini. Dari seluruh korban
yang ada hanya 0,6 persen yang di bawah umur 15 tahun.

Menurut Harian Rakyat
itu yang terjangkit itu umumnya orang yang memang punya riwayat sakit yang
terkait pernapasan.

Kian hari juga kian
jelas: bagaimana proses penularannya. Penelitian terhadap pasien terus
dilakukan.

Proses penularan
utamanya terjadi lewat dua cara: pertama, terkena cairan yang berasal dari
organ pernapasan. Cairan itu memercik dan menempel ke orang lain. Kedua,
bersentuhan dengan anggota badan/pakaian penderita.

Contoh yang pertama
adalah: dari bersin atau batuk. Ketika bersin atau batuk itu ada percikan
cairan yang mengenai orang lain. Asal percikan dari batuk atau bersin itu pasti
dari rongga pernapasan.

Contoh yang kedua
adalah kalau kita salaman atau cipika-cipiki dengan penderita. Atau
bersenggolan. Atau kontak badan seperti apa pun.

Artinya, virus itu tidak
berterbangan ke sana ke mari lalu hinggap ke orang lain.

Karena itu kasus
terbanyak yang tertular adalah anggota keluarga penderita sendiri.

Sedang yang bukan
keluarga termasuk jarang. Misalnya sopir bus di Jepang. Yang baru saja
mengantar rombongan turis dari Tiongkok. Ia terkena virus Wuhan lantaran
terjadi kontak anggota badan.

Hanya saja, sejauh ini
belum ada penderita di luar Tiongkok yang sampai meninggal dunia.

Menurut harian itu
untuk penderita tingkat awal diperlukan perawatan selama seminggu. Tapi untuk
yang sudah agak serius perlu perawatan dua minggu atau lebih.

Saya belum mendapat
konfirmasi yang sembuh-sembuh itu diberi obat apa. Saya memang mendapat info
dari Tiongkok tapi belum bisa dipegang kebenarannya. Yakni digunakannya hormon
dan antibiotik. Hormon-lah yang mempercepat tumbuhnya sel-sel tubuh yang baru
dan sehat. Sedang antibiotik –anda sudah tahu kegunaannya.

Baca Juga :  Berkat Ben Bahat, Warga Terusan Raya Barat Kapuas Bisa Nikmati Listrik

Juga belum jelas hormon
jenis apa yang disebut-sebut itu.

Ibaratnya virus itu
dihadapi dari dua arah: tubuh diperkuat dan virus diperlemah. Tapi jangan dulu
informasi ini dipegang. Saya masih terus menunggu konfirmasi dari sana.

Berita optimis lainnya:
WHO tidak menganjurkan diadakannya evakuasi orang-orang asing yang ada di
Hubei. Badan kesehatan dunia itu optimistis dengan keseriusan pemerintah
Tiongkok dalam menangani virus ini.

Memang banyak negara
yang mulai mengevakuasi warga mereka. Jepang dan Korea sudah mengirim pesawat
khusus ke Wuhan.

Sedang Singapura
memilih mengeluarkan aturan baru: siapa pun yang mendarat di Singapura
diperiksa. Apakah mereka dari Hubei atau pernah ke Hubei atau pernah lewat
Hubei dalam 14 hari terakhir.

Kalau jawabnya ‘ya’
mereka harus masuk karantina selama 14 hari. Tidak peduli mereka sudah terkena
virus atau belum. Tidak peduli warga negara mana pun.

Kalau dalam 14 hari
mereka baik-baik saja barulah boleh masuk Singapura.

Bagi yang tidak jujur,
lalu ketahuan –apalagi ternyata terkena virus– akan didenda Rp 110 juta.

Memang seseorang
terkena virus atau tidak baru diketahui 14 hari kemudian. Atau sebelum itu.

Misalnya seseorang
terkena virus Wuhan. Tapi belum menunjukkan gejala sakit berarti virus itu
masih dalam masa inkubasi. Dalam masa seperti itu virus tersebut belum bisa
menular ke orang lain.

Virus Wuhan ini, tulis
Harian Rakyat itu, tidak sama dengan virus SARS di tahun 2003 dulu. Tapi sangat
mirip. Kemiripannya mencapai 85 persen.

SARS dulu asalnya dari
luwak. Sedang virus Wuhan ini dari ular. Tapi dua-duanya bersumber dari satu
binatang: kelelawar.

Dalam kasus SARS
virusnya dari kelelawar ke luwak lalu ke manusia. Dalam kasus Wuhan virusnya
dari kelelawar ke ular lalu ke manusia.
Kini Tiongkok melarang keras penjualan binatang-binatang liar seperti itu.
Dendanya sangat besar.

Baca Juga :  Alhamdulillah! 1200 Warga Diberikan Bantuan

Bicara kelelawar saya
jadi ingat rumah saya di Surabaya. Tiap pagi banyak terlihat kotoran kelelawar
di lantai musola. Yang letaknya di gasebo halaman belakang.

Istri saya meminta agar
Pak Man mengusir kelelawar itu selamanya. Saya melarangnya. Saya adalah
penggemar lagu ‘Kelelawar Sayapnya Hitam’ dari Koes Ploes.

Setelah meledak kasus
Wuhan ini saya minta maaf pada istri. Tapi sarang kelelawar itu ternyata sudah
lama hilang. Mungkin selama ini Pak Man ternyata lebih mendengar ucapan istri
saya. Toh saya pergi terus.

Mungkin juga karena
musim mangga sudah lama berlalu. Rupanya empat pohon mangga di halaman saya
jadi daya tarik kelelawar. Ditambah empat pohon mangga lagi di luar pagar.

Saya juga jadi ingat
luwak di desa saya di Magetan. Waktu kecil dulu saya sering ikut berburu luwak.
Yang suka bersembunyi di dalam rumpun bambu berduri.

Luwak itu menjadi musuh
orang desa –suka mencuri ayam di pekarangan. Ayam itu sudah berbulan-bulan
dipelihara. Begitu besar dimakan luwak.

Waktu kecil saya juga
suka ke bawah pohon mangga di halaman tetangga. Khususnya di waktu subuh.
Itulah saat yang tepat untuk berburu mangga yang jatuh ke tanah. Yakni mangga
yang sebagiannya sudah dimakan kelelawar. Terutama bagian yang dekat dengan
tangkai. Yang membuat mangga itu jatuh.

Mangga yang jatuh karena
dimangsa kelelawar adalah mangga yang pasti manisnya: cukup tuanya.

Kini saya kagum dengan
masa lalu itu. Makan sisa-sisa kelelawar kok ya sehat-sehat saja. Padahal, dari
kacamata virus Wuhan ini, itu bahaya sekali. Pasti ada sisa-sisa air liur kelelawar
di buah itu. Apalagi mangga itu langsung saya makan begitu saja –tanpa dicuci
atau dikupas.

Mungkin suhu udara
Indonesia yang tropik membuat virus tersebut tidak bisa berkembang. Iklim di
negara kita kelihatannya lebih memungkinkan jenis virus lain yang berbiak
pesat.

Misalnya virus
jiwascoronasraya.(Dahlan Iskan)

Terpopuler

Artikel Terbaru