28.8 C
Jakarta
Monday, April 7, 2025

Pemerintah Putuskan Coblosan Pilkada 9 Desember 2020

PEMERINTAH akhirnya menyampaikan sikapnya terkait nasib pelaksanaan
pilkada 2020. Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengusulkan agar pemungutan
suara tetap dilaksanakan pada 9 Desember 2020.

Menteri Dalam Negeri Tito
Karnavian mengatakan, Pilkada serentak 2020 yang rencananya dilaksanakan pada
Desember 2020 dilakukan dengan tetap mengedepankan protokol kesehatan khususnya
pada tahapan pilkada yang berisiko penularan Covid-19.

“Belajar dari pengalaman
negara lain dan kemudian bagaimana menyiasatinya, Pilkada 2020 yang akan
dilaksanakan pada Desember tetap kita laksanakan namun protokol kesehatan kita
komunikasikan dan koordinasikan,” kata Tito dalam Rapat Kerja dan Rapat
Dengar Pendapat (RDP) Komisi II DPR, Rabu (27/5/2020).

Tito mengatakan dirinya telah
mengkomunikasikan dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Gugus Tugas
Penanganan COVID-19 terkait rencana pelaksanakan Pilkada pada 9 Desember 2020.

Sebelumnya, Plt Dirjen Politik
dan Pemerintahan Umum Bahtiar mengatakan, pandemi Covid-19 tidak dapat
diprediksi keberlangsungannya hingga sampai kapan. Di sisi lain, tuntutan
keberlangsungan proses demokrasi harus tetap berjalan.

”Kita harus optimistis bahwa kita
bisa melaksanakan pilkada ini,” ujarnya kemarin (22/5).

Dia menyebut jajaran pemerintah
seperti Kementerian Kesehatan hingga Gugus Tugas Penanggulangan Covid-19 siap
mendukung pelaksanaannya dengan menerapkan protokol kesehatan. ”Saya kira
kondisi dan syarat itu bisa diatasi,” terangnya.

Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri
Akmal Malik menambahkan, pihaknya sudah mengkaji pemilu secara global pada masa
pandemi. Ada 26 negara di dunia yang tetap menjalankan. ”Hampir semuanya menunjukkan
spirit nationnya yang luar biasa,” imbuhnya.

Baca Juga :  Pasangan PANTAS Pimpinan Tepat untuk Kotim

Indonesia, lanjut dia, bisa
melakukan hal serupa. Yang terpenting, pelaksanaannya bisa diikuti dengan
memenuhi protokol kesehatan. Akmal mengatakan, Kemendagri juga sudah melakukan
kajian sebagai bahan masukan ke KPU untuk menjalankan tahapan pada masa
pandemi.

Untuk tahap pemutakhiran data
pemilih misalnya, Kemendagri mengusulkan agar prosesnya menggunakan standar
kesehatan yang ketat. Petugas harus memiliki syarat sehat dan memperhatikan
physical distancing. Kerja tersebut, kata Akmal, sudah bisa dilakukan relawan
Kementerian Sosial dalam menyisir data bansos.

”Relawan dari Kemensos dapat
bekerja dengan baik,” ungkapnya. Contoh lain dalam pendaftaran pasangan calon,
Kemendagri mengusulkan agar tata caranya ditata. Misalnya, cukup diwakilkan
beberapa orang tanpa iring-iringan.

Akmal menambahkan, jika menunggu
pandemi selesai, akan sangat sulit. Apalagi, WHO sudah menyebut pandemi akan
berlangsung hingga dua tahun. ”Apa iya September 2021 selesai? Lalu, sampai
kapan kita menunda terus,” tuturnya.

Menanggapi usulan tersebut, Ketua
KPU RI Arief Budiman mengatakan, sebagaimana disampaikan dulu, opsi 9 Desember
bisa saja dilaksanakan. Hanya, ada banyak prasyarat yang harus dipenuhi. Dari
sisi regulasi misalnya, apakah mungkin teknis tahapan pilkada disesuaikan,
sementara UU 10/2016 sudah mengatur rigit.

”PKPU nggak boleh bertentangan
dengan UU. Suatu saat bisa dipersoalkan pasangan calon, bahaya,” ujarnya.

Baca Juga :  Kunjungi Kawasan Techno Park (PTP) UPR, Peserta CRT SPN Polda Kalteng

Kemudian dari sisi anggaran,
implikasi penggunaan protokol kesehatan juga tidak sederhana. Dari hitungan
KPU, untuk yang paling minim seperti masker saja, kebutuhannya sangat besar.
Setidaknya penyelenggara harus menyediakan 105 juta masker untuk pemilih dan
petugas di 270 daerah.

Selain itu, untuk hand sanitizer,
jika setiap TPS menyediakan satu, akan dibutuhkan 150 ribuan botol. ”Termasuk
sembilan petugas per TPS. Di negara lain, mereka memfasilitasi petugas dengan
APD,” imbuhnya. Jumlah anggaran tersebut bisa bertambah jika nanti kebijakan
pengurangan jumlah pemilih per TPS dijalankan. ”Konsekuensi anggaran yang harus
ditanggung sangat besar,” tuturnya.

Selanjutnya, dari sisi kultur,
KPU mempertanyakan apakah masyarakat sudah mampu menjalankan tahapan pilkada
sesuai protokol kesehatan. Sebab, jika tidak mampu, pilkada akan menjadi
klaster persebaran baru. ”Apakah cukup waktu, kultur masyarakat bisa menerima
new normal dan menjalankan,” kata dia.

Prasyarat Pilkada 9 Desember 2020 Versi KPU

Pandemi Covid-19 harus sudah
mereda.

Jika belum reda dan tetap
dilaksanakan, harus memenuhi protokol kesehatan yang sangat ketat.

Implikasinya:

Kebutuhan anggaran berpotensi
naik untuk menjamin ketersediaan protokol kesehatan.

Pemerintah harus membantu dan
menjamin publik bisa beradaptasi dengan new normal.

Penyesuaian teknis tahapan
berpotensi tidak sejalan dengan UU Pilkada dan bisa dipersoalkan paslon yang
kalah pasca coblosan.

PEMERINTAH akhirnya menyampaikan sikapnya terkait nasib pelaksanaan
pilkada 2020. Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengusulkan agar pemungutan
suara tetap dilaksanakan pada 9 Desember 2020.

Menteri Dalam Negeri Tito
Karnavian mengatakan, Pilkada serentak 2020 yang rencananya dilaksanakan pada
Desember 2020 dilakukan dengan tetap mengedepankan protokol kesehatan khususnya
pada tahapan pilkada yang berisiko penularan Covid-19.

“Belajar dari pengalaman
negara lain dan kemudian bagaimana menyiasatinya, Pilkada 2020 yang akan
dilaksanakan pada Desember tetap kita laksanakan namun protokol kesehatan kita
komunikasikan dan koordinasikan,” kata Tito dalam Rapat Kerja dan Rapat
Dengar Pendapat (RDP) Komisi II DPR, Rabu (27/5/2020).

Tito mengatakan dirinya telah
mengkomunikasikan dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Gugus Tugas
Penanganan COVID-19 terkait rencana pelaksanakan Pilkada pada 9 Desember 2020.

Sebelumnya, Plt Dirjen Politik
dan Pemerintahan Umum Bahtiar mengatakan, pandemi Covid-19 tidak dapat
diprediksi keberlangsungannya hingga sampai kapan. Di sisi lain, tuntutan
keberlangsungan proses demokrasi harus tetap berjalan.

”Kita harus optimistis bahwa kita
bisa melaksanakan pilkada ini,” ujarnya kemarin (22/5).

Dia menyebut jajaran pemerintah
seperti Kementerian Kesehatan hingga Gugus Tugas Penanggulangan Covid-19 siap
mendukung pelaksanaannya dengan menerapkan protokol kesehatan. ”Saya kira
kondisi dan syarat itu bisa diatasi,” terangnya.

Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri
Akmal Malik menambahkan, pihaknya sudah mengkaji pemilu secara global pada masa
pandemi. Ada 26 negara di dunia yang tetap menjalankan. ”Hampir semuanya menunjukkan
spirit nationnya yang luar biasa,” imbuhnya.

Baca Juga :  Pasangan PANTAS Pimpinan Tepat untuk Kotim

Indonesia, lanjut dia, bisa
melakukan hal serupa. Yang terpenting, pelaksanaannya bisa diikuti dengan
memenuhi protokol kesehatan. Akmal mengatakan, Kemendagri juga sudah melakukan
kajian sebagai bahan masukan ke KPU untuk menjalankan tahapan pada masa
pandemi.

Untuk tahap pemutakhiran data
pemilih misalnya, Kemendagri mengusulkan agar prosesnya menggunakan standar
kesehatan yang ketat. Petugas harus memiliki syarat sehat dan memperhatikan
physical distancing. Kerja tersebut, kata Akmal, sudah bisa dilakukan relawan
Kementerian Sosial dalam menyisir data bansos.

”Relawan dari Kemensos dapat
bekerja dengan baik,” ungkapnya. Contoh lain dalam pendaftaran pasangan calon,
Kemendagri mengusulkan agar tata caranya ditata. Misalnya, cukup diwakilkan
beberapa orang tanpa iring-iringan.

Akmal menambahkan, jika menunggu
pandemi selesai, akan sangat sulit. Apalagi, WHO sudah menyebut pandemi akan
berlangsung hingga dua tahun. ”Apa iya September 2021 selesai? Lalu, sampai
kapan kita menunda terus,” tuturnya.

Menanggapi usulan tersebut, Ketua
KPU RI Arief Budiman mengatakan, sebagaimana disampaikan dulu, opsi 9 Desember
bisa saja dilaksanakan. Hanya, ada banyak prasyarat yang harus dipenuhi. Dari
sisi regulasi misalnya, apakah mungkin teknis tahapan pilkada disesuaikan,
sementara UU 10/2016 sudah mengatur rigit.

”PKPU nggak boleh bertentangan
dengan UU. Suatu saat bisa dipersoalkan pasangan calon, bahaya,” ujarnya.

Baca Juga :  Kunjungi Kawasan Techno Park (PTP) UPR, Peserta CRT SPN Polda Kalteng

Kemudian dari sisi anggaran,
implikasi penggunaan protokol kesehatan juga tidak sederhana. Dari hitungan
KPU, untuk yang paling minim seperti masker saja, kebutuhannya sangat besar.
Setidaknya penyelenggara harus menyediakan 105 juta masker untuk pemilih dan
petugas di 270 daerah.

Selain itu, untuk hand sanitizer,
jika setiap TPS menyediakan satu, akan dibutuhkan 150 ribuan botol. ”Termasuk
sembilan petugas per TPS. Di negara lain, mereka memfasilitasi petugas dengan
APD,” imbuhnya. Jumlah anggaran tersebut bisa bertambah jika nanti kebijakan
pengurangan jumlah pemilih per TPS dijalankan. ”Konsekuensi anggaran yang harus
ditanggung sangat besar,” tuturnya.

Selanjutnya, dari sisi kultur,
KPU mempertanyakan apakah masyarakat sudah mampu menjalankan tahapan pilkada
sesuai protokol kesehatan. Sebab, jika tidak mampu, pilkada akan menjadi
klaster persebaran baru. ”Apakah cukup waktu, kultur masyarakat bisa menerima
new normal dan menjalankan,” kata dia.

Prasyarat Pilkada 9 Desember 2020 Versi KPU

Pandemi Covid-19 harus sudah
mereda.

Jika belum reda dan tetap
dilaksanakan, harus memenuhi protokol kesehatan yang sangat ketat.

Implikasinya:

Kebutuhan anggaran berpotensi
naik untuk menjamin ketersediaan protokol kesehatan.

Pemerintah harus membantu dan
menjamin publik bisa beradaptasi dengan new normal.

Penyesuaian teknis tahapan
berpotensi tidak sejalan dengan UU Pilkada dan bisa dipersoalkan paslon yang
kalah pasca coblosan.

Terpopuler

Artikel Terbaru