INI jangan
dipercaya penuh, meskipun yang bicara ini orang terkenal: Michael Morell dan
Laksamana James A. Winnefeld.
Jabatan lama mereka pun tidak kepalang
tanggung: Morel adalah mantan deputi direktur Badan Intelijen Amerika (CIA),
sedangkan Winnefeld pernah menjadi Wakil Kepala Staf Gabungan Angkatan
Bersenjata AS. Menurut mereka Tiongkok akan menyerang Taiwan pada akhir Januari
tahun depan. Itu berarti lima bulan lagi.
Tiongkok, kata mereka, akan menguasai Taiwan
hanya dalam waktu tiga hari. Pendapat itu mereka tulis di Institute Naval
Amerika, satu lembaga swasta yang dekat dengan Angkatan Laut minggu lalu.
Serangan Tiongkok itu akan dimulai tanggal 18 Januari petang. Pada tanggal itu
Amerika lagi setengah vakum: presiden baru sudah siap-siap dilantik dan
presiden lama sudah siap-siap menyerahkan jabatan. Langkah pertama Tiongkok adalah
menyerang sistem cyber Taiwan. Terutama yang terkait dengan pembangkit listrik
dan telekomunikasi. Dengan begitu maka seluruh listrik akan padam. Hubungan
telepon juga terputus. Demikian juga internet.
Langkah itu, tulis mereka, langsung diikuti
oleh blokade udara dan laut. Dan di hari ketiga teritorial darat Taiwan
dikuasai. Gubernur baru provinsi Taiwan diangkat di hari ketiga itu. Anda
percaya? Sulitlah menilai publikasi seperti itu. Bisa saja itu benar. Bisa jadi
punya tujuan lain: justru yang akan terjadi itu jangan sampai terjadi. Namun
Tiongkok memang tidak pernah mundur dalam soal Taiwan. Upaya penggabungan
Taiwan harus diusahakan –kalau perlu dengan kekerasan. Begitulah amanat
konstitusi Tiongkok. Tinggal waktunya kapan. Selama ini Tiongkok memilih jalan
damai. Sambil berharap partai yang pro-Tiongkok menang pemilu di Taiwan. Memang
Partai Kuomintang pernah menang, tetapi kalah lagi. Harapan agar Kuomintang
dominan tidak pernah terjadi. Tahun lalu sempat ada harapan lagi. Yakni ketika
setahun sebelumnya partai pro-Tiongkok itu memenangi pilkada serentak di sana.
Sudah dipastikan capres pro-Tiongkok pun akan menang di Pilpres 2019.
Tak disangka muncullah huru-hara di Hongkong.
Sentimen anti-Tiongkok menguat lagi sampai ke Taiwan. Capres yang diharapkan
Tiongkok itu kalah. Incumbent yang pro-kemerdekaan Taiwan menang lagi. Amerika
juga terus menampakkan dukungannya pada Taiwan. Itu terbaca dengan sangat
nyata. Mulai penjualan senjata, patroli angkatan perang sampai pertukaran
kunjungan pejabat tinggi. Taiwan pun sudah mengesahkan peraturan yang
membolehkan China Airlines berubah nama menjadi Taiwan Airlines. Langkah Taiwan
kian nyata menuju ke kemerdekaan. Di Taiwan masyarakatnya terbelah tiga: ada
yang pro-penyatuan dengan Tiongkok, ada yang pro-kemerdekaan, dan ada yang
pilih status mengambang seperti sekarang. Tiongkok terus memonitor kelompok
mana yang terus menguat. Huru-hara Hong Kong jelas-jelas memperkuat kelompok
pro-kemerdekaan. Maka Tiongkok pilih ‘membereskan’ dulu Hongkong. Sejauh ini
reaksi keras Barat ternyata tidak terlalu berat. Kuncinya memang di Amerika.
Termasuk apakah Tiongkok berani menyerbu Taiwan. Secara militer kekuatan
Amerika jauh di atas Tiongkok.
Amerika memiliki 11 kapal induk –sembilan di
antaranya aktif. Tiongkok baru punya dua buah. Itu pun yang nomor 2 baru
selesai dibuat tahun lalu. Tiongkok baru bisa menang kalau bisa menghancurkan
kapal-kapal induk itu. Namun mana mungkin. Kapal itu dilindungi senjata
anti-serangan apa pun. Maka yang muncul adalah debat kelas warung. Anggap saja
ini humor di awal pekan: A: Gampang menghancurkan kapal induk Amerika itu. B:
Tidak mungkin. Semua rudal Tiongkok dihancurkan sebelum mencapai kapal induk.
A: Seberapa banyak senjata anti-rudal di kapal induk itu. B: Bisa 2000-an. A:
Tiongkok bisa bikin rudal penghancur 2500.
B: Itu akan sangat mahal. A: Tiongkok bisa
bikin yang palsu. Setelah senjata anti-rudalnya habis untuk menembak yang palsu
barulah yang asli diluncurkan.(disway.id)