PALANGKA
RAYA, KALTENGPOS.CO– Berdasarkan hasil survei dan penindakan Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) selama ini, ada lebih
seratus kepala daerah yang pernah berperkara terkait korupsi.
Lembaga
antirasuah ini tidak ingin kejadian serupa terulang lagi. Oleh sebab itu, KPK
menggelar webinar nasional, dengan harapan tercipta
pimpinan daerah berintegritas, jujur, dan berkarakter hasil
pesta demokrasi 9 Desember mendatang. Hal itu disampaikan oleh Pimpinan KPK
Alexander Marwata saat menjadi narasumber pada kegiatan yang dilaksanakan di
Aula Jayang Tingang Kantor Gubernur Kalteng, Kamis (22/10).
Alexander mengatakan,
keterkaitannya dengan pilkada, pihaknya dan Kemendagri RI telah
melakukan survei berkenaan kebutuhan dana yang digunakan dalam mencalonkan diri
sebagai kepala daerah. Pasalnya berdasar versi Kemendagri, kebutuhan
kepala daerah tingkat dua rata-rata sekitar Rp20 hingga Rp30 miliar.
“Sementara
survei
dengan bertanya secara langsung ke calon yakni
sekitar Rp5 miliar hingga Rp10 miliar saja, meskipun idealnya biaya yang
dikeluarkan kisaran Rp65 miliar,†kata Alexander.
Untuk apa biaya sebesar
ini? Alexander menyebut, bukan menjadi rahasia lagi jika untuk mendapatkan
kendaraan politik mesti ada uang mahar, meskipun ada partai tertentu
yang
tidak pungut biaya. Selain itu, biaya kampanye tentu menjadi beban bagi
paslon. Belum
lagi biaya
untuk saksi.
“Karena
selain
saksi yang disediakan penyelenggara pemilu (KPU), setiap
paslon juga diberi ruang untuk hadirkan
dua saksi di tiap TPS.
Dan
itu tidak gratis,†katanya, kemarin.
Jika melihat laporan
harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) yang disampaikan calon ke KPU, rata-rata
hanya Rp18 miliar saja.
Itu pun
sudah gabungan antara calon kepala daerah dan wakilnya. Tentu
sangat tak mungkin mengandalkan dana dari harta pribadi calon.
“Dana yang dikeluarkan
calon banyak dari sponsor. Sekitar
82
persen dana itu diperoleh atau didukung oleh donatur. Sebagian
besar donatur itu adalah masyarakat, perorangan, dan juga
pengusaha yang memiliki kegiatan usaha di daerah tersebut,†ungkapnya.
Pihaknya sudah
melakukan tiga kali survei, yakni pada 2015, 2017, dan 2018. Rata-rata
kepala daerah yang paham,
maka pengusaha
yang mendukung saat mencalon tentu berharap balas budi
seperti
izin bisnis, kemudahan berusaha, dan lainnya.
“Jika ingin pilkada jujur
dan berintegritas, maka
harus dimulai
dari para calon itu sendiri, yakni dengan
menyampaikan LHKPN–nya,†tegasnya.
Pentingnya pilkada berintegritas tak
lain karena
banyak kepala daerah terkena operasi tangkap tangan (OTT) oleh KPK. Selain itu,
luasnya kewenangan kepala daerah ini yang menjadi pertimbangan dan perhatian.
“Itulah
mengapa
kami perlu bekerja sama,
agar
sejak dini mereka mengetahui apabila terpilih nanti, hak-hak dan
kewajibannya selaku kepala daerah dapat diterima dan dijalankan,†ucapnya.
Jika terpilih kelak, lanjut
Alex, tidak berpikir bahwa menjadi kepala daerah adalah untuk mencari keuntungan
pribadi.
“Kami berharap uang bukan
menjadi motivasi utama dalam mencalon kepala daerah, tapi mencari legacy dan
penghormatan. Itu yang sungguh kami harapkan. Jauh lebih
penting nama bapak/ibu dikenang ratusan tahun,†bebernya.
Sementara itu, Plt
Gubernur Kalteng Habib Ismail Bin Yahya mengatakan, dalam rangka kelancaran pilkada
serentak tahun ini, pihaknya telah menyerahkan seratus persen
dana kepada KPU, Bawaslu dan unsur pengamanan, berdasarkan
naskah perjanjian hibah daerah (NPHD).
“Kami juga telah
membentuk desk pilkada provinsi dan kabupaten/kota, menyediakan
anggaran untuk operasional desk pilkada secara
proporsional, menyiapkan aplikasi dan melakukan pelatihan aplikasi desk pilkada,â€
ucapnya.
Guna menjaga situasi
tetap kondusif, pihaknya bekerja sama dengan berbagai
elemen masyarakat untuk mengantisipasi penyebaran isu bernuansa
SARA,
berita bohong (hoaks), dan ujaran kebencian melalui sosial media. Pihaknya
juga menekankan bahwa pilkada serentak harus mengedepankan protokol
kesehatan dalam setiap tahapan.
“Marilah para paslon
saling mempererat jalinan silaturahmi dan memberikan teladan,†tegasnya.
Berkenaan dengan
pilkada
yang berintegritas,
Habib menyebut, faktor pendukung pertama adalah paslon .
“Tidak ada pilkada berintegritas kalau paslonnya tidak
berintegritas.
Juga
didukung oleh penyelenggara dan pemilih yang berintegritas alias antikorupsi
dan politik uang,” tegas Habib.
Di tempat yang sama,
Komisioner Bawaslu Kalteng Rudyanti mengatakan, beberapa jenis pelanggaran pada
pelaksanaan pilkada kali ini antara
lain pelanggaran
administrasi seperti pelanggaran
terhadap tata cara, prosedur, dan mekanisme yang
berkaitan dengan administrasi pelaksanaan pemilihan dalam setiap tahapan
penyelenggaraan pemilihan.
Juga ada politik
uang yang terjadi secara terstruktur, sistematis, dan masif.
“Ada pelanggaran
terhadap etika penyelenggara pemilihan yang berpedoman pada sumpah dan atau
janji,†katanya.
Ditemukan pula tindak
pidana pemilihan yakni pelanggaran atau kejahatan terhadap ketentuan pemilihan
sebagaimana diatur dalam pasal 177 sampai dengan pasal 198A
Undang-Undang Pemilihan. Ada pula pelanggaran perundang-undangan
lain yang peristiwanya berkaitan dengan pemilihan.
“Hingga 21 Oktober,
pelanggaran dalam pilkada ada yang berupa temuan dan
ada pula yang merupakan laporan dari masyarakat. Total ada 24
temuan dan tiga laporan.
Dari
24 temuan, ada 3 temuan yang bukan
pelanggaran,†ungkapnya. .
Ada tren pelanggaran
administrasi yang meliputi adanya calon anggota PPS menjabat sebagai PPS dua
periode, calon anggota PPK tidak memenuhi syarat karena berdomisili
ganda, pengumuman seleksi penyelenggara ad hoc tidak sesuai dengan ketentuan,
pelanggaran tata cara dan prosedur dalam pelantikan PPK/PPS, dan PPDP
tidak melaksanakan kegiatan coklit daftar pemilih sesuai ketentuan
perundangan-undangan.
“Sedangkan tren pelanggaran hukum lainnya
meliputi ASN sosialisasi bakal calon melalui APK, ASN memberikan dukungan
melalui media sosial, dan adanya kepala desa ikut serta atau
terlibat kampanye,†ujar Rudyanti.