25.2 C
Jakarta
Wednesday, November 6, 2024

Kepala Daerah Hasil Pilkada 2020 Menjabat tak Sampai 5 Tahun

JAKARTA – Masa jabatan kepala daerah yang nanti terpilih pada
Pilkada Serentak 2020 akan kurang dari lima tahun. Hal ini karena waktu
pemilihan gubernur, bupati/wali kota berikutnya yang direncanakan akan digelar
pada 2024 mendatang. Jika dihitung, belum lima tahun Pilkada diselenggarakan
dua kali.

Pelaksana Tugas Dirjen Otonomi
Daerah Kementerian Dalam Negeri, Akmal Malik mengingatkan, sesuai regulasi yang
berlaku sekarang ini Pilkada Serentak 2020 akan menghasilkan kepala daerah dengan
masa jabatan maksimal empat tahun. Bahkan, ada juga yang kurang dari itu. Yakni
sekitar 3,5 tahun.

Hal ini terkait dengan kebijakan
Pilkada Serentak yang akan dilaksanakan Tahun 2024 bersamaan dengan Pemilihan
Presiden dan Pemilu Legislatif. “Masa jabatan yang relatif singkat ini perlu
disosialisasikan agar dilakukan berbagai antisipasi. Sehingga tidak timbul
masalah di masa mendatang,” tegas Akmal Malik di Jakarta, Rabu (21/8).

Singkatnya masa jabatan tersebut,
membuat Kemendagri sudah harus mengantisipasi sejak awal tentang kemungkinan
pengisian jabatan di masa transisi. Sedangkan untuk para kepala daerah yang
masa jabatannya tidak penuh tersebut, sesuai UU Nomor 10 Tahun 2016, akan
diberikan ganti rugi berupa gaji.

Pilkada Serentak 2020 akan
digelar pada 23 September 2020. Sebanyak 270 daerah yang akan menyelenggarakan
pemilihan. Terdiri dari sembilan pemilihan gubernur dan wakilnya, 224 pemilihan
bupati dan wakil bupati, serta 37 pemilihan wali kota dan wakilnya.

Baca Juga :  Tak Bijak di Sosmed, Penyanyi Ini Diberi Binaan Oleh Bidhumas Polda Ka

Diakui Akmal, dalam perjalanannya
UU Nomor 10 Tahun 2016 itu, memang ada hal-hal yang belum sempurna. Namun yang
pasti, sampai sekarang pemerintah masih merujuk pada UU Nomor 10 Tahun 2016,
tentang pemilihan gubernur, bupati/walikota secara langsung.

“Soal masa jabatan hanya empat
tahun ataupun kurang dari empat tahun merupakan konsekuensi yang harus
ditanggung bersama. Karena regulasi yang berlaku memang seperti itu,” imbuhnya.

Saat ini, Kemendagri sedang
melakukan kajian di berbagai daerah demi perbaikan regulasi. Namun merujuk pada
aturan yang berlaku, Kemendagri menyiapkan berbagai langkah kebijakan terkait
Pilkada Serentak.

Kemendagri mencatat, ada berbagai
masalah aktual yang sering terjadi dalam Pilkada. Di antaranya mahalnya ongkos seorang kandidat, dana Pilkada yang besar
sehingga menggerus APBD. Ada pula pecah kongsi antara kepala daerah dan wakil
kepala daerah, politisasi birokrasi, politik dinasti, calon tunggal yang
memborong dukungan partai politik, sampai masalah eks napi yang bisa ikut Pilkada.

Terkait berbagai hal tersebut,
Kemendagri sudah memiliki tujuh kebijakan yang akan dilakukan dalam mendukung
Pilkada serentak. Tiga di antaranya
adalah penyiapan DP4, dukungan peningkatan partisipasi pemilih, serta penguatan
regulasi dan koordinasi dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi (KemenPAN RB) serta Badan Kepegawaian Negara (BKN) dalam
menegakkan netralitas ASN.

Baca Juga :  Pemko Laksanakan Lomba Gerak Jalan Juang

“Untuk mendalami berbagai hal
yang timbul, Kemendagri terus menggelar FGD di berbagai daerah. Tujuannya gar
bisa didapatkan berbagai penyempurnaan pelaksanaan Pilkada Serentak dan
kemungkinkan perubahan regulasi,” ucapnya.

Terpisah, Ketua Bawaslu RI, Abhan
menyatakan pihaknya tengah fokus membahas laporan akhir hasil pengawasan pemilu
yang dibuat oleh Bawaslu kabupaten/kota. Hal itu merupakan bentuk akuntabilitas
lembaga pengawas pemilu pada Pemilu 2019. Bawaslu pun telah rampung mereview
514 laporan untuk memastikan laporan tersebut telah sesuai parameter yang telah
ditentukan.

Ia menyampaikan setelah laporan
akhir 514 kabupaten/kota tersebut rampung, lembaganya akan berkonsentrasi pada
pembinaan kelembagaan kabupaten/kota. Terutama untuk 270 daerah yang akan
melakukan Pilkada Serentak 2020 mendatang.

Untuk memastikan laporan akhir
hasil pengawasan tersebut layak untuk dipublis atau menjadi literasi bagi
publik, Bawaslu akan melakukan penilaian secara keseluruhan untuk 514
kabupaten/kota. Laporan yang tidak memenuhi nilai parameter yang telah
ditentukan, akan dikembalikan kepada Bawaslu kabupaten/kota untuk dilakukan
perbaikan dengan supervisi Bawaslu provinsi.

“Kita akan klasifikasi dan nilai
paling rendah akan dikembalikan untuk perbaikan. Bawaslu provinsi akan
melakukan supervisi atas perbaikan ini,” jelas Abhan. (khf/fin/rh/kpc)

JAKARTA – Masa jabatan kepala daerah yang nanti terpilih pada
Pilkada Serentak 2020 akan kurang dari lima tahun. Hal ini karena waktu
pemilihan gubernur, bupati/wali kota berikutnya yang direncanakan akan digelar
pada 2024 mendatang. Jika dihitung, belum lima tahun Pilkada diselenggarakan
dua kali.

Pelaksana Tugas Dirjen Otonomi
Daerah Kementerian Dalam Negeri, Akmal Malik mengingatkan, sesuai regulasi yang
berlaku sekarang ini Pilkada Serentak 2020 akan menghasilkan kepala daerah dengan
masa jabatan maksimal empat tahun. Bahkan, ada juga yang kurang dari itu. Yakni
sekitar 3,5 tahun.

Hal ini terkait dengan kebijakan
Pilkada Serentak yang akan dilaksanakan Tahun 2024 bersamaan dengan Pemilihan
Presiden dan Pemilu Legislatif. “Masa jabatan yang relatif singkat ini perlu
disosialisasikan agar dilakukan berbagai antisipasi. Sehingga tidak timbul
masalah di masa mendatang,” tegas Akmal Malik di Jakarta, Rabu (21/8).

Singkatnya masa jabatan tersebut,
membuat Kemendagri sudah harus mengantisipasi sejak awal tentang kemungkinan
pengisian jabatan di masa transisi. Sedangkan untuk para kepala daerah yang
masa jabatannya tidak penuh tersebut, sesuai UU Nomor 10 Tahun 2016, akan
diberikan ganti rugi berupa gaji.

Pilkada Serentak 2020 akan
digelar pada 23 September 2020. Sebanyak 270 daerah yang akan menyelenggarakan
pemilihan. Terdiri dari sembilan pemilihan gubernur dan wakilnya, 224 pemilihan
bupati dan wakil bupati, serta 37 pemilihan wali kota dan wakilnya.

Baca Juga :  Tak Bijak di Sosmed, Penyanyi Ini Diberi Binaan Oleh Bidhumas Polda Ka

Diakui Akmal, dalam perjalanannya
UU Nomor 10 Tahun 2016 itu, memang ada hal-hal yang belum sempurna. Namun yang
pasti, sampai sekarang pemerintah masih merujuk pada UU Nomor 10 Tahun 2016,
tentang pemilihan gubernur, bupati/walikota secara langsung.

“Soal masa jabatan hanya empat
tahun ataupun kurang dari empat tahun merupakan konsekuensi yang harus
ditanggung bersama. Karena regulasi yang berlaku memang seperti itu,” imbuhnya.

Saat ini, Kemendagri sedang
melakukan kajian di berbagai daerah demi perbaikan regulasi. Namun merujuk pada
aturan yang berlaku, Kemendagri menyiapkan berbagai langkah kebijakan terkait
Pilkada Serentak.

Kemendagri mencatat, ada berbagai
masalah aktual yang sering terjadi dalam Pilkada. Di antaranya mahalnya ongkos seorang kandidat, dana Pilkada yang besar
sehingga menggerus APBD. Ada pula pecah kongsi antara kepala daerah dan wakil
kepala daerah, politisasi birokrasi, politik dinasti, calon tunggal yang
memborong dukungan partai politik, sampai masalah eks napi yang bisa ikut Pilkada.

Terkait berbagai hal tersebut,
Kemendagri sudah memiliki tujuh kebijakan yang akan dilakukan dalam mendukung
Pilkada serentak. Tiga di antaranya
adalah penyiapan DP4, dukungan peningkatan partisipasi pemilih, serta penguatan
regulasi dan koordinasi dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi (KemenPAN RB) serta Badan Kepegawaian Negara (BKN) dalam
menegakkan netralitas ASN.

Baca Juga :  Pemko Laksanakan Lomba Gerak Jalan Juang

“Untuk mendalami berbagai hal
yang timbul, Kemendagri terus menggelar FGD di berbagai daerah. Tujuannya gar
bisa didapatkan berbagai penyempurnaan pelaksanaan Pilkada Serentak dan
kemungkinkan perubahan regulasi,” ucapnya.

Terpisah, Ketua Bawaslu RI, Abhan
menyatakan pihaknya tengah fokus membahas laporan akhir hasil pengawasan pemilu
yang dibuat oleh Bawaslu kabupaten/kota. Hal itu merupakan bentuk akuntabilitas
lembaga pengawas pemilu pada Pemilu 2019. Bawaslu pun telah rampung mereview
514 laporan untuk memastikan laporan tersebut telah sesuai parameter yang telah
ditentukan.

Ia menyampaikan setelah laporan
akhir 514 kabupaten/kota tersebut rampung, lembaganya akan berkonsentrasi pada
pembinaan kelembagaan kabupaten/kota. Terutama untuk 270 daerah yang akan
melakukan Pilkada Serentak 2020 mendatang.

Untuk memastikan laporan akhir
hasil pengawasan tersebut layak untuk dipublis atau menjadi literasi bagi
publik, Bawaslu akan melakukan penilaian secara keseluruhan untuk 514
kabupaten/kota. Laporan yang tidak memenuhi nilai parameter yang telah
ditentukan, akan dikembalikan kepada Bawaslu kabupaten/kota untuk dilakukan
perbaikan dengan supervisi Bawaslu provinsi.

“Kita akan klasifikasi dan nilai
paling rendah akan dikembalikan untuk perbaikan. Bawaslu provinsi akan
melakukan supervisi atas perbaikan ini,” jelas Abhan. (khf/fin/rh/kpc)

Terpopuler

Artikel Terbaru