27.5 C
Jakarta
Monday, April 7, 2025

Kerinduan Rakyat Terhadap Listrik Murah

SEBAGAI seorang yang tidak memiliki disiplin ilmu tentang
kelistrikan dengan berbagai variannya tentu saya tidak bisa menilai lebih jauh
tentang berbagai persoalan kelistrikan di Indonesia.

Namun sebagai konsumen listrik,
saya dapat merasakan bahwa membayar tagihan listrik setiap bulannya menjadi
persoalan yang cukup membebani.

Saya yakin persoalan ini juga
dialami oleh konsumen listrik baik rumah tangga maupun industri. Sehingga
kebutuhan terhadap harga listrik yang murah menjadi kerinduan bagi seluruh
pengguna listrik.

Kerinduan itu hampir saja tidak
menemukan harapan untuk dilepas. Untung 
saja saya menemukan sebuah artikel yang ditulis oleh Dahlan Iskan dengan
judul Riau Satu yang terbit di salah satu media on-line pada 06 Juni 2019.

“Kalau saja tidak ada unsur
korupsinya. Kalau saja niatnya tulus. Saya harus angkat topi. Skema PLTU Riau-1
itu sangat bagus. Baguuuuuuus.” Itulah kalimat awal Dahlan Iskan dalam
tulisannya untuk merespon kasus suap yang melibatkan Eni Saragih.

Baca Juga :  Ferry Khaidir Dinilai Perwakilan Kalangan Milenial

Kalimat pembuka sekaligus
kesimpulan untuk sebuah kajian yang mendalam dari kasus yang sangat
menghebohkan karena melibatkan orang besar dan hebat negeri ini.

Penasaran akan benar tidaknya
kesimpulan tersebut, saya pun mendiskusikan langsung kepada tokoh sentral kasus
yaitu Eni Saragih. Dan memang sejalan, bahwa skema proyek pembangunan PLTU Riau
I bila berjalan dengan baik maka akan menguntungkan semua pihak.

BUMN PLN diuntungkan karena akan
punya saham mayoritas (51%) hanya dengan setor uang kontan 10 persen.

Negara mendapat sumber listrik
yang murah untuk dibagikan kerakyatan yang memang telah lama merindukan harga
listrik yang murah. Hanya 5,6 cent dolar/kWh (Bandingkan solar cell sekitar 12
cent dolar).

Investor atau Pengusaha mendapat
proyek dan diuntungkan dengan lakunya tambang Batu Bara di Peranap (Riau).

Baca Juga :  Di Kapuas Ada Tim Pemburu Covid-19, Ini Tugasnya

Eni bersekukuh bahwa projek PLTU
Riau I memang tulus dirancang untuk kepentingan negara dan rakyat. Bukan
semata-mata bicara tentang sebuah rancangan konspirasi yang hanya menguntungkan
sekelompok bokhir saja.  Bahwa projek ini
sejalan dengan cita-cita Pemerintahan Jokowi yang juga merindukan listrik
murah.

Memang, dalam proses di projek
ini terjadi kekhilafan, yang menurut KPK tidak dibenarkan dilakukan oleh para
pejabat publik. Akibatnya terjadilah prahara besar yang menginterupsi cita-cita
listrik murah.

Diskusi kami (saya dan Eni)
berakhir pada sebuah harapan bahwa apapun hasil putusan pengadilan terkait
dugaan suap kepada orang-orang hebat dan besar di negara ini tidak diiringi
dengan putusan membatalkan projek PLTU Riau I.

Sebab projek tersebut merupakan
jawaban dari kerinduan rakyat akan ketersediaan listrik murah. (***)

(Penulis adalah Direktur Institut
Aswaja; Konsultan Komunikasi dan Riset)

SEBAGAI seorang yang tidak memiliki disiplin ilmu tentang
kelistrikan dengan berbagai variannya tentu saya tidak bisa menilai lebih jauh
tentang berbagai persoalan kelistrikan di Indonesia.

Namun sebagai konsumen listrik,
saya dapat merasakan bahwa membayar tagihan listrik setiap bulannya menjadi
persoalan yang cukup membebani.

Saya yakin persoalan ini juga
dialami oleh konsumen listrik baik rumah tangga maupun industri. Sehingga
kebutuhan terhadap harga listrik yang murah menjadi kerinduan bagi seluruh
pengguna listrik.

Kerinduan itu hampir saja tidak
menemukan harapan untuk dilepas. Untung 
saja saya menemukan sebuah artikel yang ditulis oleh Dahlan Iskan dengan
judul Riau Satu yang terbit di salah satu media on-line pada 06 Juni 2019.

“Kalau saja tidak ada unsur
korupsinya. Kalau saja niatnya tulus. Saya harus angkat topi. Skema PLTU Riau-1
itu sangat bagus. Baguuuuuuus.” Itulah kalimat awal Dahlan Iskan dalam
tulisannya untuk merespon kasus suap yang melibatkan Eni Saragih.

Baca Juga :  Ferry Khaidir Dinilai Perwakilan Kalangan Milenial

Kalimat pembuka sekaligus
kesimpulan untuk sebuah kajian yang mendalam dari kasus yang sangat
menghebohkan karena melibatkan orang besar dan hebat negeri ini.

Penasaran akan benar tidaknya
kesimpulan tersebut, saya pun mendiskusikan langsung kepada tokoh sentral kasus
yaitu Eni Saragih. Dan memang sejalan, bahwa skema proyek pembangunan PLTU Riau
I bila berjalan dengan baik maka akan menguntungkan semua pihak.

BUMN PLN diuntungkan karena akan
punya saham mayoritas (51%) hanya dengan setor uang kontan 10 persen.

Negara mendapat sumber listrik
yang murah untuk dibagikan kerakyatan yang memang telah lama merindukan harga
listrik yang murah. Hanya 5,6 cent dolar/kWh (Bandingkan solar cell sekitar 12
cent dolar).

Investor atau Pengusaha mendapat
proyek dan diuntungkan dengan lakunya tambang Batu Bara di Peranap (Riau).

Baca Juga :  Di Kapuas Ada Tim Pemburu Covid-19, Ini Tugasnya

Eni bersekukuh bahwa projek PLTU
Riau I memang tulus dirancang untuk kepentingan negara dan rakyat. Bukan
semata-mata bicara tentang sebuah rancangan konspirasi yang hanya menguntungkan
sekelompok bokhir saja.  Bahwa projek ini
sejalan dengan cita-cita Pemerintahan Jokowi yang juga merindukan listrik
murah.

Memang, dalam proses di projek
ini terjadi kekhilafan, yang menurut KPK tidak dibenarkan dilakukan oleh para
pejabat publik. Akibatnya terjadilah prahara besar yang menginterupsi cita-cita
listrik murah.

Diskusi kami (saya dan Eni)
berakhir pada sebuah harapan bahwa apapun hasil putusan pengadilan terkait
dugaan suap kepada orang-orang hebat dan besar di negara ini tidak diiringi
dengan putusan membatalkan projek PLTU Riau I.

Sebab projek tersebut merupakan
jawaban dari kerinduan rakyat akan ketersediaan listrik murah. (***)

(Penulis adalah Direktur Institut
Aswaja; Konsultan Komunikasi dan Riset)

Terpopuler

Artikel Terbaru