PESAWAT peluncur senjata ini modern sekali. Termodern yang dimiliki Tiongkok. Kecepatannya 10 kali kecepatan suara. Tipe yang paling lambat pun 6 kali kecepatan suara.
Dua minggu lalu semua peluncur itu sudah terpasang di pantai timur Tiongkok. Yakni di pantai yang menghadap ke Taiwan. Tiongkok seperti siap siaga: siapa tahu terjadi “Kejutan Oktober.” Yakni serangan mendadak yang dilakukan Amerika –dengan motif mendongkrak perolehan suara Donald Trump.
Ternyata yang ditunggu tidak kunjung tiba. ”Kejutan Oktober” itu ternyata lebih banyak terjadi di dalam negeri Amerika sendiri. Misalnya, seperti yang sudah Anda tahu: Trump terkena Covid-19 bersama istri dan 12 orang dekatnya. Kejutan lain: ada lalat hitam hinggap selama 2 menit di kepala putih Wapres Mike Pence.
Adegan berikutnya cenderung memelas: Trump lebih banyak curhat mengenai suasana batinnya sendiri. “Sekarang ini saya lebih tertekan. Masak saya akan kalah dari calon presiden terburuk dalam sejarah pencapresan di Amerika,” ujarnya, kurang lebih.
Maksudnya: sebegitu burukkah dirinya sehingga harus kalah. Sebelum itu, di North Carolina, ia mengatakan “Kalau sampai saya kalah saya tidak akan bisa bicara-bicara lagi dengan kalian. Kalian tidak akan bisa melihat saya lagi.”
Curhat itu masih berlanjut ketika Trump berkampanye di Florida tiga hari lalu. “Bayangkan kalau saya sampai kalah. Mungkin saya akan meninggalkan Amerika,” ujarnya.
Segala macam taktik sudah dilakukan Trump: menggebrak, mengancam, mencemooh, dan kini mengiba.
Tapi tetap saja tidak menolong keadaan. Hasil semua jajak pendapat mengatakan kali ini Joe Biden akan bisa menang mudah.
Tragisnya: kemungkinan besar DPR dan Senat pun akan jatuh ke Demokrat. Kemenangan Trump empat tahun lalu ternyata telah membawa bencana bagi partai Republik. Itu kalau benar-benar tidak ada ”Kejutan Oktober” yang serius. Kan masih ada waktu 10 hari lagi.
Pernyataan Trump –”mungkin akan meninggalkan Amerika”– itu justru dianggap menimbulkan sinisme yang luas. Spekulasi pun dikembangkan: ke negara mana Trump akan tetirah. Teman saya di Amerika langsung bertanya kepada saya: apakah Indonesia mau menampungnya. Tentu dengan nama guyon.
Tapi rasanya Trump tidak senaif itu. Ia seorang petarung yang punya filsafat “membalas satu pukulan dengan 100 pukulan yang lebih berat”.
Itulah pula yang dikhawatirkan John Brennan, mantan Ketua Dinas Intelijen Amerika Serikat, CIA.
Brennan minggu ini akan meluncurkan sebuah buku. Sekarang pun sudah gempar: borok Trump akan diungkap lebih banyak di buku itu.
“Begitu kalah Trump akan melakukan provokasi kerusuhan,” ujar Brennan tentang kekalahan Trump nanti.
Setelah itu, kata Brennan, Trump akan memberlakukan negara dalam keadaan darurat. Itulah sebabnya Mahkamah Agung Federal akan memegang peran penting. Dan karena itu Trump ngotot menunjuk hakim agung baru yang pro-konservatif.
Brennan sebenarnya merasa agak telat menerbitkan bukunya ini. Itu karena ia sempat mengalami kesulitan untuk mendapatkan dokumen-dokumen CIA yang ia butuhkan. Yakni setelah ia disingkirkan dari CIA tuga tahun lalu. Empat tahun lamanya Brennan menduduki jabatan tertinggi CIA itu –sejak tahun 2013.
Tapi dengan keterlambatan itu Brennan bisa diuntungkan: ia bisa menepis tuduhan bukunya itu untuk memenangkan Biden. Saat buku ini terbit sudah banyak orang Amerika yang mencoblos surat suara.
Brennan masih memperkirakan satu hal lagi: di akhir kepresidenannya, Trump akan mengeluarkan dekrit presiden Amerika Serikat. Isinya: memberikan pengampunan kepada Donald Trump sebelum dan selama menjadi presiden. Bahkan, bisa jadi, ia juga memberikan pengampunan kepada beberapa pendukungnya yang potensial masuk penjara.
Brennan sangat menginginkan agar Trump tidak terpilih lagi. Kalau saja terpilih Trump akan meneruskan apa yang selama ini dilakukan: ketidakmampuannya, ketidakpantasannya, korupsinya, pemecah belahannya, penyalahgunaan jabatannya, penipuannya, dan kebohongannya. Rasanya Brennon sudah tidak kelewatan menyebutkan semua kejelekan Trump sebagai presiden.
Dan semua itu ia uraikan di dalam buku itu. Tanpa sedikit pun merasa takut untuk diperkarakan. “Rasanya Jaksa Agung William Barr tidak mungkin tidak memperkarakan isi buku saya itu,” ujar Brennan. “Tapi saya tidak takut. Saya lebih memikirkan nasib rakyat Amerika,” katanya.
Senjata baru Tiongkok pun masih menunggu komando berikutnya. Peluncur-peluncur itu siap menghujani Taiwan dengan peluru. Dengan kecepatan 10 kali kecepatan suara, peluncur itu bisa membawa jenis senjata apa saja.
DF-17 itu tidak memerlukan pangkalan baru. Selama ini sudah ada tiga lokasi strategis di pantai yang menghadap Taiwan.
Yang di pantai dekat Ningbo untuk sasaran Taiwan Utara. Termasuk kota Taipei. Yang di pantai Fujian untuk sasaran Taiwan tengah. Sedang yang di pantai dekat Shantou untuk sasaran Taiwan Selatan.
Tempat pergelaran DF-17 itu sama dengan lokasi senjata-senjata lama sebelumnya. Kali ini senjatanya yang diperbarui.
Pergelaran DF-17 itu mengingatkan orang pada parade senjata tahun lalu. Yakni bertepatan dengan HUT Kemerdekaan ke-70 Tiongkok.
Di situlah untuk pertama kali DF-17 dipamerkan ke depan umum. Tidak saya sangka kalau semua itu sekarang dipasang di sepanjang pantai yang menghadap Taiwan.
Waktu parade itu berlangsung saya sengaja ke Beijing. Saya ingin tahu kebesaran parade HUT ke-70 itu. Yang sejak awal tahun sudah diumumkan sebagai parade yang sangat khusus.
Saya sudah beberapa kali berada di Beijing pada 1 Oktober seperti itu. Pernah juga menjadi tamu resmi yang duduk di panggung kehormatan. Tapi meriahnya acara memang tidak seperti tahun lalu.
Kalau pun Oktober ini berlalu tanpa kejutan, apakah tugas DF-17 selesai?
Pertanyaan itulah yang sekarang menimbulkan spekulasi besar. Adakah itu juga sekaligus sebagai persiapan mengembalikan Taiwan ke pangkuan ibu pertiwi secara kekerasan?
Kalau pun iya, kapan waktunya?
Ketika Trump menyatakan Amerika dalam keadaan darurat? Ketika di Amerika berlangsung pelantikan presiden baru?
Atau ternyata DF-17 itu duduk-duduk manis saja di pantai itu? (dahlan iskan)