Site icon Prokalteng

Kerdipan Asabri

kerdipan-asabri

Uang Asabri mungkin lebih bisa
diselamatkan. Daripada uang Jiwasraya.

Asabri punya punggung yang kuat.
Tidak perlu sampai ada pistol ditodongkan ke kening. Juga tidak perlu sampai
bentak-membentak. 

Dengan sedikit kerdipan mata saja
seharusnya siapa pun takut.

Apalagi mereka sudah ditahan
Kejaksaan Agung: Bentjok dan HaHa itu.

Benny Tjokrosaputro dan Heru
Hidayat itu.

Mereka itu –khususnya Bentjok–
punya aset yang bisa dilirik. Memang bentuknya bukan uang kontan tapi bisa jadi
uang –kapan-kapan.

Saya dengar dua orang itu sudah
menandatangani surat pernyataan: sanggup mengatasi dana yang hilang di Asabri.

Meskipun sebenarnya bisa saja
keduanya merasa tidak bersalah.

Tapi mereka tentu tidak mau
kerdipan itu meningkat menjadi pelototan, atau yang lebih wow dari itu.

Transaksi yang mereka lakukan
dengan asuransi milik TNI-Polri itu bisa saja memang legal. Lewat mekanisme
yang terbuka pula: pasar modal.

Tapi ada korban di situ. Yakni
Asabri. Yang menanggung masa depan dan hari tua semua anggota TNI dan Polri.
Yang gaji mereka dipotong tiap bulan. Sebesar 4,75 persen untuk cadangan
pensiun dan 3,25 persen untuk tunjangan hari tua.

Bisa saja direksi Asabri juga
mengaku tidak bersalah –secara hukum.

Direksi Asabri memang perlu
memutar uang –untuk memperoleh bunga yang lebih tinggi.

Untuk itu mereka menunjuk lembaga
profesional untuk melaksanakan pemutaran uang tersebut.

Direksi tidak hanya menunjuk satu
lembaga. Melainkan sampai 17 perusahaan.

Mereka itu adalah perusahaan
manajemen investasi. Yang pekerjaannya menjalankan uang orang lain –secara
profesional.

Mereka ini seharusnya bekerja
untuk Asabri –yang mengontraknya. Tapi kok jadinya Asabri yang justru
kehilangan 10 triliun rupiah.

Maka perlu diteliti siapa mereka
itu. Meski resminya independent tapi mereka itu bisa dibaca: terkait dengan
siapa.

Nah, dari 17 lembaga manajemen investasi
itu ternyata hanya empat yang tidak terkait dengan Bentjok dan HaHa.

Sebagian besar lainnya ternyata
terafiliasi dengan kedua nama konglomerat itu.

Di Jiwasraya lebih parah lagi.
Dari 15 perusahaan manajemen investasi hanya satu yang tidak terkait dengan
Bentjok dan HaHa.

Mereka memang ahli dalam
goreng-menggoreng saham. Yang di pasar modal hal itu legal –sepanjang tidak
ada yang dilanggar.

Salah satu hobi mereka memang
adalah ini: mencari lubang –di mana saja kelemahan peraturan di pasar modal.

Dan mereka bisa menemukan lubang
itu –berarti mereka memang jago dalam mencari lubang yang empuk.

Mereka pun tahu: pasti ada pihak
yang hangus dalam proses penggorengan itu.

Itu pun salah yang hangus itu
sendiri –mengapa masuk wajan penggorengan.

Hanya kali ini yang hangus itu
Asabri –yang punya kemampuan mengedipkan mata.

Maka mau tidak mau bubur itu
harus bisa dijadikan nasi lagi.

Mungkin uang Asabri itu sudah
menjadi tanah –menjadi aset perusahaan Bentjok atau HaHa.

Saya dengar mereka takut juga
dengan kerdipan itu. Mereka pun sudah menyanggupi untuk menyelesaikannya.

Salah satunya dengan cara
menyerahkan tanah di Serpong –tepatnya di Maja.

Kali ini Bentjok dan HaHa benar-benar
kena batunya.

Kalau itu yang terjadi, memang,
Asabri terselamatkan. Memang belum akan segera mendapat uang. Tapi setidaknya
tidak jadi hangus.

Apalagi kalau negonya bisa ketat
–kalau perlu tidak cukup pakai kedipan.

Misalnya saja Asabri telah kehilangan
Rp 10 triliun –tepatnya saya tidak tahu. Lalu Bentjok menyerahkan tanah
senilai Rp 10 triliun.

Kelihatannya beres.

Pertanyaannya: Rp 10 triliun itu
setara dengan berapa meter persegi?

Berarti berapa harga tanah
permeter yang ia pasang?

Kalau harga tanah itu menggunakan
harga pasar masa depan berarti Bentjok masih sangat untung.

Kalau harga tanah itu didasarkan
pada harga pasar sekarang berarti Bentjok juga masih untung.

Berarti sama dengan Asabri telah
membantunya menjualkan tanahnya.

Dalam jumlah besar.

Sekaligus pula laku.

Asabri mestinya berhak mendapat
komisi marketing yang besar.

Bentjok dan HaHa benar-benar sial
sekali ini.

Padahal sudah dua kali Bentjok
melanggar. Tapi selalu lolos. Ia memang jago membuat skenario bisnis di pasar
modal (Lihat DI’s Way:Nasib Benny).

Maka anggota TNI dan Polri memang
tidak perlu khawatir. Tinggal tanah itu nanti akan diapakan. Dijual?
Dikerjasama kan? Ditabung?

Itu tantangan sekaligus peluang
–peluang untuk ngobyek juga.

Anggota TNI dan Polri hanya perlu
ikut memperbanyak doa. Setiap kali gaji mereka dipotong setiap itu pula harus
ditambahkan doa.

Sebaliknya Jiwasraya.

Yang tidak punya tulang punggung
yang bisa mengedipkan mata.

Secara hukum sebenarnya salah
nasabah sendiri –mengapa mau membeli produk yang diterbitkan Jiwasraya.

Banyak yang berharap Menteri BUMN
Erick Thohir juga mengedipkan mata.

Tapi, rasanya, mata Erick
Thohir tidak cukup lebar untuk bisa mengedip –yang sampai bisa membuat uang
Jiwasraya kembali.

Sebenarnya saya ingin menulis
mengapa salah nasabah Jiwasraya sendiri. Tapi novelis Tere Liye sudah
menuliskannya secara gamblang.

Entah di mana dia menulis –saya
hanya mendapatkan kiriman dari teman.

Bentjok dan HaHa mungkin memang
akan kehilangan banyak aset. Kali ini. Untuk menembus nasib jeleknya.

Tapi itu lebih baik –terutama
kalau Bentjok dan HaHa bisa tidak masuk penjara.

Toh begitu bisa bebas ia bisa
mencari aset yang lain lagi –dengan cepat pula.

Wajannya masih ada. Dapurnya
masih ada. Dan lubang-lubangnya mungkin juga masih ada.(Dahlan Iskan)

 

Exit mobile version