PALANGKA RAYA – Menyikapi kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di
Kalteng, yang berdampak pada kabur asap tebal dan udara berbahaya, ratusan
mahasiswa Kalteng gelar aksi demo. Dalam
aksinya, mahasiswa dari Universitas Palangka Raya (UPR) tersebut
layangkan 6 tuntutan kepada pemerintah daerah dan pemerintah pusat, khususnya
Presiden Joko Widodo.
Presiden BEM UPR Karuna
Mardiansyah mengatakan, karhutla setiap
tahun selalu terjadi di Indonesia. Karhutla dari tahun ke tahun menjadi ancaman
menakutkan bagi masyarakat Indonesia, khususnya yang berinteraksi langsung
dengan asap yang ditimbulkan, hal inilah yang menjadi keprihatinan bagi mahasiswa
dan masyarakat luas.
“Kebakaran hutan dan lahan
sudah menjadi agenda rutin setiap tahun di Indonesia, pada tahun 2019 karhutla
kembali terjadi. Hal ini menandakan Indonesia telah gagal dalam penanganan dan
pencegahan karhutla,” tegasnya.
Berdasarkan data Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB) terpantau ada enam Provinsi dengan dampak
terparah kebakaran. Enam Provinsi tersebut adalah Aceh, Riau, Sumatra Selatan,
Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur. Dalam hal ini
Sumatra dan Kalimantan mejadi provinsi dengan kebakara hutan dan lahan paling
luas dan merupakan langganan kebakaran hutan dan lahan tiap tahunnya.
“Kebakaran hutan pada tahun
2019 memerlukan ketegasan dan kejelasan dari seluruh stakeholder yang terlibat.
Menurut Undang-Undang No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup bahwa diketahui dengan jelas peran dari setiap orang, baik itu
pemerintah, dan penanggungjawab usaha dalam pencegahan kebakaran hutan,”
tukasnya.
Pada tanggal 15 September 2019
tercatat data dari BNPB titik hotspot di Kalimantan Tengah ada 954 titik api
yang merupakan terbanyak di Indonesia. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan
Provinsi Kalimantan Tengah menyatakan bahwa pada september ini tercatat lebih
dari 9.000 orang menderita infeksi saluran pernapasan akut atau (ISPA).
Selain itu, kualitas udara di
Kota Palangka Raya indeks kualitas udara (AQI) menunjukan berada diangka 655,
Puruk Cahu (AQI) diangka 203, Muara Teweh diangka 193, Sampit diangka 155, pada
15 September 2019 pukul 06.00 WIB. Data ini diperkirakan akan terus naik
mengingat jumlah titik api yang semakin meningkat tiap harinya.
“Upaya yang dilakukan
pemerintah daerah masih belum mampu menangani kasus karhutla ini terbukti
dengan bencana asap yang masih melanda. Pemerintah pusat harus turun tangan
dalam menangani kasus ini, seharusnya bencana asap ini menjadi salah satu
prioritas bencana nasional, mengingat bencana ini salah satu yang terbesar di
Indonesia,” pungkasnya.
Berdasarkan data tersebut,
keluarga besar mahasiswa Universitas Palangka Raya yang melakukan aksi keluarkan
6 pernyataan sikap, yakni:
1. Pemerintah harus serius dan segera
melaksanakan langkah kongkret dalam menangani kasus KARHUTLA (kebakaran hutan
dan lahan ), serta membuat program pencegahannya agar bencana ini tidak menjadi
event tahunan yang terjadi di Indonesia dan terkhususnya di Kalimantan tengah.
2. Pemerintah baik pusat maupun
daerah harus melakukan mitigasi bencana kebakaran hutan dan lahan, serta
mendesak pemerintah daerah menerbitkan PERDA/ aturan terkait KARHUTLA dan
melakukan pengawasan lahan gambut atau lahan yang rentan terbakar.
3. Mendesak pemerintah pusat dan
daerah segera menerapkan teknologi modifikasi cuaca di Kalimantan tengah
4. Pemerintah melalui dinas
kesehatan dan RSUD diseluruh daerah yang terkena dampak asap akibat KARHUTLA
menyediakan tenaga medis dan obat-obatan serta tempat ruang oksigen untuk
melakukan pencegahan dari penyakit terutama pada anak-anak, lanjut usai dan
masyarakat umum secara gratis.
5. Pemerintah harus memberikan
pembelajaran dan pembinaan kepada masyarakat tentang pembakaran dan pembukaan
lahan agar masyarakat terutama peladang tidak menjadi kambing
hitam. karena banyak perusahaan yang membuka lahan.
6. Mengungkap dalang dibalik
pembakaran hutan dan lahan serta usut tuntas dan tindak lanjuti kasus tersebut
sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(arj/nto)