KELIHATANNYA ini usaha terakhir Presiden Donald
Trump: mengerahkan massa. Minggu pagi ini (Sabtu sore waktu Washington DC)
terjadi Million MAGA March di sana. Seluruh ekstremis kanan –dari segala
penjuru Amerika Serikat– menuju Washington DC. Mereka ada yang berangkat dari
daerah masing-masing sejak dua hari lalu. Itulah para pendukung Trump dari
sayap yang paling fanatik. Mereka yakin Trump-lah pemenang Pilpres 3 November
lalu.
Mereka minta kecurangan yang dilakukan Demokrat
dihentikan. Menurut susunan acara, mereka juga berbaris menuju depan gedung
Mahkamah Agung: minta Trump dinyatakan sebagai pemenang Pilpres. Promotor
gerakan itu datang dari daerah selatan: negara bagian Louisiana. Tepatnya dari
kota Baton Rouge.
Meski kota terbesar di Louisiana adalah New
Orleans, tetapi Baton Rouge adalah ibu kotanya. Inilah kota paling tidak aman
nomor 5 di seluruh Amerika. Penduduknya 250.000 orang.
Dari sini mereka konvoi ke timur, ke kota
Tallahassee, di negara bagian Florida. Peserta konvoi pun bertambah. Dengan
atribut MAGA (Makes Amerika Great Again). Termasuk bendera besar Amerika dan
foto Trump. Dari Tallahassee naik ke utara, ke Georgia. Konvoi tambah panjang lagi.
Lalu ke North Carolina. Tambah macet. Ke utara lagi, ke Virginia. Konvoi kian
padat.
Yang seru adalah narasi di balik konvoi itu.
Mereka terus mengikuti siaran radio live yang menyiarkan pergerakan konvoi itu.
Termasuk hari apa berangkat, jam berapa sampai di kota apa. Lalu akan menuju
kota mana lagi. Masih ditambah lagi siaran langsung lewat internet. Lewat grup
Facebook. Lewat Line. Lewat Telegram, dan lewat app khusus yang diciptakan
untuk itu. Kelihatannya mereka mulai meninggalkan Twitter.
Mereka marah –karena Trump marah kepada
Twitter, yang sering menyensor unggahan twitnya. Gegap gempita konvoi dari
selatan itu ikut memprovokasi kelompok serupa dari arah lain. Misalnya dari
arah barat daya: Houston dan Dallas, Texas, lewat Oklahoma.
Juga dari jurusan barat seperti dari arah
Missouri dan Kentucky. Mereka ikut
bergerak juga ke Washington DC. Yang dari arah barat laut seperti Dakota, Iowa
dan Montana ikut panas –ikut konvoi ke Washington.
Pokoknya dari segala penjuru. Semua pergerakan
massa itu mengikuti arahan imam besar kelompok itu saat ini: Alex Jones. Yakni
seorang host radio yang siarannya dipancarkan bersama di lebih 100 stasiun
radio. Jones-lah imam besar informal ekstrem kanan di Amerika saat ini.
Video-video konvoi yang mereka unggah sungguh
menggetarkan. Termasuk menggetarkan hati Presiden Trump. “Hati bergetar
melihat dukungan yang luar biasa yang datang dari seluruh negeri ini, termasuk
yang Sabtu ini memenuhi Washington DC,” unggah Trump di Twitter-nya. Bunyi
twit Trump itu seperti tambahan bensin bagi mereka. Trump memang sangat mereka
idolakan.
“Trump itu telah berhasil mengubah keadaan
di seluruh dunia,” ujar Jones di corong radionya. Mengingat kelompok ini
dekat dengan kekerasan maka mulai ada yang mengkhawatirkan: jangan-jangan
terjadi revolusi di Amerika. Namun polisi sudah mengeluarkan pengumuman: siapa
pun dilarang membawa senjata api di jarak 1000 kaki dari pusat demo itu.
Termasuk pun mereka yang memiliki izin senjata.
Tulisan ini seharusnya ditunda empat jam lagi
agar bisa menampung apa yang terjadi di Washington DC Minggu pagi hari ini.
Alex Jone sendiri tidak berangkat ke Washington. Ia memberi komando dari corong
radionya di Austin, Texas. Umurnya kini 46 tahun. Ia kawin saat umurnya sudah
34 tahun. Duda –sudah sejak lima tahun lalu. Anaknya tiga –yang terbesar sudah
mengikuti langkahnya.
Di Amerika Jones dikenal sebagai orang No 1
sebagai penganut teori konspirasi. Ia terpengaruh bacaannya saat di SMA. Jones
di umur 19 tahun sudah berkenalan dengan corong radio. Lalu masuk ke dunia
siaran. Ia sempat kuliah di Community College tetapi drop out. Rupanya
pendengar radio banyak juga menyenangi teori konspirasi.
Kian lama siarannya kian populer. Setiap ada
peristiwa besar ia analisis dari sudut teori konspirasi. Bom yang meledakkan
gedung di Oklahoma itu misalnya –yang
menewaskan lebih dari 70 orang itu– menurut Jones direncanakan oleh
pemerintah. Apalagi Covid-19 –ia hanya percaya itu alat yang sengaja diciptakan
untuk memiskinkan Amerika. Bahkan pendaratan manusia Amerika di bulan tahun
1969 ia nilai hanya pura-pura.
“Ia itu orang yang tidak stabil. Dekat
dengan perbuatan kriminal. Dan seperti pemain watak,” ujar Kelly Jones,
mantan istrinya. Apa pun yang jelas dua hari terakhir ini suara Jones-lah yang
mereka dengar. Saya tidak pernah menduga bahwa di Amerika –kelak di tahun 2020–
bisa terjadi pihak yang kalah pilpres tidak mengakui kekalahan, bahkan
mengerahkan massa. Saya tidak habis berpikir: belajar demokrasi dari negara mana
Trump itu.
Namun saya tidak boleh berburuk sangka seperti
itu. Siapa tahu mereka itu berbondong ke Washington DC sekadar untuk menghibur
Trump. Agar Trump tidak terlalu nelangsa –ini lho masih begitu banyak yang
fanatik pada Anda. Bahkan di akhir Million MAGA March itu jangan-jangan Trump
muncul dari balkon Gedung Putih. Lalu menatap masa yang begitu besar di arah
bawah kejauhan sana.
Masa pun membalas melihat pujaan mereka yang
berdiri termangu di balkon. Massa itu lalu terdiam senyap menunggu apa yang akan
diperintahkan oleh Trump. Sejenak kemudian Trump mengambil mikrofon. Ternyata,
dari balkon itu, ia membuka mulutnya: lalu menyanyikan lagu “don’t cry for
me….”. (disway.id)