PALANGKA RAYA- Pandemi
Covid-19 yang tengah melanda
dunia, memaksa orang-orang untuk tinggal di rumah demi memutus mata rantai
penyebaran virus tersebut.
Hampir semua negara mengimbau warganya untuk tidak beraktivitas di luar rumah
jika tak ada kepentingan mendesak. Tak terkecuali di Provinsi Kalimantan Tengah.
Nah, berubahnya
aktivitas masyarakat tersebut, otomatis
membuat dunia usaha menjadi sepi. Tinggal di rumah dinilai tidak
bisa selamanya diterapkan untuk menjaga keseimbangan perekonomian. Perkembangan terbaru, pemerintah harus mengizinkan masyarakat yang berusia di bawah 45 tahun untuk
kembali beraktivitas di luar rumah.
Namun demikian, sekolah
masih diproyeksikan
dibuka kembali pada bulan depan atau bahkan sampai akhir tahun tetap dengan
program belajar dari rumah. Di
sisi lain, virus berbahaya itu
masih tersebar luas di tengah masyarakat.
Terbukti penularan terus berlangsung
dengan mudah dan cepat, sedangkan vaksin masih belum juga ditemukan. Melihat kondisi
itulah, pola kehidupan normal baru atau new normal harus diterapkan.
Lalu, apa itu sih new normal? Jika dikutip dari
pernyataan Ketua Tim
Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmita, new normal adalah
perubahan perilaku untuk tetap menjalankan aktivitas normal, namun ditambah
menerapkan protokol kesehatan guna mencegah terjadinya penularan Covid-19.
Untuk itu, Negara di
dunia pun harus bersiap menghadapi kenormalan baru ini pada masa pandemi
Covid-19. Penerapan kenormalan baru tersebut, tidak lain bertujuan untuk mempercepat
penanganan Covid-19 dalam aspek kesehatan dan sosial-ekonomi.
Melalui
press rilis yang disampaikan ke redaksi kaltengpos.co, Senin (15/6) siang,
Ketua Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Cabang Kalteng, Dr.Miar P
Bakar,SE.,Msi memberi gambaran terkait pertumbuhan ekonomi Kalimantan Tengah Tri
wulan I tahun 2020 pada angka 2,95%. Sementara pertumbuhan tertinggi menurut
lapangan usaha terdapat pada sektor pertambangan dan penggalian yang mencapai
24,65%. Disusul dari sektor pengadaan listrik dan gas dengan angka 7,93%, dan
dari sektor jasa keuangan sebesar 2,85%.
Dengan demikian, menurutnya sangat perlu mempersiapkan pelaku ekonomi
kerakyatan yang kuat untuk menhadapi new normal tersebut. Untuk itu, dikatakannya bahwa new normal harus
dikonsepsikan sebagai kondisi baru yang lebih baik. Sehingga sangat diperlukan by plan (direncanakan berbasis kebijakan
dan adaptasi tertentu) dengan memberikan perlindungan kesehatan dan menjaga
pertumbuhan ekonomi.
“Perlu memperketat pengawasan dan pengamanan di tempat-tempat yang
berpotensi menimbulkan kerumunan orang, seperti pasar, mal, dan terminal,â€
ungkapnya pada press rilis yang disampaikan itu.
Sementara untuk upaya pemulihan terhadap kondisi perekonomian menuju new
normal tersebut, dirinya memiliki pandangan yang dikemas secara skema. Diantaranya
adalah, perlunya pemberian bansos untuk UMKM kategori miskin dan rentan
terdampak Covid-19. Kemudian pemberian kemudahan dan keringanan terhadap UMKM
tentang perpajakan untuk omzet tertentu. Selain itu juga perlunya melakukan
relaksasi dan restrukturisasi kredit UMKM dalam bentuk penundaan angsuran dan
subsidi bunga bagi penerima kredit. Selanjutnya diperlukan perluasan pembiayaan
bagi UMKM berupa stimulus bantuan modal kerja bagi pelaku UMKM terdampak
Covid-19. Terakhir harus mampu bertindak sebagai penyangga dalam ekosistem
UMKM, utamanya dalam tahap pemulihan dan konsolidasi usaha setelah pandemi Covid-19
ini.
“Pastikan dan mantapkan tiga level, yakni level kebijakan, koordinasi
antar lembaga dan level operasionalnya,†jelas Dr.Miar P Bakar,SE.,Msi yang juga
Dekan FEB UPR itu mengakhiri.