Site icon Prokalteng

Tanamkan Nasionalisme, DPD LDII Kapuas Kunjungi Tempat Bersejarah

tanamkan-nasionalisme-dpd-ldii-kapuas-kunjungi-tempat-bersejarah

KUALA KAPUAS – Berkunjung ke Taman Hutan Raya (Tahura)  Sultan Adam Mandiangin, Banjarbaru Kalimantan
Selatan (Kalsel) tak lengkap rasanya jika tidak mengunjungi tempat bersejarah
yang tersimpan di bukit itu.

Tahura Sultan Adam Mandiangin
menyimpan sejarah terhadap pejajahan yang dilakukan kolonial Belanda. Di
antaranya, pesanggrahan (tempat persitirahatan) ambtenaar (pejabat) Belanda dan
Kolam Renang (zwembad) Mandiangin peninggalan Belanda.

Pesanggrahan belanda diresmikan
pada 26 Februari 1939 oleh Gouveeneur van Borneo Dr Bauke Jan Haga. Haga
memerintah di Borneo pada tahun 1938 sampai dengan 1942.

Pada 1943, setelah penjajahan
Jepang menguasai Kalimantan, pesanggrahan itu sudah tidak digunakan lagi.
Ambtenaar saat itu banyak yang meninggalkan Borneo.

Pada tahun 1943, Dr Bauke Jan
Haga dipenggal oleh tentara jepang di Benteng Tatas, Banjarmasin.

Pesanggrahan Belanda juga
dilengkapi dengan fasilitas kolam renang dan lapangan tenis. Arsitek yang
membangun pesanggrahan itu adalah A.W Rynders pada tahun 1939 yang tercatat
sebagai arsitek wilayah Zuid en Oost Borneo.

Sementara itu, kolam renang
mandiangin juga diresmikan pada tahun yang sama. Keunikan kolam renang
Mandiangin itu adalah air yang khas mengalir dari sumber mata air.

Saat itu, kolam renang Mandiangin
hanya boleh dipergunakan untuk orang Eropa. Jikapun ada orang pribumi umumnya
mereka adalah pelayan yang harus selalu menunduk pada orang belanda.

“Ini adalah tempat bersejarah.
Bukti peninggalan penjajah Belanda. Dengan mengunjungi tempat bersejarah ini
diharapkan semakin tertanam rasa nasionalisme pada diri kita dan generasi
penerus,” kata penasihat DPD LDII Kapuas H Subagio, Minggu (8/3/2020).

“Kita jangan sampai melupakan
sejarah. Dengan kegiatan ini, khususnya generasi muda bisa melihat secara langsung
peninggalan penjajah dan mereka bisa mengenang perjuangan pahlawan untuk
memerdekaan Indonesia dari penjajah,” timpalnya. (b/art/nto)

Exit mobile version