33.2 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Skenario Natuna: Efek Luar Negeri dan “Demam di Negeri Sendiri”

AKHIR-akhir ini,  hubungan antara Indonesia dengan Tiongkok ada
kecenderungan memanas setelah beberapa kali dilaporkan bahwa kapal kapal
nelayan Tiongkok yang dikawal kapal perang mereka mencuri ikan dan sumber daya
alam lainnya di wilayah Zona Ekonomi Eksklusif/ZEE Indonesia yaitu di Natuna
Utara,  Kepri yang diakui kovenan
internasional UNCLOS 1982. 

Dicatat dalam sejarah internasional bahwa arogansi Tiongkok juga terlihat
dalam sejarah konflik Laut Tiongkok Selatan dengan sejumlah negara ASEAN
seperti Filipina, Vietnam, dan juga Taiwan. Sikap Tiongkok merefleksikan
kerakusannya untuk menguasai beberapa zona laut strategis termasuk Natuna yang
sebelumnya diklaim Tiongkok melalui nine dash line yang mereka buat atas peta
kuno milik Tiongkok yang jelas belum “disertifikasi” masyarakat internasional
melalui UNCLOS 1982.

Merespons manuver congkak dan arogan Tiongkok di Natuna Utara,  Kepri, Indonesia telah mengirimkan kapal
perang dan pesawat tempur ke wilayah Natuna untuk mengusir kapal nelayan
Tiongkok yang sedang mencuri ikan, bahkan kapal perang dan pesawat tempur
Indonesia juga dilaporkan siap konfrontasi senjata, namun tampaknya
“grit” yang dilakukan Indonesia dipandang remeh oleh Tiongkok. 

Jika permasalahan Natuna tidak dapat diselesaikan,  jelas akan mengganggu hubungan bilateral
kedua negara, dan hal ini akan “digoreng dan direbus” oleh kelompok
anti pemerintah untuk memojokkan penerintahan Jokowi, dan jelas hal ini akan
menjadi fenomena ngeri/eerie phenomenon.

Sebelumnya dan sejelasnya,  hubungan
Indonesia-Tiongkok diwarnai dengan sejumlah isu sensitif seperti membanjirkan
TKA berketrampilan rendah dari Tiongkok, 
penangkapan sejumlah warga Tiongkok yang melakukan aktifitas ekonomi
ilegal termasuk prostitusi, isu kekejaman Tiongkok terhadap minoritas muslim
Tiongkok di Uighur, Provinsi Xinjiang provinces dan sejumlah isu sensitif
lainnya. 

Baca Juga :  Pengalaman Selama Menjabat, Sugianto-Edy Dipercaya Mampu Menuntaskan P

Sebagai catatan,  Tiongkok adalah
negara kuat bidang ekonomi dan militer kedua dibawah Amerika Serikat. Tiongkok
juga memiliki hubungan erat dengan beberapa negara khususnya Rusia,  Korea Utara dan Iran, serta negara negara
yang kerjasama dengan Tiongkok dalam proyek global “One Belt One Road/OBOR”.

Tiongkok juga memiliki kapabilitas untuk membuat kegoncangan global melalui
proxy war actors dan antek-antek mereka/foreign stooge yang tersebar dimana
mana who were termasuk di negara yang bergolak seperti Hongkong, Rwanda dan
Afghanistan, di negara yang tidak mau diatur Tiongkok yaitu Taiwan, termasuk di
musuh utama Tiongkok yaitu Eropa dan Amerika Serikat. 

Menurut Stockholm International Peace Research Institute/SIPRI, belanja
militer Indonesia selama tahun 2018 sebesar Rp 107, 8 triliun,  kalah dengan Singapura untuk kawasan
ASEAN,  sementara belanja militer
Tiongkok selama tahun 2018 sebesar Rp 3.500 triliun hanya kalah dengan AS di
level dunia. Bisa dibayangkan bahwa tidak mungkin terjadi perang terbuka antara
Indonesia vs Tiongkok gara gara Natuna, 
karena tidak berimbang bagaikan “David vs Goliath”.

Tiongkok juga sudah mengukur ESTOM pejabat utama negara dalam merespons isu
Natuna yang sepertinya tidak seirama. Jika 10 tahun yang lalu,  Tiongkok belum seberani sekarang karena
militernya masih lembek. Saat ini, 
militer Tiongkok berani head to head dengan AS di Laut Tiongkok Selatan.
Jepang dan Korsel dibuat ngeper/takut dengan Tiongkok.

Baca Juga :  Komitmen Tekan Angka Kekumuhan, Dua Kelurahan di Palangka Raya Raih Re

Jadi skenario bagi Indonesia terkait Natuna adalah “kesabaran vs
arogansi” yaitu Indonesia perlu menegaskan Natuna adalah wilayah Indonesia
sesuai UNCLOS 1982, karena berkonfrontasi dengan Tiongkok merugikan Indonesia
yang sudah terjerat utang. Melalui diplomasi dan penggalangan diplomatik
terhadap negara sahabat kita termasuk dengan negara negara yang dimusuhi
Tiongkok,  Indonesia bisa melakukan
perlawanan diplomatik dan paling banter menggugat Tiongkok di arbitrase
internasional seperti yang dilakukan Filipina, 
walaupun dengan arogansinya Tiongkok berani mengacuhkan kemenangan
Filipina di arbitrase internasional terkait Laut Tiongkok Selatan.

Skenario berikutnya yang mungkin terjadi adalah “demam di negeri
sendiri”. Skenario ini terjadi jika arogansi Tiongkok di Natuna berlanjut
terus,  semua usaha Indonesia tidak
digubris Tiongkok,  kemudian situasi ini
“direbus” kelompok oposisi menjadi isu politik menarik yaitu
“Indonesia takut dengan Tiongkok” dan desakan putuskan hubungan
diplomatik,  yang dampaknya proyek
infrastruktur yang dibiayai Tiongkok tertunda, debt trap menganga dan lebih
tragis isu ganyang Tiongkok dan Uighur dikemas jadi satu oleh kelompok oposan
sejati.  Jadilah “demam di negeri
sendiri”.

Jadi efek luar negeri yaitu Indonesia’s national pride yang digoda kalau
tidak mau disebut dilecehkan Tiongkok terkait Natuna,  dan efek dalam negeri dalam bentuk
“political fever” dimana keduanya perlu diantisipasi dengan kebijakan
yang “world class solutions”. Semoga. (***)

(Penulis adalah pemerhati masalah strategis)

AKHIR-akhir ini,  hubungan antara Indonesia dengan Tiongkok ada
kecenderungan memanas setelah beberapa kali dilaporkan bahwa kapal kapal
nelayan Tiongkok yang dikawal kapal perang mereka mencuri ikan dan sumber daya
alam lainnya di wilayah Zona Ekonomi Eksklusif/ZEE Indonesia yaitu di Natuna
Utara,  Kepri yang diakui kovenan
internasional UNCLOS 1982. 

Dicatat dalam sejarah internasional bahwa arogansi Tiongkok juga terlihat
dalam sejarah konflik Laut Tiongkok Selatan dengan sejumlah negara ASEAN
seperti Filipina, Vietnam, dan juga Taiwan. Sikap Tiongkok merefleksikan
kerakusannya untuk menguasai beberapa zona laut strategis termasuk Natuna yang
sebelumnya diklaim Tiongkok melalui nine dash line yang mereka buat atas peta
kuno milik Tiongkok yang jelas belum “disertifikasi” masyarakat internasional
melalui UNCLOS 1982.

Merespons manuver congkak dan arogan Tiongkok di Natuna Utara,  Kepri, Indonesia telah mengirimkan kapal
perang dan pesawat tempur ke wilayah Natuna untuk mengusir kapal nelayan
Tiongkok yang sedang mencuri ikan, bahkan kapal perang dan pesawat tempur
Indonesia juga dilaporkan siap konfrontasi senjata, namun tampaknya
“grit” yang dilakukan Indonesia dipandang remeh oleh Tiongkok. 

Jika permasalahan Natuna tidak dapat diselesaikan,  jelas akan mengganggu hubungan bilateral
kedua negara, dan hal ini akan “digoreng dan direbus” oleh kelompok
anti pemerintah untuk memojokkan penerintahan Jokowi, dan jelas hal ini akan
menjadi fenomena ngeri/eerie phenomenon.

Sebelumnya dan sejelasnya,  hubungan
Indonesia-Tiongkok diwarnai dengan sejumlah isu sensitif seperti membanjirkan
TKA berketrampilan rendah dari Tiongkok, 
penangkapan sejumlah warga Tiongkok yang melakukan aktifitas ekonomi
ilegal termasuk prostitusi, isu kekejaman Tiongkok terhadap minoritas muslim
Tiongkok di Uighur, Provinsi Xinjiang provinces dan sejumlah isu sensitif
lainnya. 

Baca Juga :  Pengalaman Selama Menjabat, Sugianto-Edy Dipercaya Mampu Menuntaskan P

Sebagai catatan,  Tiongkok adalah
negara kuat bidang ekonomi dan militer kedua dibawah Amerika Serikat. Tiongkok
juga memiliki hubungan erat dengan beberapa negara khususnya Rusia,  Korea Utara dan Iran, serta negara negara
yang kerjasama dengan Tiongkok dalam proyek global “One Belt One Road/OBOR”.

Tiongkok juga memiliki kapabilitas untuk membuat kegoncangan global melalui
proxy war actors dan antek-antek mereka/foreign stooge yang tersebar dimana
mana who were termasuk di negara yang bergolak seperti Hongkong, Rwanda dan
Afghanistan, di negara yang tidak mau diatur Tiongkok yaitu Taiwan, termasuk di
musuh utama Tiongkok yaitu Eropa dan Amerika Serikat. 

Menurut Stockholm International Peace Research Institute/SIPRI, belanja
militer Indonesia selama tahun 2018 sebesar Rp 107, 8 triliun,  kalah dengan Singapura untuk kawasan
ASEAN,  sementara belanja militer
Tiongkok selama tahun 2018 sebesar Rp 3.500 triliun hanya kalah dengan AS di
level dunia. Bisa dibayangkan bahwa tidak mungkin terjadi perang terbuka antara
Indonesia vs Tiongkok gara gara Natuna, 
karena tidak berimbang bagaikan “David vs Goliath”.

Tiongkok juga sudah mengukur ESTOM pejabat utama negara dalam merespons isu
Natuna yang sepertinya tidak seirama. Jika 10 tahun yang lalu,  Tiongkok belum seberani sekarang karena
militernya masih lembek. Saat ini, 
militer Tiongkok berani head to head dengan AS di Laut Tiongkok Selatan.
Jepang dan Korsel dibuat ngeper/takut dengan Tiongkok.

Baca Juga :  Komitmen Tekan Angka Kekumuhan, Dua Kelurahan di Palangka Raya Raih Re

Jadi skenario bagi Indonesia terkait Natuna adalah “kesabaran vs
arogansi” yaitu Indonesia perlu menegaskan Natuna adalah wilayah Indonesia
sesuai UNCLOS 1982, karena berkonfrontasi dengan Tiongkok merugikan Indonesia
yang sudah terjerat utang. Melalui diplomasi dan penggalangan diplomatik
terhadap negara sahabat kita termasuk dengan negara negara yang dimusuhi
Tiongkok,  Indonesia bisa melakukan
perlawanan diplomatik dan paling banter menggugat Tiongkok di arbitrase
internasional seperti yang dilakukan Filipina, 
walaupun dengan arogansinya Tiongkok berani mengacuhkan kemenangan
Filipina di arbitrase internasional terkait Laut Tiongkok Selatan.

Skenario berikutnya yang mungkin terjadi adalah “demam di negeri
sendiri”. Skenario ini terjadi jika arogansi Tiongkok di Natuna berlanjut
terus,  semua usaha Indonesia tidak
digubris Tiongkok,  kemudian situasi ini
“direbus” kelompok oposisi menjadi isu politik menarik yaitu
“Indonesia takut dengan Tiongkok” dan desakan putuskan hubungan
diplomatik,  yang dampaknya proyek
infrastruktur yang dibiayai Tiongkok tertunda, debt trap menganga dan lebih
tragis isu ganyang Tiongkok dan Uighur dikemas jadi satu oleh kelompok oposan
sejati.  Jadilah “demam di negeri
sendiri”.

Jadi efek luar negeri yaitu Indonesia’s national pride yang digoda kalau
tidak mau disebut dilecehkan Tiongkok terkait Natuna,  dan efek dalam negeri dalam bentuk
“political fever” dimana keduanya perlu diantisipasi dengan kebijakan
yang “world class solutions”. Semoga. (***)

(Penulis adalah pemerhati masalah strategis)

Terpopuler

Artikel Terbaru