KOMUNITAS masyarakat adat
rumah betang Sungai Utik di Desa Batu Lintang, Kecamatan Embaloh Hulu,
Kabupaten Kapuas Hulu, Provinsi Kalimantan Barat, bangga telah mengenalkan
desanya hingga ke mancanegara. Kekayaan khazanah budaya dan adat istiadat desa
berhasil dikembangkan dan dikelola dengan baik sebagai potensi wisata.
Ketua Serakop Iban
Perbatasan Herkulanus Sutomo Mana mengatakan, masyarakat adat setempat telah
berhasil menambah pundi-pundi penerimaan asli desa (PAD) dengan mengusung
wisata sejarah desa dan warisan budaya adat Dayak Iban. Hal itu menjadi
unggulan masyarakat desa setempat dalam mengembangkan Program Inovasi Desa
(PID) di Batu Lintang.
Sejak lima tahun terakhir,
kata Sutomo, Desa Batu Lintang ramai dikunjungi wisatawan lokal dan
mancanegara. Di antaranya, wisatawan dari Malaysia, Singapura, Australia,
Belanda, dan Selandia Baru. Situs sejarah dan seni kreatif masyarakat dikelola
dengan serius sehingga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat dan kas desa.
Upaya masyarakat untuk
merawat sungai pun telah membuahkan hasil. Tahun ini, Sungai Utik mendapat
penghargaan kalpataru dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Bahkan, sungai tersebut menyabet penghargaan tingkat dunia dalam Equator Prize
2019 bersama 22 komunitas lokal dan adat di seluruh dunia. “Kami juga memiliki
rumah betang Sungai Utik yang telah dikelola sebagai ikon wisata dan merangsang
tumbuhnya ekonomi kreatif desa,†terangnya.
Semua itu bermula pada 2014.
Masyarakat desa menyepakati penyusunan aturan-aturan pengelolaan dan pemanfaatan
aset budaya lokal (hutan adat). Termasuk menolak penebangan hutan dalam skala
besar (deforestasi) serta penggunaan lahan desa untuk perkebunan sawit.
Menurut dia, rekomendasi
pemeliharaan dan pelestarian situs sejarah dan potensi seni kreatif desa perlu
diperkuat dengan peraturan desa tentang cagar budaya, sehingga keberadaannya
memiliki perlindungan, sekalipun dalam lingkup kesatuan hukum desa. (JPC)