Site icon Prokalteng

Ganti View Tiap Pagi

ganti-view-tiap-pagi

KAMU mabuk laut, nggak?
Guncangannya terasa banget? Kamu nggak takut kayak Titanic? Begitu
banyak pertanyaan yang dilontarkan teman dan keluarga ketika tahu saya akan
naik kapal pesiar Costa NeoRomantica pertengahan Mei lalu. Alhamdulillah, saya
tidak merasakan semua itu.

Sejak awal, saya yakin guncangan karena
terpaan ombak nggak akan terasa karena yang saya naiki adalah kapal
besar. Lebarnya 30,8 meter dan panjangnya 220,6 meter. Benar saja, selama
berada di dalam, saya tak merasakan guncangan yang berarti.

Pada hari kedua dan ketiga, cuaca memburuk.
Kapten Federico Sias pun mengubah jadwal berlabuh. Guncangan tetap tak begitu
terasa. Hanya sesekali kalau saya berdiri.

Ketika masuk ke dek 5 yang difungsikan sebagai
lobi, rasanya tidak sedang berada di kapal. Lebih seperti masuk ke hotel. Ada
resepsionis dan deretan sofa. Kamarnya pun seperti di hotel. Saya kebagian tipe
kabin yang berisi twin bed dan satu kasur lipat di atas. Mungkin yang
membedakan hotel dengan kapal pesiar adalah pemandangannya. Tiap pagi, kita
disuguhi view yang berganti-ganti. Apalagi pas berlabuh.

Total ada 14 lantai di kapal Costa
NeoRomantica. Sebagian difungsikan untuk kebutuhan kapal dan kru yang berjumlah
sekitar 600 orang. Meski berangkat dari Jepang, penumpang kapal berbendera
Italia itu sangat beragam. Dalam perjalanan saya kemarin, penumpang berasal
dari 41 negara yang berbeda. Karena itu, setiap kali acara, ada tiga bahasa
pengantar yang digunakan. Yakni, Italia, Inggris, dan Jepang.

Soal mabuk laut, saya selamat berkat puasa.
Kok bisa? Menurut kapten kapal, salah satu kunci agar tidak mabuk adalah
meminimalkan asupan cairan. Lha karena puasa, tentu saya nggak makan dan minum
seharian. Saya memang pergi pas Ramadan dan berusaha tetap puasa di kapal.

Selama di laut, saya menggunakan aplikasi di
HP untuk mengetahui waktu imsak dan salat lima waktu, plus arah kiblat.
Namanya Umma. Tapi, banyak juga yang lain. Bisa dipilih sesuai kebutuhan.
Setiap akan salat, tinggal update posisi. Tenang, di kapal juga ada
internet via wi-fi meski berbayar. Untuk paket 1 GB, saya
mengeluarkan dana USD 30 (sekitar Rp 430 ribu). Karena lumayan mahal, harus
diirit-irit agar cukup selama 9 hari perjalanan.

Banyak pula yang
bertanya, nggak bosan di kapal? Tentu tidak dong. Kalau tidak sedang
berlabuh, banyak sekali aktivitas yang ditawarkan. Ada latihan aneka macam
dansa, kelas kerajinan tangan, nonton film lewat layar lebar, atau
baca buku di dek 11 sambil menikmati sunset.

Yang suka memanjakan diri bisa menjajal spa.
Itu berbayar, tergantung layanan yang dipilih. Jika ingin rileks
di whirlpool, sauna, trus leyeh-leyeh sambil menikmati pemandangan laut,
kita bisa memilih one-day pass seharga USD 35 atau sekitar Rp 500
ribu.

Setiap malam, ada petugas yang ngasih selebaran
berjudul Todays Program. Di lembaran mirip koran mini itu, tercantum acara
apa saja yang diselenggarakan esoknya, sekaligus jam dan lokasi. Kalau ada yang
cocok, kita bisa langsung ke lokasi.

Nah, penyuka olahraga
bisa nyoba renang atau joging di dek 13. Lari sambil kena angin laut,
dengan pemandangan matahari terbenam, asyik banget. Begitu kata teman saya yang
suka joging. Saya sih cuma tiduran di kursi malas
sambil ngasih semangat pas dia melintas.

Tujuannya
ke Mana?

Yang saya ikuti kemarin berangkat dari Tokyo,
mampir di Kobe, lalu Keelung di Taiwan. Dilanjut ke tiga kota lain di Jepang.
Yakni, Kochi, Miyakojima, dan Yokohama sebagai pelabuhan terakhir. Perhatikan
kota tujuan, jika ada dua negara, perlu ajukan visa di tiap negara. Kalau ada jadwal
keluar wilayah Jepang dan masuk lagi, lebih baik apply visa yang multiple
entry.

Berapa
Biayanya?

Tergantung durasi perjalanan, kota yang
disinggahi, pilihan kamar, dan jumlah orang yang berangkat. Untuk lebih
jelasnya, bisa cari di website Costa Asia.

Pakai
Mata Uang Apa?

Transaksi di kapal menggunakan USD. Ketika
check in, penumpang diminta deposit dengan menggunakan kartu kredit atau uang
cash minimal USD 150. Nanti penumpang dapat kartu multifungsi. Sebagai kunci
kamar, alat transaksi, sekaligus identitas ketika penumpang keluar-masuk kapal
saat berlabuh. Karena singgah di Jepang dan Taiwan, mata uang setempat juga
diperlukan. Bisa tukar di kapal atau pelabuhan tempat singgah. (dhi/JPC)

Exit mobile version