Sejumlah
obyek wisata di Kota Jogja mulai kembali dibuka dengan tetap mengacu pada
protokol kesehatan. Waktu berkunjung pun dibatasi. Termasuk interaksi dengan
pengunjung lainnya. Tujuannya memberikan rasa aman dan nyaman pada pengunjung.
Winda
Atika Ita, Radar Jogja
Puluhan
pengunjung harus mengantre sebelum masuk ke obyek wisata (obwis) Istana Air
Taman Sari. Satu per satu pengunjung diminta mencuci tangan dan dicek suhunya.
Itu pun mereka belum boleh langsung masuk. Harus menunggu jeda dengan rombongan
di depannya.
“Ada
jeda waktu antara 8-10 menit dengan pengunjung sebelumnya,†kata Ketua Kampung
Wisata Taman Sari, Kraton Ibnu Titianto disela pembukaan kembali Taman Sari,
Rabu (08/07).
Ya,
setelah tidak beroperasi sejak awal Maret lalu karena pandemi Covid-19, Taman
Sari kini mulai beroperasi kembali.
Ibnu
mengatakan, pengunjung dibatasi maksimal 250-500 dalam satu waktu. “Setiap
komplek ada pemandu wisata yang memantau berapa jumlah orang di situ. Kami ada
HT (handy talky) untuk mengatur komunikasi,†lanjutnya.
Ibnu
menyebut, dua jam dibuka, hingga pukul 10.30, ada sekitar 50 tiket pengunjung
yang memasuki Tamansari. Pun tidak semua komplek wisata Taman Sari dibuka.
Hanya ada sekitar 3-4 komplek yang dibuka. Ini untuk meminimalkan interaksi
pengunjung dengan warga sekitar.
Dengan
pembatasan-pembatasan ini sehingga pencegahan sebaran Covid-19 bisa lebih
efektif. Nanti pemandu juga akan mengingatkan kalau ada yang melanggar
protokol. “Dilarang juga pegang-pegang bangunan dulu,†tambahnya.
Wakil
Wali Kota Jogja, Heroe Poerwadi (HP) yang memantau langsung dibukanya kembali
Taman Sari juga menegaskan, pengunjung diwajibkan memakai masker, mencuci
tangan, pengukuran suhu tubuh, memindai QR code y. Ketika lolos pengukuran suhu
dibwah 37,5 derajat celcius pengunjung bisa membeli tiket masuk dan menunggu di
ruang tunggu y. “Protokol yang kami minta bukan minimal tapi secara maksimal,â€
ujar Ketua Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Kota Jogja itu.
Protokol
secara maksimal, yaitu tidak hanya cukup dengan memakai masker, social
distancing, dan mencuci tangan. Melainkan, juga harus membatasi kapasitas orang
yang masuk dalam satu kawasan atau zona. Melakukan perputaran jalur atau jalur
satu arah yang membuat orang tidak berpapasan. Menjamin tidak ada
sentuhan-sentuhan barang oleh pengunjung. Dan harus ada satgas Covid-19 yang
akan memantau maupun memonitor setiap pengunjung terkait kepatuhannya terhadap
protokol Covid-19 yang ditegakkan. “Ini sudah dijalankan di Taman Sari. Tapi
untuk destinasi wisata atau layanan-layanan umum tiga protokol dasar saja tidak
cukup,†jelas HP.
Menurut
dia, pentingnya satgas Covid-19 adalah yang akan memberikan jaminan protokol
tersebut akan dijalankan dengan baik. Maka, satgas setiap destinasi wisata ini
harus dibuat untuk memaksimalkan penegakan protokol. Atau selalu bisa menjaga
agar protokol Covid-19 bisa dijalankan dengan maksimal. “Satgas yang menunjuk
ya dari mereka (pelaku wisata). Harus ada penanggungjawab pelaksanaan protokol
kesehatan,†tuturnya.
Hingga
saat ini, beberapa obwis yang sudah melakukan simulasi menuju new normal selain
Taman Sari, lebih dulu adalah kawasan Malioboro, Taman Pintar, dan Gembira Loka
Zoo. Pun tidak setiap pelaku wisata yang mengajukan simulasi akan langsung
lolos verifikasi.
Sebelumnya,
mantan wartawan itu menambahkan, saat ini yang paling penting memberikan jaminan
aman. Jika aman, orang akan datang. HP menyebutkan, keamananan akan menjadi
daya tarik utama bagi wistawan saat pandemi ini. Pihaknya selalu memonitoring
baik tempat ibadah, beberapa destinasi wisata, kampung-kampung wisata, dan
sebagainya.
HP
juga merencanakan akan mengundang kampung-kampung teetentu untuk datang ke
salah satu obwis. Untuk mengendorkan rasa bosannya. Selain itu, juga untuk
membiasakan masyarakat untuk memasuki protokol kesehatan di tempat-tempat umum.
“Mungkin kalau di rumah atau di kampungnya kan bisa kendor protokolnya, nah itu
diuji coba. Patuh tidak mereka,†jelas dia.
Ketua
DPD Gabungan Industri Pariwisata DIJ Bobby Ardiyanto Setyo Ajie menyampaikan,
protokol kesehatan sangatlah penting. Jika teledor dalam mengelola atau memberikan
pelayanan dapat berisiko sampai dengan ditutupnya destinasi. “Ini tugas bersama
pemerintah tidak bisa melakukan sendiri, karena dampaknya akan dirasakan
bersama,†jelasnya.