PALANGKA
RAYA – Urban Aquarum Forum 2019 yang
diselenggarakan Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Kalteng menghadirkan pembicara
kunci Prof Dr Takanobu Inoue Vice
President Toyabashi University of Technology Jepang, serta sejumlah pembicara
nasional dan Kalteng.Tak hanya arsitek, Forum yang dilaksanakan Kamis (21/11)
ini juga diikuti oleh peserta dari berbagai latar belakang keilmuan.
“Hasil
kaloborasi ini bisa menjadi rekomendasi bagi berbagai bidang keilmuan,
khususnya bagi arsitek. Saat nanti mendesain,
merancang sesuatu, arsitek bisa memasukan kajian-kajian ilmiah dalam
hasil rancangannya,†ujat Ketua Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Kalteng,
Indrabakti Sangalang, Kamis (21/11).
Indra
berharap melalui forum ini, bisa menggugah kembali masyarakat khususnya arsitek
terhadap kota-kota berbasis air yang selama ini terlupakan. Selain ini air
selalu ada di bagian belakang. Air tidak
diperhatikan lagi. Kadang dianggap masalah, bahkan musuh. “Dulu kita di Kalteng
punya kearifan lokal, berbasis air,†ujar Indra.
Setelah
dibuka oleh Indrabakti, acara dilanjutkan dengan pengantar dari M Cahyo Novianto. Secara singkat ia
memaparkan tentang sejumlah fakta-fakta yang sering tak disadari. Diantaranya
tentang permukaan bumi yang 70 persen adalah air dan hanya 30 persen daratan.
Demikian pula dengan Indonesia, 65 air dan 35 daratan.
Selesai
pengantar acara dilanjutkan dengan paparan dari dua orang pembicara kunci.
Diawali oleh Prof Takanobu Inoue DrEng. Vice President di Toyoshabi University
of Technology ini bebicara tentang Manajemen limpasan air di kota-kota
Jepang dan penanggulangan dihadapkan
pada masalah urbanisasi dan perubahan iklim.
Setelah
Takanobu selesai, dilanjutkan dengan pembicara
lainnya. Diantaranya Prof Dr Abimayu Takdir Alamsyah berbicara tentang
Bina Kembangkan Peantaan Ruang dan Arsitektur Berbasis Air, Jaga Keberlanjutan
Kota Masa Depan. Kemudian Antonio Ismael Risianto MArch yang berbicara tentang
Menuju Arsitektur yang Peduli.
Pada
sesi kedua ada tiga orang pembicara yang tampil. Diawali oleh Dosen Fakultas
Teknik Universitas Palangka Raya Wijanarka MT. Ia mengangkat judul paparannya
Kota Berbasis Handil-Beje: Bentuk Dasar Rancang Kota di Bagian Hilir Kalimantan
yang Mengakomodasi Pergerakan Air Pasar Surut. Pembicara kedua, Dr Ira
Mentayani berbicara tentang Arsitektur Tapi Sungai. Pembicara ketiga, Eka
Swadiansa yang berbicara tentang Munju Peradaban Maritim, dari Palangak Raya
menuju Indonesia. Sesi ketiga atau terakhir, ada tiga penulis paper yang
tampil, yakni Dr Noor Hamidah, Dr Infa Minggawati, Jhon Piter Manalu, dan satu
orang pembicara Don Kamarga. (sma/OL)