26.7 C
Jakarta
Monday, November 25, 2024

Kemenristek Tegaskan Belum Ada Obat yang Dapat Sembuhkan Covid-19

Tim
peneliti Unair, BIN, dan TNI-AD mengklaim telah menemukan obat Covid-19. Hingga
kemarin, obat tersebut masih dikaji Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Hasil kajian tersebut akan memutuskan apakah obat itu bisa diberi izin edar
atau tidak.

Ketua
Konsorsium Riset dan Inovasi Covid-19 Kemenristek Ali Gufron Mukti menyatakan,
sampai kemarin (18/8) belum ada satu pun obat yang dapat menyembuhkan Covid-19.
Ali Gufron Mukti tidak secara spesifik menanggapi temuan Unair. Namun, dia
mengakui bahwa saat ini banyak penelitian yang dilakukan. ’’Ini termasuk
imunomodulator,’’ ujarnya kemarin. Kemenristek telah membentuk konsorsium.

Tujuannya
adalah melakukan penelitian imunomodulator, vaksin, alat kesehatan, obat, dan
terapi untuk Covid-19. Berbagai lembaga terlibat dalam konsorsium itu. Mulai
kementerian, lembaga, universitas, hingga industri. ’’Intinya, obat yang
berguna untuk antivirus, antibiotik, dan yang lain masih dalam proses
penelitian,’’ katanya.

Pernyataan
Ali diamini anggota Komite Nasional Penilaian Obat BPOM Anwar Santoso. Dia
menegaskan bahwa sampai kemarin belum ada yang menyatakan satu obat itu manjur
dan aman untuk Covid-19. Bahkan, Badan Kesehatan Dunia (WHO) pun tidak
memberikan pernyataan resmi yang merekomendasikan satu obat tertentu.

BPOM
mempunyai tugas untuk menyetujui apakah suatu obat bisa diedarkan dan telah diuji
klinis. ’’Dalam uji klinis ada dua variabel yang penting, yakni manfaat secara
sains dan manfaat sosial,’’ ujarnya. Dua hal itu harus terpenuhi semua.
Harapannya, keselamatan dan kesehatan masyarakat terjamin.

Anwar
menyatakan bahwa BPOM memang sedang me-review beberapa uji klinis. Proses itu
tak bisa sembarangan. Sebab, harus dibandingkan dengan standar kontrolnya.
Artinya, ada pasien yang diobati sesuai dengan kesepakatan profesi kedokteran
dan ada pasien yang diobati dengan bahan uji klinis. Jika tanpa pembanding,
tidak bisa disebut uji klinis yang baik. ’’Dalam penelitian harus mendapatkan
hubungan sebab akibat. Faktor penyembuhan penyakitnya banyak,’’ ujarnya.

Baca Juga :  Tren Rumah Retro yang Populer di Era Modern

Pemantauan
obat oleh BPOM, menurut Anwar, mengacu pada standar regulator Food and Drug Administration
dari Amerika dan European Medicines Agency dari Eropa. Reputasi dua lembaga
tersebut diakui dunia. Sebelum ada lampu hijau dari dua lembaga itu, dia
mengimbau agar periset, termasuk universitas, tidak mengumumkan hasilnya kepada
masyarakat. ’’Sebab, bisa jadi ada misinformasi di masyarakat. Seperti yang
saya katakan tadi, uji klinis harus memberikan social value,’’ ucapnya.

Ketua
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia Agus Dwi Santoso menambahkan, sudah ada pedoman
untuk mengobati pasien Covid-19 di tanah air. Pedoman itu dikeluarkan sejak
April. Bermacam terapi sudah diperinci, mulai yang tanpa gejala hingga yang
kritis. ’’Obatnya ini berdasar kondisi masing-masing pasien,’’ tuturnya. Dia
juga menyatakan bahwa sejauh ini belum ada terapi spesifik untuk Covid-19.

Juru
Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Prof Wiku Adisasmito juga
menanggapi obat temuan Unair, BIN, dan TNI-AD. Dia mengatakan, riset obat
Covid-19 telah dilakukan banyak pihak di dunia. ’’Termasuk di Indonesia,’’
katanya di pressroom kantor presiden kemarin (18/8). Wiku menyatakan, testing
atau uji klinis yang dilakukan Unair telah melalui kaji etik. Dia menekankan
bahwa dalam proses uji klinis itu diperlukan transparansi publik. Menurut Wiku,
jajaran Unair, TNI-AD, dan BIN tidak akan berkeberatan menjelaskan proses uji
klinis dan prosedur uji etiknya. ’’Tentu uji klinis harus dijalankan dengan
protokol yang benar. Sesuai standar internasional yang benar,’’ kata guru besar
Universitas Indonesia (UI) itu. Tujuannya, obat yang dihasilkan aman dan efektif.

Wiku
menegaskan, sampai sekarang obat dari Unair itu belum memiliki izin edar.
Sebab, masih di-review BPOM untuk mendapatkan izin edar. Dia menegaskan, obat
tersebut harus memiliki prinsip aman dan efektif. Wiku juga menjelaskan, sampai
sekarang Badan Kesehatan Dunia (WHO) belum menemukan obat standar yang paling
efektif untuk bisa menyembuhkan Covid-19.

Baca Juga :  Ratusan Komunitas Kompak Bagikan Paket Daging Kurban

Sementara
itu, Wakil Ketua Komite Pelaksana Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi
Nasional Jenderal TNI Andika Perkasa menyambangi Balai Kota DKI kemarin.
Bersama Wakil Kepala Polri Komjen Gatot Eddy Pramono, dia datang menemui
Gubernur DKI Anies R. Baswedan. ’’Intinya, kami ingin mendapat update tentang
hal tadi, penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi daerah,’’ ungkap Andika.

Ketika
ditanya soal obat Covid-19, Andika hanya menjawab singkat. ’’Penawaran obat
(Covid-19) nggak ada, belum itu,’’ beber pria yang juga menjabat kepala staf
Angkatan Darat (KSAD) tersebut. Sampai kemarin, obat itu masih menunggu izin
BPOM untuk diproduksi masal. TNI-AD bersama BIN juga masih terus berusaha
mendapat dukungan dana untuk produksi masal obat tersebut.

Sejalan
dengan ikhtiar memproduksi obat Covid-19, TNI-AD juga terus melaksanakan donor
plasma convalescent. Serupa dengan uji klinis obat Covid-19 yang diteliti
Unair, pasien Covid-19 dari Sekolah Calon Perwira (Secapa), Bandung, Jawa
Barat, yang menjadi relawan. Setelah dinyatakan sembuh, mereka ikut mendonorkan
plasma convalescent di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta Pusat. Sampai kemarin,
sudah 214 perwira TNI-AD yang terkena Covid-19 di Secapa yang ikut mendonor.
’’Selasa (kemarin) ada 28 perwira mantan (pasien klaster) Secapa yang donor,’’
kata Kepala Dinas Penerangan TNI-AD (Kadispenad) Brigjen TNI Nefra Firdaus.
Jumlah tersebut bisa jadi akan terus bertambah. Sebab, jumlah pasien Covid-19
klaster Secapa lebih dari seribu orang. Mereka juga sudah diberi pemahaman
mengenai donor plasma convalescent.

Tim
peneliti Unair, BIN, dan TNI-AD mengklaim telah menemukan obat Covid-19. Hingga
kemarin, obat tersebut masih dikaji Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Hasil kajian tersebut akan memutuskan apakah obat itu bisa diberi izin edar
atau tidak.

Ketua
Konsorsium Riset dan Inovasi Covid-19 Kemenristek Ali Gufron Mukti menyatakan,
sampai kemarin (18/8) belum ada satu pun obat yang dapat menyembuhkan Covid-19.
Ali Gufron Mukti tidak secara spesifik menanggapi temuan Unair. Namun, dia
mengakui bahwa saat ini banyak penelitian yang dilakukan. ’’Ini termasuk
imunomodulator,’’ ujarnya kemarin. Kemenristek telah membentuk konsorsium.

Tujuannya
adalah melakukan penelitian imunomodulator, vaksin, alat kesehatan, obat, dan
terapi untuk Covid-19. Berbagai lembaga terlibat dalam konsorsium itu. Mulai
kementerian, lembaga, universitas, hingga industri. ’’Intinya, obat yang
berguna untuk antivirus, antibiotik, dan yang lain masih dalam proses
penelitian,’’ katanya.

Pernyataan
Ali diamini anggota Komite Nasional Penilaian Obat BPOM Anwar Santoso. Dia
menegaskan bahwa sampai kemarin belum ada yang menyatakan satu obat itu manjur
dan aman untuk Covid-19. Bahkan, Badan Kesehatan Dunia (WHO) pun tidak
memberikan pernyataan resmi yang merekomendasikan satu obat tertentu.

BPOM
mempunyai tugas untuk menyetujui apakah suatu obat bisa diedarkan dan telah diuji
klinis. ’’Dalam uji klinis ada dua variabel yang penting, yakni manfaat secara
sains dan manfaat sosial,’’ ujarnya. Dua hal itu harus terpenuhi semua.
Harapannya, keselamatan dan kesehatan masyarakat terjamin.

Anwar
menyatakan bahwa BPOM memang sedang me-review beberapa uji klinis. Proses itu
tak bisa sembarangan. Sebab, harus dibandingkan dengan standar kontrolnya.
Artinya, ada pasien yang diobati sesuai dengan kesepakatan profesi kedokteran
dan ada pasien yang diobati dengan bahan uji klinis. Jika tanpa pembanding,
tidak bisa disebut uji klinis yang baik. ’’Dalam penelitian harus mendapatkan
hubungan sebab akibat. Faktor penyembuhan penyakitnya banyak,’’ ujarnya.

Baca Juga :  Tren Rumah Retro yang Populer di Era Modern

Pemantauan
obat oleh BPOM, menurut Anwar, mengacu pada standar regulator Food and Drug Administration
dari Amerika dan European Medicines Agency dari Eropa. Reputasi dua lembaga
tersebut diakui dunia. Sebelum ada lampu hijau dari dua lembaga itu, dia
mengimbau agar periset, termasuk universitas, tidak mengumumkan hasilnya kepada
masyarakat. ’’Sebab, bisa jadi ada misinformasi di masyarakat. Seperti yang
saya katakan tadi, uji klinis harus memberikan social value,’’ ucapnya.

Ketua
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia Agus Dwi Santoso menambahkan, sudah ada pedoman
untuk mengobati pasien Covid-19 di tanah air. Pedoman itu dikeluarkan sejak
April. Bermacam terapi sudah diperinci, mulai yang tanpa gejala hingga yang
kritis. ’’Obatnya ini berdasar kondisi masing-masing pasien,’’ tuturnya. Dia
juga menyatakan bahwa sejauh ini belum ada terapi spesifik untuk Covid-19.

Juru
Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Prof Wiku Adisasmito juga
menanggapi obat temuan Unair, BIN, dan TNI-AD. Dia mengatakan, riset obat
Covid-19 telah dilakukan banyak pihak di dunia. ’’Termasuk di Indonesia,’’
katanya di pressroom kantor presiden kemarin (18/8). Wiku menyatakan, testing
atau uji klinis yang dilakukan Unair telah melalui kaji etik. Dia menekankan
bahwa dalam proses uji klinis itu diperlukan transparansi publik. Menurut Wiku,
jajaran Unair, TNI-AD, dan BIN tidak akan berkeberatan menjelaskan proses uji
klinis dan prosedur uji etiknya. ’’Tentu uji klinis harus dijalankan dengan
protokol yang benar. Sesuai standar internasional yang benar,’’ kata guru besar
Universitas Indonesia (UI) itu. Tujuannya, obat yang dihasilkan aman dan efektif.

Wiku
menegaskan, sampai sekarang obat dari Unair itu belum memiliki izin edar.
Sebab, masih di-review BPOM untuk mendapatkan izin edar. Dia menegaskan, obat
tersebut harus memiliki prinsip aman dan efektif. Wiku juga menjelaskan, sampai
sekarang Badan Kesehatan Dunia (WHO) belum menemukan obat standar yang paling
efektif untuk bisa menyembuhkan Covid-19.

Baca Juga :  Ratusan Komunitas Kompak Bagikan Paket Daging Kurban

Sementara
itu, Wakil Ketua Komite Pelaksana Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi
Nasional Jenderal TNI Andika Perkasa menyambangi Balai Kota DKI kemarin.
Bersama Wakil Kepala Polri Komjen Gatot Eddy Pramono, dia datang menemui
Gubernur DKI Anies R. Baswedan. ’’Intinya, kami ingin mendapat update tentang
hal tadi, penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi daerah,’’ ungkap Andika.

Ketika
ditanya soal obat Covid-19, Andika hanya menjawab singkat. ’’Penawaran obat
(Covid-19) nggak ada, belum itu,’’ beber pria yang juga menjabat kepala staf
Angkatan Darat (KSAD) tersebut. Sampai kemarin, obat itu masih menunggu izin
BPOM untuk diproduksi masal. TNI-AD bersama BIN juga masih terus berusaha
mendapat dukungan dana untuk produksi masal obat tersebut.

Sejalan
dengan ikhtiar memproduksi obat Covid-19, TNI-AD juga terus melaksanakan donor
plasma convalescent. Serupa dengan uji klinis obat Covid-19 yang diteliti
Unair, pasien Covid-19 dari Sekolah Calon Perwira (Secapa), Bandung, Jawa
Barat, yang menjadi relawan. Setelah dinyatakan sembuh, mereka ikut mendonorkan
plasma convalescent di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta Pusat. Sampai kemarin,
sudah 214 perwira TNI-AD yang terkena Covid-19 di Secapa yang ikut mendonor.
’’Selasa (kemarin) ada 28 perwira mantan (pasien klaster) Secapa yang donor,’’
kata Kepala Dinas Penerangan TNI-AD (Kadispenad) Brigjen TNI Nefra Firdaus.
Jumlah tersebut bisa jadi akan terus bertambah. Sebab, jumlah pasien Covid-19
klaster Secapa lebih dari seribu orang. Mereka juga sudah diberi pemahaman
mengenai donor plasma convalescent.

Terpopuler

Artikel Terbaru