33.2 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Hati-Hati Unwanted Pregnancy Selama Pandemi

Kampanye#Dirumahaja
digencarkan sejak awal pandemi Covid-19 untuk memutus rantai penularan. Namun,
ada yang tidak diantisipasi: potensi bertambahnya jumlah kehamilan.

Itu
terkait dengan penurunan jumlah pengguna kontrasepsi keluarga berencana (KB)
selama pandemi. Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional
(BKKBN) Hasto Wardoyo kemarin (18/8) membenarkan adanya potensi baby boom
pascapandemi Covid-19.

Dia
menjelaskan, jumlah pemakaian semua jenis kontrasepsi sejak Maret mengalami
penurunan. Menurut catatan BKKBN, jumlah pengguna kontrasepsi di Indonesia
sebanyak 36 juta orang. Penurunan pemakaian selama pandemi ini mencapai 10
persen.

Padahal,
potensi hamil yang putus KB lebih besar.

”Hati-hati
kepada orang yang usianya sangat subur. Begitu dia berhenti menggunakan alat
kontrasepsi, dalam waktu setahun, 87−92 persen bisa hamil. Ini terutama yang
usianya antara 20−30 tahun,” tutur Hasto.

Jika
yang putus pemakaian kontrasepsi sebesar 10 persen, akan ada maksimal 3,6 juta
yang berpotensi hamil. Menurut perhitungannya, risiko kehamilan bisa bertambah
370 ribu−500 ribu.

Hasto
membeberkan beberapa jenis KB. Kalau suntik KB berhenti pada bulan pertama, ada
peluang kehamilan 10 persen.

Baca Juga :  Usaha Kreatif Desa Berlabel Koperasi

Menurut
dia, KB dengan pil ”lebih gawat” lagi. Dalam arti, jika stop minum pil KB,
kesuburan cepat kembali. ”Hal ini terjadi dengan catatan suami istri bertemu dan
dalam usia subur,” katanya.

Yang
paling dikhawatirkan saat ini adalah unwanted pregnancy atau kehamilan yang
tidak dikehendaki. Jumlahnya tidak sedikit, rata-rata 17,5 persen.

Pada
kondisi demikian, ibu biasanya tidak begitu care pada kehamilannya sehingga
berujung pada banyak hal. ”Nah, ini yang kita khawatirkan karena bisa terjadi
aborsi ilegal. Bisa juga terjadi asupan dan perhatian yang kurang pada
kehamilan yang akhirnya menyebabkan angka kematian ibu,” ungkap Hasto.

Fenomena
peningkatan kehamilan yang tak diinginkan selama masa pandemi juga mendapat
sorotan dari Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan
(Menko PMK) Muhadjir Effendy. Menurut dia, itu terjadi akibat penurunan peserta
KB serta putusnya penggunaan kontrasepsi.

Misalnya,
capaian KB pada April 2020 yang terlihat mengalami penurunan dari bulan
sebelumnya. Pada Maret, tercatat 422 ribu orang, sementara April sekitar 371
ribu orang.

Baca Juga :  Kenali Pemicu Terjadinya Perselingkuhan

”Berkurangnya
peserta ini karena khawatir terhadap penularan Covid-19 ketika harus datang ke
fasilitas kesehatan,” paparnya.

Selain
itu, adanya PSBB (pembatasan sosial berskala besar) membuat pergerakan petugas
dan pengelola kegiatan KB mengalami hambatan. Padahal, selama ini petugas di
lapangan banyak mengandalkan tatap muka, kunjungan, dan sosialisasi.

Kehamilan
tanpa perencanaan, lanjut dia, dikhawatirkan berdampak pada 1.000 hari pertama
anak. Periode emas tersebut sangat penting bagi perkembangan anak ke depan.

Dia
mengungkapkan, anak yang sudah terkena stunting di 1.000 hari awal kehidupannya
bisa berdampak pada perkembangan otaknya. ”Fisik mungkin bisa diintervensi,
tapi aspek otak untuk bisa ditingkatkan sangat kecil,” ungkap mantan menteri pendidikan
dan kebudayaan tersebut.

Oleh
sebab itu, dia mendorong BKKBN untuk terus menciptkan inovasi dan membantu para
keluarga di Indonesia. Dia juga mengimbau agar bidan diberi wawasan lebih luas
mengenai perencanaan keluarga. Sehingga nanti bisa lebih aktif membantu
keluarga Indonesia, tidak hanya bertugas membantu lahiran.

Kampanye#Dirumahaja
digencarkan sejak awal pandemi Covid-19 untuk memutus rantai penularan. Namun,
ada yang tidak diantisipasi: potensi bertambahnya jumlah kehamilan.

Itu
terkait dengan penurunan jumlah pengguna kontrasepsi keluarga berencana (KB)
selama pandemi. Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional
(BKKBN) Hasto Wardoyo kemarin (18/8) membenarkan adanya potensi baby boom
pascapandemi Covid-19.

Dia
menjelaskan, jumlah pemakaian semua jenis kontrasepsi sejak Maret mengalami
penurunan. Menurut catatan BKKBN, jumlah pengguna kontrasepsi di Indonesia
sebanyak 36 juta orang. Penurunan pemakaian selama pandemi ini mencapai 10
persen.

Padahal,
potensi hamil yang putus KB lebih besar.

”Hati-hati
kepada orang yang usianya sangat subur. Begitu dia berhenti menggunakan alat
kontrasepsi, dalam waktu setahun, 87−92 persen bisa hamil. Ini terutama yang
usianya antara 20−30 tahun,” tutur Hasto.

Jika
yang putus pemakaian kontrasepsi sebesar 10 persen, akan ada maksimal 3,6 juta
yang berpotensi hamil. Menurut perhitungannya, risiko kehamilan bisa bertambah
370 ribu−500 ribu.

Hasto
membeberkan beberapa jenis KB. Kalau suntik KB berhenti pada bulan pertama, ada
peluang kehamilan 10 persen.

Baca Juga :  Usaha Kreatif Desa Berlabel Koperasi

Menurut
dia, KB dengan pil ”lebih gawat” lagi. Dalam arti, jika stop minum pil KB,
kesuburan cepat kembali. ”Hal ini terjadi dengan catatan suami istri bertemu dan
dalam usia subur,” katanya.

Yang
paling dikhawatirkan saat ini adalah unwanted pregnancy atau kehamilan yang
tidak dikehendaki. Jumlahnya tidak sedikit, rata-rata 17,5 persen.

Pada
kondisi demikian, ibu biasanya tidak begitu care pada kehamilannya sehingga
berujung pada banyak hal. ”Nah, ini yang kita khawatirkan karena bisa terjadi
aborsi ilegal. Bisa juga terjadi asupan dan perhatian yang kurang pada
kehamilan yang akhirnya menyebabkan angka kematian ibu,” ungkap Hasto.

Fenomena
peningkatan kehamilan yang tak diinginkan selama masa pandemi juga mendapat
sorotan dari Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan
(Menko PMK) Muhadjir Effendy. Menurut dia, itu terjadi akibat penurunan peserta
KB serta putusnya penggunaan kontrasepsi.

Misalnya,
capaian KB pada April 2020 yang terlihat mengalami penurunan dari bulan
sebelumnya. Pada Maret, tercatat 422 ribu orang, sementara April sekitar 371
ribu orang.

Baca Juga :  Kenali Pemicu Terjadinya Perselingkuhan

”Berkurangnya
peserta ini karena khawatir terhadap penularan Covid-19 ketika harus datang ke
fasilitas kesehatan,” paparnya.

Selain
itu, adanya PSBB (pembatasan sosial berskala besar) membuat pergerakan petugas
dan pengelola kegiatan KB mengalami hambatan. Padahal, selama ini petugas di
lapangan banyak mengandalkan tatap muka, kunjungan, dan sosialisasi.

Kehamilan
tanpa perencanaan, lanjut dia, dikhawatirkan berdampak pada 1.000 hari pertama
anak. Periode emas tersebut sangat penting bagi perkembangan anak ke depan.

Dia
mengungkapkan, anak yang sudah terkena stunting di 1.000 hari awal kehidupannya
bisa berdampak pada perkembangan otaknya. ”Fisik mungkin bisa diintervensi,
tapi aspek otak untuk bisa ditingkatkan sangat kecil,” ungkap mantan menteri pendidikan
dan kebudayaan tersebut.

Oleh
sebab itu, dia mendorong BKKBN untuk terus menciptkan inovasi dan membantu para
keluarga di Indonesia. Dia juga mengimbau agar bidan diberi wawasan lebih luas
mengenai perencanaan keluarga. Sehingga nanti bisa lebih aktif membantu
keluarga Indonesia, tidak hanya bertugas membantu lahiran.

Terpopuler

Artikel Terbaru