Sudah
pernah coba pedasnya Cabai Rawit Setan Kredit? Atau mencicipi renyahnya Kacang
Panjang Setan Ladang? Kalau pernah merasai, selamat, berarti Anda merupakan
satu di antara sekian konsumen Panen Apa Hari Ini (Pari).
Pari
merupakan kolaborasi seniman Jogja Anang Saptoto dengan para petani di Kulonprogo,
Jogjakarta. Pari itu tidak hanya usil di nama produknya. Tetapi, juga
memberikan layanan ekstra buat pelanggan.
â€Setiap
pelanggan yang setelah bertransaksi, saya foto secara gratis di sudut rumah
yang dianggap favorit. Saya foto mereka beberapa kali dengan berbagai pose beserta
belanjaannya,†kata Anang.
Foto
itu kemudian dia edit. â€Lalu, saya berikan sebagai ucapan terima kasih,†tambah
bapak satu anak itu.
Dalam
memotret pelanggan, Anang tak main-main dan tidak sekadar memakai kamera lensa
telepon seluler.
Foto
diri pembeli plus produk Pari yang dibelinya oleh Anang kemudian dimontase.
Misalnya, yang diunggah di laman Pari, seseorang berjalan di tegalan tetapi
bagian atas tubuhnya adalah lombok rawit. â€Ada juga yang pesen neko-neko,
misalnya bagian itunya diganti pare,†ucap Anang, lantas terbahak.
Alumnus
Institut Seni Indonesia (ISI) Jogja itu menceritakan, ide Pari tersebut
terbentuk sebelum Lebaran tahun ini. Anang saat itu tergabung sebagai relawan
di dapur umum buat korban pandemi Covid-19. Anang yang saat itu mencari bahan
kebutuhan dapur umum kemudian menghubungi Sofyan, salah seorang petani di
kawasan pesisir Kulonprogo.
Anang
dan Sofyan sudah lama kenal. Sebab, Anang pernah terlibat dalam pendampingan
dan perlawanan beberapa kelompok petani pesisir Kulonprogo yang jadi korban
penggusuran pembangunan Yogyakarta International Airport (YIA).
Dari
hasil obrolan dengan Sofyan, seniman yang pernah melakukan residensi di Taiwan
itu berkata, Pari berusaha memotong jalur distribusi hasil panen petani. Jika
biasanya hasilnya dibeli tengkulak lalu diecer ke pedagang pasar baru sampai di
konsumen, jalur yang dibangun Pari lebih ringkas.
Hasil
petani dibeli Anang, lalu diunggahnya di kanal medsos yang dibuatnya khusus
untuk Pari. Untuk harga yang dipasang, Anang menyesuaikan dengan harga di pasar
tradisional.
Nah,
saat katalog panen satu Pari diluncurkan sekitar setelah Lebaran, tak ada
produk panen yang laku. Anang ingat bagaimana dirinya salah urus dalam
menangani sayur tersebut.
Ceritanya,
gara-gara ingin produk yang dijualnya terlihat bersih, Anang mencuci semua
sayuran, lalu ditaruh keranjang. Sementara itu, promosi di medsos baru berjalan
dua hari, sayuran sudah layu, kering, ada pula yang menuju pembusukan.
Patah
satu, tumbuh seribu. Mendapat masukan dari Sofyan soal penanganan sayur, Anang
pun kini sudah bisa membedakan mana jenis sayuran yang harus dicuci, hanya butuh
dilap, juga diangin-anginkan.
Selain
itu, nama-nama produknya dibuat menggelitik. Mulai Pare Anti Rasis, Timun
Jangan Sering Ngelamun, Bawang Merah Stop Pembalakan Hutan, hingga Terong
Saling Tolong.
Baca
juga: Cukup Pupuk Dua Sendok, lalu Biarkan Alam Yang Bekerja
â€Pari
ini niaga elektronik jadi-jadian. Malah, apa yang saya lakukan ini kalau
disebut niaga elektronik masih level cupu,†kata Anang.
Berkat
inovasi visual produk, distribusi yang diantar langsung kepada konsumen, kini
produk Pari laku keras. Untuk panen kelima, Anang malah dua kali pergi ke
Temon, Kulonprogo, buat mengambil hasil panen petani di sana. Jika di panen
pertama Anang berbelanja sekitar Rp 100 ribu di petani pesisir, kini naik
menjadi Rp 400 ribu.
Sofyan
ketika dihubungi Jawa Pos mengatakan, meski kolaborasi kelompok petaninya
dengan Anang di Pari belum berdampak signifikan, dirinya senang apa yang
dilakukan Pari.
â€Petani
terbantu jalur distribusi, lalu konsep memasarkan panen di niaga elektronik,
dan harga yang tak merugikan sangat membantu kami. Menurut kami, Pari ini tidak
sekadar cari untung, namun juga memberdayakan masyarakat pesisir,†tutur
Sofyan.
Bagaimana
dengan para konsumen? Gatari Surya Kusuma, pegiat sosial KUNCI Cultural Studies
Center Jogja, memberikan angka sepuluh untuk produk maupun pelayanan yang
dilakukan Pari. â€Saya tahu Pari karena Anang gencar melakukan promosi lewat
medsos, juga obrolan WhatsApp. Saya mendukung gerakan perdagangan adil sebagai
upaya memotong rantai distribusi panjang yang sering merugikan petani,†tulis
Gatari dalam pesan WhatsApp kepada Jawa Pos.