Pandemi
Covid-19 telah mempengaruhi hampir seluruh aspek kehidupan masyarakat Indonesia
termasuk dalam rutinitas kehidupan sehari-hari. Psikologis seseorang juga
dibuat panik dan stres, begitu juga dalam hubungan asmara atau percintaan.
Bagi
pasangan berumah tangga, selalu berada di rumah dalam masa isolasi dapat
menjadi tantangan tersendiri. Dalam webinar yang mengusung tema ‘Love in The
Time of Corona’, Jumat (6/11), dikupas bagaimana pasangan bisa tetap romantis
dan harmonis di dalam keluarga di tengah situasi pandemi saat ini.
“Kami
mengerti situasi pandemi tentu memberikan dampak tidak hanya dalam segi
eksternal, namun juga dalam segi hubungan internal dalam keluarga. Untuk itu
kami percaya, selain memberikan kualitas pendidikan terbaik untuk anak,
memelihara dan menjaga kualitas hubungan rumah tangga juga penting untuk tumbuh
kembang psikologi anak dan lingkungan keluarga yang sehat,†kata School
Director Sampoerna Academy Mustafa Guvercin.
Menurut
data SurveyMETER pada Juli 2020, tingkat kecemasan dan depresi penduduk Indonesia
pada masa pandemi cukup tinggi, yaitu 55 persen dari 3.533 responden mengalami
kecemasan. Dan 58 persen di antaranya mengalami depresi.
Hal-hal
eksternal seperti perubahan kondisi perekonomian, pendidikan, ataupun sosial
menjadi penyebab munculnya stresor internal rumah tangga yang dapat mengganggu
efektivitas komunikasi pasangan dalam hubungan pernikahan. Hal ini juga
dibuktikan oleh hasil riset Komnas Perempuan Indonesia pada 2020 yang
menunjukkan masih ada 10,3 persen pasangan dari 2.285 responden yang mengalami
ketegangan dalam pernikahan selama pandemi. Dan dengan tingkat kerentanan
pasangan menikah lebih tinggi sebesar 12 persen dibandingkan pasangan belum
menikah yaitu 2,5 persen.
“Dalam
menghadapi situasi saat ini, pasangan masih berada dalam zona normal jika mulai
mengalami kewalahan, merasa cemas akan masa depan, merindukan masa lalu, dan
menganggap pasangan tidak membantu mengurus anak. Selanjutnya pasangan dianggap
berada di zona merah jika sudah muncul perasaan kesepian, keinginan untuk berpisah,
bahkan terjadi tindakan kekerasan,†kata Psikolog dan Co-founder Tiga Generasi,
Saskhya Aulia Prima.
Meski
demikian, Saskhya menjelaskan berdasarkan riset kolaborasi Universitas Stony
Brook, Towson, dan Northwestern di tahun 2017, kondisi ini dapat dihadapi
dengan ‘Romantic Competence’ atau ‘Kompetensi Hubungan’. Sehingga pasangan
dapat memperkuat hubungan mereka dengan belajar menghargai satu sama lain
melalui persepsi masing-masing, mampu menunjukkan kerentanan diri, dan merubah
diri untuk kualitas hubungan yang lebih baik. Dia juga menegaskan ada 4 langkah
penting yang perlu diingat.
“Yaitu
LOVE (Listen, Occasionally do new things, Validate, dan Expectless),†tuturnya.
1.
Listen
Mendengarkan
pasangan dan berikan batasan pribadi bagi pasangan. Psikolog dan Co-Founder
Tiga Generasi, Putu Andani ikut menjelaskan bahwa mendengarkan pasangan
merupakan hal paling sulit dilakukan.
“Kita
seringkali tidak benar-benar mendengar pasangan kita dan cenderung melakukan
hal lain seperti melamun, menghakimi, atau bahkan melawan pasangan. Hal inilah
yang disebut Blocks to Listen atau Halangan Mendengar,†jelas Putu.
Sehingga
melalui assessment test bisa diketahui tipe listening blocking kita begitu juga
dengan pasangan, apakah kita sudah berada di posisi mind-reading, rehearsing,
atau ternyata masih berada di posisi judging. Hasil dari tes ini akan membantu
pasangan menemukan titik permasalahan dan dapat meningkatkan efektivitas
komunikasi mereka.
2.
Occasionally Do New Things
Cobalah
sesekali melakukan hal baru bersama pasangan. Pasti akan lebih mengasyikkan
apalagi selama pandemi.
3.
Validate
Validasi
perasaan satu sama lain untuk menjaga koneksi pasangan. Yaitu rasa saling
menghargai, memuji, dan menghormati pasangan.
4.
Expect-less
Cinta
itu ikhlas dan pengorbanan. Berharap lebih sedikit dan saling menguatkan satu
sama lain adalah hal yang paling tulus dalam hubungan.