Kepedulian
Eko Subiyantoro terhadap pencegahan kanker sangatlah besar. Saking besarnya,
pria 47 tahun ini nekat melakukan perjalanan menggunakan sepeda menyusuri jalan
trans Kalimantan, demi mengampanyekan pencegahan kanker pada anak. Perjalanan
itu dimulai dari Banjarmasin, Kalimantan Selatan.
ARNOLDUS MAKU, Palangka
Raya
EKO Subiyantoro namanya.
Direktur eksekutif Tangan-Tangan Relawan itu berniat menjelajahi separuh pulau
Kalimantan hanya dengan mengayuh sebuah sepeda. Jika sebelumnya tour
menggunakan sepeda hanya dilakukan separuh atau beberapa kilometer lalu
dijemput dan lain sebagainya, tapi kini pria kelahiran Situbondo ini berniat
bersepeda hingga titik yang dikehendaki.
“Aku sudah cek semua,
mas. Kalau dari Palangka ke Sampit sudah ada. Dari Banjarmasin ke Kapuas sudah
ada. Yang belum ada itu dari Banjarmasin ke Pontianak. Saya hanya menggunakan
sepeda saja,†kisahnya kepada Kalteng Pos, Kamis (17/7).
Perjalanan panjang
seorang diri ini bukan tanpa alasan atau sekadar mencari popularitas. Pegawai
Kementerian Lingkungan Hidup Provinsi Kalimantan Selatan ini ternyata bersepeda
sembari merefleksikan diri dan mengampanyekan kepada setiap masyarakat yang
dijumpainya, soal kepedulian dan pentingnya menjaga keluarga dari serangan
penyakit kronis kanker.
“Saya bersepeda mulai
dari Banjarmasin. Nanti akan sampai ke Pontianak. Ini juga sambil merefleksikan
diri. Makanya pacuan sepeda saya kecepatannya tidak lebih dari 18 km/jam,â€
kisahnya sambil menenggak air putih.
Lanjutnya, perjalanan
itu juga dilakukan untuk membawa misi peduli kanker, dengan berdiskusi dan mengampanyekan
pencegahan kanker kepada mereka yang dijumpainya atau titik di mana ia
beristirahat.
Salah satu hasil
refleksi yang diperolehnya dalam perjalanan dari Banjarmasin menuju Palangka Raya,
bahwa kelelahan yang diperolehnya saat memacu sepeda jenis MTB yang
dimodifikasi ini, tak seberapa jika dibandingkan penderitaan dan perjuangan
para penderita kanker, khususnya anak-anak.
“Hikmah yang saya
dapatkan dari Banjarmasin ke Palangka Raya ialah bagaimana saya membayangkan
betapa susahnya para anak-anak usia ceria dan gembira, yang harus bertahan dan
berjuang dengan kankernya. Kebahagiaan mereka direnggut oleh karena penyakit mematikan
itu,†jelasnya.
Berkaitan dengan kampanyenya
tentang kepedulian pada anak-anak pengidap kanker, pengusaha tenda jadi ini
sangat berharap bahwa masyarakat mesti memiliki kesadaran akan itu.
Kepeduliannya pada
kanker anak tak lahir begitu saja. Pria lulusan SMA ini justru terpanggil
karena pernah mengalami situasi penuh penderitaan pada beberapa tahun lalu.
Penderitaan itu melumpuhkan fisik maupun kehidupan ekonominya. Beruntungnya
bahwa ia bisa bangkit dari keterpurukan situasi saat itu berkat uluran tangan
sesama.
“Usai kecelakaan itu,
saya sama sekali menderita. Kaki patah dan sejumlah bagian fisik remuk. Saya tak
bisa berdaya,†ujarnya.
Lanjutnya, meski dalam
situasi penuh keterbatasan itu, masih ada orang yang mau dan peduli memberikan bantuan.
Awalnya saya dan keluarga berinisiatif untuk berutang.
“Ketika mau operasi
kaki, saya dan istri meminjam uang ke beberapa orang. Mereka kemudian membantu
dan akhirnya saya sembuh total. Tetapi akan dikembalikan uang pinjaman, malah
ditolak mereka. Kata mereka itu adalah pemberian ikhlas, karena mereka sangat
mengharapkan saya sembuh total,†ceritanya sembari mengenang memori pedih lima
tahun silam.
Tak hanya bantuan
materiel, tetapi dorongan motivasi orang-orang sekitar sangat menguatkan
hatinya. Akhirnya ia pun sembuh total.
“Inilah dasar atau
pijakan bagi saya untuk berbuat baik kepada sesama, teristimewa pada anak-anak
yang menderita kanker,†sebutnya.
Eko menjelaskan, keterpanggilan
dirinya untuk memerhatikan anak-anak penderita kanker, bertolak dari pengalaman
pribadinya ketika didatangi oleh seorang anak laki-laki bersama sang ibu.
“Pernah sekali saya
merasakan pengalaman yang luar biasa. Ada seorang ibu bersama anaknya bernama
Saldi datang ke rumah saya. Ujuk-ujuk saya diminta dan dipaksa anak itu untuk
dimandiin. Eh ternyata anak itu sudah lama kehilangan ayah dan bermimpi untuk
dimandiin oleh seorang ayah,†jelasnya.
Yang sangat menyayat
hati Eko, karena setelah dimandiin itu, tak lama kemudian sang anak pengidap
kanker itu meninggal.
Pada akhir perbincangan,
Eko mengatakan bahwa saat ini ia telah memiliki Rumah Singgah Kanker Anak
(Rumah Kita) yang mulai beroperasi 5 Maret 2018 lalu. Namun, ia belum memiliki
bangunan sendiri. Terpaksa harus menyewa sebauah rumah dengan biaya sewa Rp23
juta per tahun.
“Segala bantuan atau donasi dari misi
Bersepeda 1.300 Km untuk Rumah Singgah Kanker Anak ini, akan digunakannya untuk
pembelian atau pembuatan Rumah Singgah Kanker Anak. Insyaallah suatu saat tidak
menyewa lagi,” tutup Eko. (*/ce/ala)