Pasein 04 Ergon Pranata Pieters, ahirnya dapat bernafas
lega setelah dinyatakan sembuh dari corona virus atau covid-19. Tekadnya untuk
sembuh dan melalui masa-masa sulit tidak lepas dari dukungan semua pihak,
terutama tim medis yang sangat care dan membantu serta mendukung untuk sembuh.
Selain itu, dukungan kekuarga dan teman-teman Ergon juga,
diakuinya sangat berdampak besar dalam memotivasinya untuk sembuh.
Arjoni, Palangka Raya
PADA 29 Februari lalu, Ergon bersama beberapa mentornya
Pendeta Hendrik baru pulang dari Bogor dalam kegiataan kegerejaan. Setelah
pulang dari Bogor, Ergon mengalami demam disertai dengan menggigil dan sedikit
batuk.
Ergon yang memiliki riwayat penyakit vertigo, tidak
menyangka akan ditetapkan sebagai pasien dalam pengawasan (PDP) corona virus
atau covid-19. Namun takdir berkata lain, Ergon ditatapkan sebagai PDP. Bahkan
setelah diperiksa laboratorium dia dinyatakan positif covid-19.
“Setelah pulang dari Bogor, tanggal 1 Maret saya
demam. Dan sekitar tanggal 17 Maret saya demam, sempat menggil, batuk sedikit.
Cuma karena saya awalnya vertigo kambuh dibawa ke RS Siloam. Dan dilakukan
observasi dan dinyatakan PDP, lalu di 17 Maret di rujuk ke Rumah Sakit Doris Sylvanus
(RSDS),” kata Ergon menceritakan.
Dinyatakan PDP, membuat Ergon gelisahl, dan puncak
kegelisahan itu terjadi pada saat sebelum keluarnya hasil pemeriksaan sweb
laboratorium. Dia pun mengaku kebungingan dengan penetapan sebagai PDP
covid-19.
Banyak pertanyaan yang muncul dibenaknya, diantaranya
terkait tindak rumah sakit untuk, kesembuhan. Hal itu membuat air matanya jatuh
tak terasa.
“Setelah sampai RSDS saya tidak tahu ngapain dan apa
yang dilakukan rumah sakit, saya tidak tahu. Kapan saya sembuh, saya tidak
tahu. Masa-masa penantian positif dan negatif covid-19 itulah, masa-masa paling
besar rasanya,†ungkap pelayan Jamaat Gereja GPIB Ebenhaezer Palangka Raya ini.
26 Maret Ergon ditetapkan sebagai pasien positif corona, setelah dilakukan perawatan dan penantian
panjang yang melelahkan. Terisolasi sendiri tanpa sanak famili dan kerabat yang
mendampingi.
Hp menjadi sahabat dekatnya setiap hari. Melalui Hp dia
berkomunikasi dengan kekuarga dan kerabat. Selama perawatan dukung dokter,
perawat, dan jemaat menjadi kekuatan tersendiri bagi Ergon melalui masa-masa
sulit.
“Ketika dinyatakan positif saya sudah siap. Karena
semua hal sudah saya lalui. Dukungan dan doa teman-teman yang begitu besar
membuat saya bisa bertahan sampai seperti saat ini,” ujarnya.
Peran tenaga medis sangat besar bagi Ergon, dalam melalui
masa-masa sulit di ruang isolasi. Dan perjuanganya bersama dokter, perawat, dan
jamaat tersebut membuahkan hasil dengan kesembuhan. Petugas gereja inipun
sempat khawatir dengan rekan-rekannya karena ada kontak.
“Kebetulan saya betugas di Gereja Ebenhaezer. Dan
sempat melakukan kontak dengan mereka, tapi mereka sangat kooperatif terhadap
anjuran dinas Kesehatan. Mereka langsung memeriksakan diri dan mengisolasi diri
serta minum obat. Dan kebutuhan saya di RSDS terpenuhi oleh tenaga medis. Dan
vertigo saya juga ditangani, bukan hanya covidnya,” ucapnya.
Keluar dari ruang isolasi menurut Ergon seperti keluar dari
zona nyaman. Alasannya begitu sederhana, pelayanan dan penanganan putugas medis
membuatnya seolah keluar dari tempat yang nyaman dan aman.
“Pagi tadi saya bangun, saya belum dapat informasi
dari dokter. Tetapi di grup WA ada yang mengatakan Ergon selamat kau sembuh.
Saya belum dapat apa-apa dari rumah sakit, jadi simpang siur Info itu. Dan saya
kira teman kamar sebelah saya yang negatif, karena sudah lama. Dan saya
dinyatakan sembuh ini suatu yang luar biasa. Jadi saya merasa keluar dari
tempat yang indah, karena dokter dan perawat yang care dan peduli,” kata
Ergon.
Ergon memberikan kesaksian, virus ini tidak lebih dari DBD
dan HIV yang menekan sistem kekebalan tubuh. Virus ini akan menyerang siapa
saja, dan bagi yang kekebalan tubuh kurang atau ada riwat penyakit lain, ini
akan bertambah buruk.
“Khawatir pasti ada, tetapi kelola lah kekhawatiran
itu agar tidak meperburuk keadaan. Kalau kekebalan tubuh baik, maka virus ini
akan dapat disembuhkan. Saya anjurkan isolasi diri dan jaga daya tahan tubuh. Dan kalua memang
orangtua sangat rentan,” tegasnya.
Dia juga mengajak masyarakat berdoa, agar pasien lainnya
juga cepat sembuh begitu juga dengan mentornya Pendeta Hendrik yang satu ruang
isolalsi hanya beda kamar tersebut.