25.6 C
Jakarta
Saturday, November 23, 2024

Sejarah Iduladha dan Ketaatan Nabi Ibrahim AS

KALTENGPOS.CO – Kisah atau sejarah qurban berawal dari persitiwa
Nabi Ibrahim yang akan menyembelih putranya Nabi Ismail AS. Kemudian disiarkan
oleh Nabi terkahir Muhammad Salallahu’alaihi wassalam yang menganjurkan umat
Islam untuk menyembelih qurban di hari raya Haji atau Iduladha. Beginilah
sejarah qurban dimulai dari kisah Nabi Ibrahim alaihissalam dan nabi Ismail
alaihissalam.

Telah dikisahkan bahwa Nabi
Ibrahim AS tidak memiliki anak hingga di masa tuanya, pasa umur kurang lebih
80-tahun. Lalu beliau berdoa kepada Allah.

“Ya Tuhanku, anugerahkanlah
kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh. (QS Ash-Shafaat)

Kemudian Allah memberikan
kepadanya kabar gembira akan lahirnya seorang anak yang sabar. Dialah Ismail,
yang dilahirkan oleh Hajar. Menurut para ahli sejarah, Nabi Ismail AS lahir ketika
Nabi Ibrahim AS berusia 86 tahun. Wallahu a’lam.

Nabi Ibrahim kemudian membawa
Hajar dan Ismail, yang waktu masih bayi dan menyusu pada ibunya, ke Makkah.
Pada saat itu di Makkah tidak ada seorang pun dan tidak ada air. Nabi Ibrahim AS meninggalkan mereka disana beserta geribah yang di dalamnya terdapat kurma serta
bejana kulit yang berisi air.

Setelah itu Nabi Ibrahim
berangkat dan diikuti oleh Hajar seraya berkata,

“Wahai Ibrahim, kemana engkau
hendak pergi, apakah engkau akan meninggalkan kami sedang di lembah ini tidak
terdapat seorang manusia pun dan tidak pula makanan apapun?”

Pertanyaan itu diucapkan
berkali-kali, namun Nabi Ibrahim AS tidak menoleh sama sekali, hingga akhirnya
Hajar berkata kepadanya: “Apakah Allah yang menyuruhmu melakukan ini?”

“Ya.” Jawab Nabi Ibrahim AS.

“Kalau begitu kami tidak
disia-siakan.” Dan setelah itu Hajar pun kembali.

Ibrahim pun berangkat sehingga
ketika telah jauh sampai di Tsamiyah, beliau pun menghadapkan wajahnya ke
Baitullah dan berdoa:

“Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku
telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai
tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan kami
(yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian
manusia cenderung kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari buah-buahan,
mudah-mudahan mereka bersyukur.” (QS Ibrahim [14] : 37)

Dan Hajar pun menyusui Ismail dan
minum dari air yang tersedia. Sehingga ketika air yang ada dalam bejana sudah
habis, maka ia dan puteranya pun merasa haus. Lalu Hajar melihat puteranya
merengek-rengek. Kemudian ia pergi dan tidak tega melihat anaknya tersebut.
Maka ia mendapatkan Shafa merupakan bukit yang terdekat dengannya. Lalu ia
berdiri di atas bukit itu dan menghadap lembah sembari melihat-lihat adakah
orang di sana, tetapi ia tidak mendapatkan seorang pun di sana.

Baca Juga :  Gegara Pekerjaan, Risiko Bunuh Diri Dokter dan Wartawan Tinggi

Setelah itu ia turun kembali dari
Shafa dengan susah payah sehingga sampai di lembah. Lalu ia mendatangi bukit
Marwah lalu berdiri di sana seraya melihat-lihat adakah orang di sana. Namun ia
tidak mendapatkan seorang pun di sana. Ia lakukan itu – berlari-lari antara
bukit Shafa dan Marwah – sebanyak tujuh kali. Hingga kejadian ini menjadi salah
satu rukun Ibadah Umrah yang namanya Sa’i. Atau berlari-lari kecil antara bukti
Safa dan Marwah.

Setelah mendekati Marwah ia
mendengar sebuah suara. Ia pun berkata, “Diam!” Maksudnya untuk dirinya
sendiri. Kemudian ia berusaha mendengar lagi hingga ia pun mendengarnya.

“Engkau telah memperdengarkan.
Adakah engkau dapat menolong?”

Tiba-tiba ia mendapati Malaikat.
Kemudian Malaikat itu menggali tanah dengan tumitnya sehingga muncullah air.
Selanjutnya Ibunda Ismail membendung air dengan tangannya dan menciduknya dan
air bertambah deras. Air ini lah dinamakan sumur Zamzam.

Nabi Muhammad bersabda: “Semoga
Allah melimpahkan rahmat kepada Ibu Ismail, jika saja ia membiarkan Zamzam –
atau Beliau berkata: ‘seandainya dia tidak menciduk airnya- niscaya Zamzam menjadi
mata air yang mengalir.”

Kemudian ibunda Ismail minum dari
air itu dan menyusui anaknya.

Ismail tumbuh menjadi besar dan
belajar Bahasa Arab di kalangan Bani Jurhum. Hingga pada suatu hari, ayahnya,
Nabi Ibrahim datang menjumpainya. Allah mengisahkannya di dalam Al-Qur’an:

“Maka tatkala anak itu sampai (pada
umur sanggup) berusaha bersama sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku
sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelih mu. Maka pikirkan
lah apa pendapatmu!” (QS Ash-Shafaat [37] : 102)

Nabi Ibrahim datang menjumpai
anaknya untuk menyampaikan perintah Allah agar menyembelihnya. Permintaan yang
didapati melalui mimpi. Sekedar diketahui, pada zaman Nabi mereka juga sering
menerima wahyu melalui mimpi.

Nabi Ibrahim meskipun sangat
besar kecintaan beliau kepada keluarganya, namun beliau seorang yang teguh dan
taat terhadap perintah Allah. Tidak sedikitpun beliau bergeming, bahkan
bersegera ketika Allah memerintahkannya.

Nabi Ismail pun menjawab: “Hai
bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan
mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”. (QS Ash-Shafaat [37] : 102)

Nabi Ismail meminta ayahnya untuk
mengerjakan apa yang Allah perintahkan. Dan beliu berjanji kepada ayahnya akan
menjadi seorang yang sabar dalam menjalani perintah itu. Sungguh mulia sifat
Nabi Ismail. Allah memujinya di dalam Al-Qur’an:

“Dan ceritakanlah (hai Muhammad
kepada mereka) kisah Ismail (yang tersebut) di dalam Al Quraan. Sesungguhnya ia
adalah seorang yang benar janjinya, dan dia adalah seorang rasul dan nabi.” (QS
Maryam [19] : 54)

Baca Juga :  Rasa Daging Manusia Menurut Para Kanibal – Part 3: Peter Bryan

Allah melanjutkan kisahnya di
dalam Al-Qur’an:“Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan
anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya ).” (QS Ash-Shafaat
[37] : 103)

Ismail ikhlas untuk disembelih
dengan memberi empat permintaan kepada Nabi Ibrahim. Ia berkata,

“Aku hanya meminta dalam
melaksanakan perintah Allah itu, agar ayah mengikatku kuat-kuat supaya aku
tidak banyak bergerak sehingga menyusahkan ayah. Kedua agar menanggalkan
pakaianku supaya tidak terkena darah yang akan menyebabkan berkurangnya
pahalaku dan terharunya ibuku bila melihatnya.

“Ketiga tajamkanlah parangmu dan
percepatkanlah pelaksanaan penyembelihan agar meringankan penderitaan dan rasa
pedihku. Keempat dan yang terakhir sampaikanlah salamku kepada ibuku.
Berikanlah kepadanya pakaianku ini untuk menjadi penghiburnya dalam kesedihan
dan tanda mata serta kenang-kenangan baginya dari putera tunggalnya,” demikian
pesan Ismail kepada Ayahnya Nabi Ibrahim.

Maka kemudian, Ibrahim memeluk
Ismail seraya mencium pipinya dan berkata, “Bahagialah aku mempunyai seorang
putera yang taat kepada Allah, bakti kepada orang tua yang dengan ikhlas hati
menyerahkan dirinya untuk melaksanakan perintah Allah

Usai mendengar jawaban dari
Ismail, Nabi Ibrahim pun siap untuk menyembelih putranya. Diikatnya kedua
tangan dan kaki Ismail, lalu Ismail dibaringkan di atas lantai.

Nabi Ibrahim lalu membaringkan
anaknya di atas pelipisnya (pada bagian wajahnya) dan bersiap melakukan
penyembelihan dan Ismail pun siap menaati perintah ayahnya. Namun kemudian
seketika turunlah wahyu.

“Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu
telah membenarkan mimpi itu sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan
kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian
yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.” (QS
Ash-Shafaat [37] : 104:107)

Allah menguji Nabi Ibrahim dengan
perintah untuk menyembelih anaknya tercinta, dan Nabi Ibrahim dan Ismail pun
menunjukkan keteguhan, ketaatan dan kesabaran mereka dalam menjalankan perintah
itu. Lalu Allah menggantikan dengan sembelihan besar, yakni berupa domba jantan
dari Surga, yang besar berwarna putih, bermata bagus, bertanduk serta diikat
dengan rumput samurah. Wallahu a’lam.

Pada saat itu, dituliskan bahwa
semesta beserta isinya mengucapkan takbir demi mengagungkan kebesaran Allah SWT
atas kesabaran yang dimiliki Nabi Ismail dan Nabi Ibrahim dalam menjalankan
perintah Allah yang berat tersebut.

Kisah pengorbanan Nabi Ibrahim
dan Nabi Ismail itulah kemudian menjadi awal mula penyembelihan hewan kurban
setiap Hari Raya Idul Adha atau Hari Raya Kurban, 10 Dzulhijjah. (**)

KALTENGPOS.CO – Kisah atau sejarah qurban berawal dari persitiwa
Nabi Ibrahim yang akan menyembelih putranya Nabi Ismail AS. Kemudian disiarkan
oleh Nabi terkahir Muhammad Salallahu’alaihi wassalam yang menganjurkan umat
Islam untuk menyembelih qurban di hari raya Haji atau Iduladha. Beginilah
sejarah qurban dimulai dari kisah Nabi Ibrahim alaihissalam dan nabi Ismail
alaihissalam.

Telah dikisahkan bahwa Nabi
Ibrahim AS tidak memiliki anak hingga di masa tuanya, pasa umur kurang lebih
80-tahun. Lalu beliau berdoa kepada Allah.

“Ya Tuhanku, anugerahkanlah
kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh. (QS Ash-Shafaat)

Kemudian Allah memberikan
kepadanya kabar gembira akan lahirnya seorang anak yang sabar. Dialah Ismail,
yang dilahirkan oleh Hajar. Menurut para ahli sejarah, Nabi Ismail AS lahir ketika
Nabi Ibrahim AS berusia 86 tahun. Wallahu a’lam.

Nabi Ibrahim kemudian membawa
Hajar dan Ismail, yang waktu masih bayi dan menyusu pada ibunya, ke Makkah.
Pada saat itu di Makkah tidak ada seorang pun dan tidak ada air. Nabi Ibrahim AS meninggalkan mereka disana beserta geribah yang di dalamnya terdapat kurma serta
bejana kulit yang berisi air.

Setelah itu Nabi Ibrahim
berangkat dan diikuti oleh Hajar seraya berkata,

“Wahai Ibrahim, kemana engkau
hendak pergi, apakah engkau akan meninggalkan kami sedang di lembah ini tidak
terdapat seorang manusia pun dan tidak pula makanan apapun?”

Pertanyaan itu diucapkan
berkali-kali, namun Nabi Ibrahim AS tidak menoleh sama sekali, hingga akhirnya
Hajar berkata kepadanya: “Apakah Allah yang menyuruhmu melakukan ini?”

“Ya.” Jawab Nabi Ibrahim AS.

“Kalau begitu kami tidak
disia-siakan.” Dan setelah itu Hajar pun kembali.

Ibrahim pun berangkat sehingga
ketika telah jauh sampai di Tsamiyah, beliau pun menghadapkan wajahnya ke
Baitullah dan berdoa:

“Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku
telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai
tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan kami
(yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian
manusia cenderung kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari buah-buahan,
mudah-mudahan mereka bersyukur.” (QS Ibrahim [14] : 37)

Dan Hajar pun menyusui Ismail dan
minum dari air yang tersedia. Sehingga ketika air yang ada dalam bejana sudah
habis, maka ia dan puteranya pun merasa haus. Lalu Hajar melihat puteranya
merengek-rengek. Kemudian ia pergi dan tidak tega melihat anaknya tersebut.
Maka ia mendapatkan Shafa merupakan bukit yang terdekat dengannya. Lalu ia
berdiri di atas bukit itu dan menghadap lembah sembari melihat-lihat adakah
orang di sana, tetapi ia tidak mendapatkan seorang pun di sana.

Baca Juga :  Gegara Pekerjaan, Risiko Bunuh Diri Dokter dan Wartawan Tinggi

Setelah itu ia turun kembali dari
Shafa dengan susah payah sehingga sampai di lembah. Lalu ia mendatangi bukit
Marwah lalu berdiri di sana seraya melihat-lihat adakah orang di sana. Namun ia
tidak mendapatkan seorang pun di sana. Ia lakukan itu – berlari-lari antara
bukit Shafa dan Marwah – sebanyak tujuh kali. Hingga kejadian ini menjadi salah
satu rukun Ibadah Umrah yang namanya Sa’i. Atau berlari-lari kecil antara bukti
Safa dan Marwah.

Setelah mendekati Marwah ia
mendengar sebuah suara. Ia pun berkata, “Diam!” Maksudnya untuk dirinya
sendiri. Kemudian ia berusaha mendengar lagi hingga ia pun mendengarnya.

“Engkau telah memperdengarkan.
Adakah engkau dapat menolong?”

Tiba-tiba ia mendapati Malaikat.
Kemudian Malaikat itu menggali tanah dengan tumitnya sehingga muncullah air.
Selanjutnya Ibunda Ismail membendung air dengan tangannya dan menciduknya dan
air bertambah deras. Air ini lah dinamakan sumur Zamzam.

Nabi Muhammad bersabda: “Semoga
Allah melimpahkan rahmat kepada Ibu Ismail, jika saja ia membiarkan Zamzam –
atau Beliau berkata: ‘seandainya dia tidak menciduk airnya- niscaya Zamzam menjadi
mata air yang mengalir.”

Kemudian ibunda Ismail minum dari
air itu dan menyusui anaknya.

Ismail tumbuh menjadi besar dan
belajar Bahasa Arab di kalangan Bani Jurhum. Hingga pada suatu hari, ayahnya,
Nabi Ibrahim datang menjumpainya. Allah mengisahkannya di dalam Al-Qur’an:

“Maka tatkala anak itu sampai (pada
umur sanggup) berusaha bersama sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku
sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelih mu. Maka pikirkan
lah apa pendapatmu!” (QS Ash-Shafaat [37] : 102)

Nabi Ibrahim datang menjumpai
anaknya untuk menyampaikan perintah Allah agar menyembelihnya. Permintaan yang
didapati melalui mimpi. Sekedar diketahui, pada zaman Nabi mereka juga sering
menerima wahyu melalui mimpi.

Nabi Ibrahim meskipun sangat
besar kecintaan beliau kepada keluarganya, namun beliau seorang yang teguh dan
taat terhadap perintah Allah. Tidak sedikitpun beliau bergeming, bahkan
bersegera ketika Allah memerintahkannya.

Nabi Ismail pun menjawab: “Hai
bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan
mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”. (QS Ash-Shafaat [37] : 102)

Nabi Ismail meminta ayahnya untuk
mengerjakan apa yang Allah perintahkan. Dan beliu berjanji kepada ayahnya akan
menjadi seorang yang sabar dalam menjalani perintah itu. Sungguh mulia sifat
Nabi Ismail. Allah memujinya di dalam Al-Qur’an:

“Dan ceritakanlah (hai Muhammad
kepada mereka) kisah Ismail (yang tersebut) di dalam Al Quraan. Sesungguhnya ia
adalah seorang yang benar janjinya, dan dia adalah seorang rasul dan nabi.” (QS
Maryam [19] : 54)

Baca Juga :  Rasa Daging Manusia Menurut Para Kanibal – Part 3: Peter Bryan

Allah melanjutkan kisahnya di
dalam Al-Qur’an:“Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan
anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya ).” (QS Ash-Shafaat
[37] : 103)

Ismail ikhlas untuk disembelih
dengan memberi empat permintaan kepada Nabi Ibrahim. Ia berkata,

“Aku hanya meminta dalam
melaksanakan perintah Allah itu, agar ayah mengikatku kuat-kuat supaya aku
tidak banyak bergerak sehingga menyusahkan ayah. Kedua agar menanggalkan
pakaianku supaya tidak terkena darah yang akan menyebabkan berkurangnya
pahalaku dan terharunya ibuku bila melihatnya.

“Ketiga tajamkanlah parangmu dan
percepatkanlah pelaksanaan penyembelihan agar meringankan penderitaan dan rasa
pedihku. Keempat dan yang terakhir sampaikanlah salamku kepada ibuku.
Berikanlah kepadanya pakaianku ini untuk menjadi penghiburnya dalam kesedihan
dan tanda mata serta kenang-kenangan baginya dari putera tunggalnya,” demikian
pesan Ismail kepada Ayahnya Nabi Ibrahim.

Maka kemudian, Ibrahim memeluk
Ismail seraya mencium pipinya dan berkata, “Bahagialah aku mempunyai seorang
putera yang taat kepada Allah, bakti kepada orang tua yang dengan ikhlas hati
menyerahkan dirinya untuk melaksanakan perintah Allah

Usai mendengar jawaban dari
Ismail, Nabi Ibrahim pun siap untuk menyembelih putranya. Diikatnya kedua
tangan dan kaki Ismail, lalu Ismail dibaringkan di atas lantai.

Nabi Ibrahim lalu membaringkan
anaknya di atas pelipisnya (pada bagian wajahnya) dan bersiap melakukan
penyembelihan dan Ismail pun siap menaati perintah ayahnya. Namun kemudian
seketika turunlah wahyu.

“Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu
telah membenarkan mimpi itu sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan
kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian
yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.” (QS
Ash-Shafaat [37] : 104:107)

Allah menguji Nabi Ibrahim dengan
perintah untuk menyembelih anaknya tercinta, dan Nabi Ibrahim dan Ismail pun
menunjukkan keteguhan, ketaatan dan kesabaran mereka dalam menjalankan perintah
itu. Lalu Allah menggantikan dengan sembelihan besar, yakni berupa domba jantan
dari Surga, yang besar berwarna putih, bermata bagus, bertanduk serta diikat
dengan rumput samurah. Wallahu a’lam.

Pada saat itu, dituliskan bahwa
semesta beserta isinya mengucapkan takbir demi mengagungkan kebesaran Allah SWT
atas kesabaran yang dimiliki Nabi Ismail dan Nabi Ibrahim dalam menjalankan
perintah Allah yang berat tersebut.

Kisah pengorbanan Nabi Ibrahim
dan Nabi Ismail itulah kemudian menjadi awal mula penyembelihan hewan kurban
setiap Hari Raya Idul Adha atau Hari Raya Kurban, 10 Dzulhijjah. (**)

Terpopuler

Artikel Terbaru