31.5 C
Jakarta
Monday, November 3, 2025

Budayawan Nukila Evanty Perjuangkan Suara Perempuan Masyarakat Adat

Budayawan sekaligus aktivis pembela perempuan, Nukila Evanty, memiliki prinsip dan sikap tegas yang tidak mungkin dikompromikannya.

Dia menegaskan sikapnya akan terus menunjukkan keberpihakan pada hak-hak perempuan dengan statusnya saat ini menjabat sebagai salah satu Dewan Direktur Konvensi dari Keanekaragaman Hayati atau Convention on Biological Diversity (CBD) Women’s Caucus Board Members.

Nukila Evanty yang terpilih mewakili Indonesia dan Asia bersama tokoh-tokoh inspiratif dari Italia, Meksiko, Tanzania, Senegal, Kongo, Antigua, dan Barbuda, mengaku memiliki fokus pada ketimpangan suara dan peran perempuan dalam berbagai hal, terutama dalam masyarakat adat.

Sebagai perwakilan tokoh perempuan dari Asia, Nukila mengatakan masyarakat adat terkadang disingkirkan dengan rusaknya lingkungan mereka akibat ambisi dan keserakahan manusia.

Tingginya permintaan sumber daya seperti batubara dan sejenisnya, mengakibatkan terjadinya kerusakan alam, lingkungan, termasuk menyebabkan penurunan keanekaragaman hayati di kawasan Asia secara cepat.

“Asia khususnya Indonesia, menghadapi krisis keanekaragaman hayati, hal ini didorong oleh aktivitas manusia yang rakus, menyebabkan perubahan tata guna lahan (deforestasi), pembangunan infrastruktur yang masif tanpa melibatkan masyarakat lokal dan pertanian yang tidak berkelanjutan,” kata Nukila Evanty dalam keterangannya.

Selain itu, kondisinya bisa semakin parah akibat adanya eksploitasi alam secara berlebihan, perburuan liar, dan ekstraksi sumber daya yang tidak berkelanjutan, dan percepatan perubahan iklim. “Faktor-faktor pemicu ini, dikombinasikan dengan pertumbuhan populasi manusia serta meningkatnya permintaan akan sumber daya,” katanya

Baca Juga :  Rumah Kemalingan, Perhiasan yang Disimpan 20 Tahun Raib

Nukila menambahkan, dalam konteks hilangnya keanekaragaman hayati, pihak yang paling terdampak adalah kaum perempuan.

Tugas utama perempuan dalam beberapa keluarga di Asia, terutama yang marjinal dan patriarki adalah menyediakan kebutuhan untuk keluarganya. Mulai dari air, makanan, dan bahan bakar, termasuk beban pengasuhan.

“Pengalaman saya melakukan advokasi di Malaka dan Kabupaten Kupang di Nusa Tenggara Timur (NTT), saya melihat para kaum ibu, tidak hanya menyediakan makanan untuk keluarga, bahkan mereka sendiri terjun langsung mengambil air dari sumur atau mata air untuk kebutuhan keluarga. Padahal jarak dari rumah ke sumur lumayan jauh,” tuturnya.

“Tak hanya itu, mereka juga harus mengangkat air sendiri.  Ini membuat kaum perempuan tidak memiliki waktu lagi untuk mengembangkan kapasitas diri karena waktu mereka telah tersita hanya untuk mengurus kebutuhan domestik keluarga,” imbuh Nukila.

Nukila juga mengungkapkan, perempuan dalam masyarakat adat meneruskan kearifan lokal dan pengetahuan dalam menjaga biodiversitas atau biodiversitas dari nenek moyang kepada anak-anak mereka.

Baca Juga :  Langgar PSBB, DJ Sexy Ini Dihukum Jadi Penyapu Jalan

Degradasi keanekaragaman hayati yang disebabkan sejumlah faktor yaitu eksploitasi sumber daya alam secara berlebihan, polusi, dan perubahan iklim, berdampak serius pada rantai makanan, kesehatan manusia, dan mempercepat perubahan iklim.

“Kaum perempuan paling utama terdampak apabila degradasi keanekaragam hayati terjadi. Karena kaum perempuan menjadi garda terdepan dalam keluarga. Perempuan tak hanya hadir secara fisik sebagai istri dan ibu, tapi perannya lebih besar dari pada itu, yakni menyediakan kebutuhan keluarga. Tanpa kehadiran perempuan, keluarga menjadi pincang, karena perempuan adalah simbol kekuatan dan fondasi keluarga,” ungkapnya.

Menurut Nukila Evanty, perempuan harus diberikan peran yang sesuai, tidak hanya mengurusi pekerjaan domestik semata. Peran perempuan dinilai sangat penting bagi upaya konservasi, tapi sayangnya seringkali kurang memiliki representasi yang setara dalam pengambilan keputusan.

Terutama perempuan dalam masyarakat adat. Menurut dia, inilah pentingnya mengintegrasikan perspektif gender ke dalam strategi konservasi untuk kesetaraan dan efektivitas.

Oleh karena itu, pelestarian keanekaragaman hayati sangat penting untuk menjaga stabilitas ekosistem termasuk memastikan rantai pasokan makanan tercukupi. Peran perempuan memainkan peran penting dalam mengelola dan melindungi ekosistem ini.

“Saya ingin mempromosikan keadilan berbasis gender dalam biodiversitas di tingkat global,” tandasnya.(jpc)

Budayawan sekaligus aktivis pembela perempuan, Nukila Evanty, memiliki prinsip dan sikap tegas yang tidak mungkin dikompromikannya.

Dia menegaskan sikapnya akan terus menunjukkan keberpihakan pada hak-hak perempuan dengan statusnya saat ini menjabat sebagai salah satu Dewan Direktur Konvensi dari Keanekaragaman Hayati atau Convention on Biological Diversity (CBD) Women’s Caucus Board Members.

Nukila Evanty yang terpilih mewakili Indonesia dan Asia bersama tokoh-tokoh inspiratif dari Italia, Meksiko, Tanzania, Senegal, Kongo, Antigua, dan Barbuda, mengaku memiliki fokus pada ketimpangan suara dan peran perempuan dalam berbagai hal, terutama dalam masyarakat adat.

Sebagai perwakilan tokoh perempuan dari Asia, Nukila mengatakan masyarakat adat terkadang disingkirkan dengan rusaknya lingkungan mereka akibat ambisi dan keserakahan manusia.

Tingginya permintaan sumber daya seperti batubara dan sejenisnya, mengakibatkan terjadinya kerusakan alam, lingkungan, termasuk menyebabkan penurunan keanekaragaman hayati di kawasan Asia secara cepat.

“Asia khususnya Indonesia, menghadapi krisis keanekaragaman hayati, hal ini didorong oleh aktivitas manusia yang rakus, menyebabkan perubahan tata guna lahan (deforestasi), pembangunan infrastruktur yang masif tanpa melibatkan masyarakat lokal dan pertanian yang tidak berkelanjutan,” kata Nukila Evanty dalam keterangannya.

Selain itu, kondisinya bisa semakin parah akibat adanya eksploitasi alam secara berlebihan, perburuan liar, dan ekstraksi sumber daya yang tidak berkelanjutan, dan percepatan perubahan iklim. “Faktor-faktor pemicu ini, dikombinasikan dengan pertumbuhan populasi manusia serta meningkatnya permintaan akan sumber daya,” katanya

Baca Juga :  Rumah Kemalingan, Perhiasan yang Disimpan 20 Tahun Raib

Nukila menambahkan, dalam konteks hilangnya keanekaragaman hayati, pihak yang paling terdampak adalah kaum perempuan.

Tugas utama perempuan dalam beberapa keluarga di Asia, terutama yang marjinal dan patriarki adalah menyediakan kebutuhan untuk keluarganya. Mulai dari air, makanan, dan bahan bakar, termasuk beban pengasuhan.

“Pengalaman saya melakukan advokasi di Malaka dan Kabupaten Kupang di Nusa Tenggara Timur (NTT), saya melihat para kaum ibu, tidak hanya menyediakan makanan untuk keluarga, bahkan mereka sendiri terjun langsung mengambil air dari sumur atau mata air untuk kebutuhan keluarga. Padahal jarak dari rumah ke sumur lumayan jauh,” tuturnya.

“Tak hanya itu, mereka juga harus mengangkat air sendiri.  Ini membuat kaum perempuan tidak memiliki waktu lagi untuk mengembangkan kapasitas diri karena waktu mereka telah tersita hanya untuk mengurus kebutuhan domestik keluarga,” imbuh Nukila.

Nukila juga mengungkapkan, perempuan dalam masyarakat adat meneruskan kearifan lokal dan pengetahuan dalam menjaga biodiversitas atau biodiversitas dari nenek moyang kepada anak-anak mereka.

Baca Juga :  Langgar PSBB, DJ Sexy Ini Dihukum Jadi Penyapu Jalan

Degradasi keanekaragaman hayati yang disebabkan sejumlah faktor yaitu eksploitasi sumber daya alam secara berlebihan, polusi, dan perubahan iklim, berdampak serius pada rantai makanan, kesehatan manusia, dan mempercepat perubahan iklim.

“Kaum perempuan paling utama terdampak apabila degradasi keanekaragam hayati terjadi. Karena kaum perempuan menjadi garda terdepan dalam keluarga. Perempuan tak hanya hadir secara fisik sebagai istri dan ibu, tapi perannya lebih besar dari pada itu, yakni menyediakan kebutuhan keluarga. Tanpa kehadiran perempuan, keluarga menjadi pincang, karena perempuan adalah simbol kekuatan dan fondasi keluarga,” ungkapnya.

Menurut Nukila Evanty, perempuan harus diberikan peran yang sesuai, tidak hanya mengurusi pekerjaan domestik semata. Peran perempuan dinilai sangat penting bagi upaya konservasi, tapi sayangnya seringkali kurang memiliki representasi yang setara dalam pengambilan keputusan.

Terutama perempuan dalam masyarakat adat. Menurut dia, inilah pentingnya mengintegrasikan perspektif gender ke dalam strategi konservasi untuk kesetaraan dan efektivitas.

Oleh karena itu, pelestarian keanekaragaman hayati sangat penting untuk menjaga stabilitas ekosistem termasuk memastikan rantai pasokan makanan tercukupi. Peran perempuan memainkan peran penting dalam mengelola dan melindungi ekosistem ini.

“Saya ingin mempromosikan keadilan berbasis gender dalam biodiversitas di tingkat global,” tandasnya.(jpc)

Terpopuler

Artikel Terbaru