Mempertemukan suramnya visual dan cerita legenda, The 8th Night hadir sebagai film horor supernatural Korea yang menarik. Kisah pertarungan seorang biksu melawan makhluk tak berbentuk. Pencarian batu pijakan terakhir menjadi jalan si Merah tak bisa bersatu dengan si Hitam.
—
FILM ini diawali dengan kisah legenda tentang monster yang membuka gerbang neraka ke dunia pada 2.500 tahun lalu. Sang Buddha datang untuk mengalahkannya dengan memisahkan dua mata berwarna hitam dan merah yang menjadi sumber kekuatan monster tersebut. Keduanya dipisahkan dan dijaga agar tak bisa bersatu lagi. Satu di ujung barat dan satunya di ujung timur.
Masalah mulai hadir ketika si Merah berusaha bangkit. Upaya itu dibantu seorang arkeolog yang melacak keberadaan peti sarira (tempat penyimpanan mata merah) di ujung barat. Penemuan arkeolog itu dianggap sebagai penipuan sehingga dia ingin membalas dendam pada dunia dengan menyatukan dua mata yang terpisah. Membangkitkan kembali penderitaan dan kesakitan di bumi.
Agar bisa bersatu dengan si Hitam, si Merah harus menemukan tujuh batu pijakan selama tujuh malam. Biksu Ha-jeong (Lee Eol) yang mengetahui hal itu pun meminta seorang biksu muda, Cheong-suk (Nam Da-reum), untuk mencari biksu yang bisa mencegah persatuan si Merah dan si Hitam. Dia adalah Park Jin-soo (Lee Sung-min), mantan biksu yang memilih untuk bekerja sebagai kuli bangunan.
Di sisi lain, detektif Kim Ho-tae (Park Hae-joon) berusaha menyelidiki kasus pembunuhan di sebuah motel. Titik awal dari kasus pembunuhan lainnya. Semua kasus pembunuhan yang terjadi dirasa janggal karena korban mengalami pembusukan dalam waktu semalam. Tujuh jasad korban juga memiliki ciri yang sama: lubang di kepala. Dan ternyata, kasus itu punya hubungan dengan si Merah yang menjadikan manusia sebagai batu pijakannya.
Satu-satunya cara untuk mencegah persatuan kedua mata adalah membunuh batu pijakan terakhir, seorang cenayang wanita. Cheong-suk cukup terkejut saat mengetahui bahwa batu pijakan terakhir adalah Ae-ran (Kim Yoo-jung), gadis yang pernah menolongnya. Film tayangan Netflix itu ditutup dengan beberapa twist yang tak terduga, namun terasa tergesa-gesa.
Dengan durasi 115 menit, The 8th Night memiliki alur yang lambat dan memaksa penonton untuk tetap terjaga. Keseruan baru muncul di sejam terakhir saat misteri sedikit demi sedikit terungkap. Plotnya yang berat juga sering membuat penonton memutar ulang beberapa scene. Sayang, beberapa pertanyaan yang muncul mungkin tak terjawab karena minimnya percakapan dan penjelasan.
The 8th Night berfokus pada pencerahan spiritual dan ajaran dasar agama Buddha yang berkaitan dengan rasa sakit dan penderitaan. Sutradara dan penulis naskah Kim Tae-hyoung mengungkapkan, kisah itu terinspirasi dari dongeng lama India yang menampilkan ajaran Buddha Mahayana. Selain itu, Kim ingin menyampaikan berbagai pesan di tiap sisi film. Salah satunya adalah penggunaan angka 8 sebagai judul. ”Ketika dibolak-balik, angka 8 akan menjadi simbol infinity sehingga bisa menandakan konsep keabadian, karma, dan nasib,” ungkapnya.
TRIVIA
TERINSPIRASI DONGENG INDIA
Meski terinspirasi dari dongeng, sutradara Kim menelusuri filosofi, karya dokumenter, sejarah, dan topik humaniora seputar kisah lampau India. Bagian perkenalan dibuat berdasar sutra Geumgang Sakyamuni dan narasi diselesaikan langsung oleh orang India yang datang untuk belajar Korea.
MENAMPILKAN PROPERTI YANG OTENTIK
Selain menghadirkan cerita yang menarik dan bintang-bintang terkenal, The 8th Night berusaha menggunakan properti yang otentik. Sebuah altar Buddha yang merupakan elemen terpenting dalam film ini dibuat berdasar sebuah lukisan Buddha dari zaman Goryeo. Selain itu, dua peti sarira menggunakan bebatuan yang didatangkan langsung dari Amerika Selatan.
BELAJAR LANGSUNG DENGAN SANG BIKSU
Memerankan karakter yang baru, aktor Lee dituntut memiliki kemampuan untuk merasakan dunia yang tidak terlihat dan tidak dikenal. Tidak tanggung-tanggung, Lee Sung-min belajar langsung kepada dukun dan biksu untuk mendapatkan ide tentang cara memainkan karakternya. Dia juga belajar bahasa Sanskerta untuk scene pemusnahan si Merah.