26.1 C
Jakarta
Thursday, December 18, 2025

Batik Malessa Angkat Ekonomi Perempuan Solo, Berawal dari Daster Perca Kini Tembus Bandara

SOLO – Dari sebuah kampung di Dipotrunan, Tipes, Serengan, Surakarta, Batik Malessa tumbuh menjadi UMKM fashion yang ikut menggerakkan ekonomi perempuan. Usaha rumahan yang digerakkan ibu-ibu ini tak hanya menghasilkan batik, lurik, dan tenun bernilai premium, tetapi juga membuka lapangan kerja dan menopang ekonomi keluarga.

Geliat mesin jahit dan tangan-tangan terampil perempuan terlihat hampir setiap hari di rumah produksi Batik Malessa. Dari memotong kain, menyusun pola, hingga menjahit busana, semua dikerjakan dengan rapi. Di balik aktivitas itu, ada semangat pemberdayaan perempuan yang sejak awal menjadi roh usaha ini.

Pendiri Batik Malessa, Madu Mastuti, memulai usahanya pada 2018 dengan mimpi sederhana. Ia ingin para ibu rumah tangga di sekitarnya tetap bisa produktif tanpa meninggalkan peran di rumah. “Banyak ibu-ibu sebenarnya punya keterampilan, tapi tidak punya ruang kerja. Dari situ saya ingin bikin wadah,” katanya.

Madu lalu membentuk Kelompok Wanita Berkarya, tempat perempuan belajar sekaligus bekerja sambil mengasuh anak. Awalnya, mereka hanya memanfaatkan kain perca untuk dibuat daster dan baju rumahan. Produk sederhana itu menjadi pintu masuk usaha sebelum akhirnya berkembang lebih jauh.

“Dari daster kain sisa, pelan-pelan kami belajar produksi kerajinan dan fashion. Sekarang kami memadukan batik, lurik, dan tenun menjadi produk fashion yang lebih premium,” ujar Madu.

Seiring waktu, Batik Malessa mulai dikenal lewat desain yang khas dan eksklusif. Bahan-bahan tradisional diolah menjadi busana dengan nilai jual tinggi, berbeda dari produk rumahan biasa. Semua desain dibuat melalui sketsa agar tidak pasaran.

Baca Juga :  2,6 juta Pelaku UMKM Dapatkan Akses Pembiayaan KUR BRI di Sepanjang Tahun 2024

Nama Malessa sendiri bukan sekadar merek. Itu merupakan gabungan nama Madu dan anaknya, Alesa, yang merepresentasikan perjalanan usaha keluarga. Legalitas usaha pun sudah lengkap, mulai dari HAKI, NIB, hingga TKDN.

Electronic money exchangers listing

Produk Batik Malessa kini terbagi dalam dua lini. Produk massal seperti daster dan busana rumahan dipasarkan ke toko oleh-oleh besar. Sementara lini premium berupa busana batik, lurik, dan tenun eksklusif menyasar pasar menengah ke atas.

Dalam proses produksi, prinsip quality control dan zero waste diterapkan ketat. Sisa kain dimanfaatkan kembali menjadi tas, topi, bantal, dompet, hingga gantungan kunci. “Tidak ada yang terbuang,” kata Madu.

Keunikan dan kualitas produk membuat Batik Malessa dilirik banyak pihak. Sejumlah tokoh publik, termasuk MC Piala Dunia U-17, pernah mengenakan busana karya mereka. Kepercayaan pasar ini menjadi bukti kualitas UMKM lokal.

Saat ini, rumah produksi Batik Malessa melibatkan delapan orang, enam perempuan dan dua laki-laki, mulai dari penjahit hingga kurir. Dua pekerja bahkan sudah terdaftar sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan.

Kapasitas produksi Malessa meningkat hingga 40 persen dibanding awal usaha. Tambahan mesin jahit dan mesin potong dari pembiayaan KUR BRI membuat proses produksi lebih efisien dan membuka peluang distribusi lebih luas.

“Alhamdulillah, sejak 2018 sampai sekarang usaha kami terus berkembang. Kami sudah bermitra dengan toko oleh-oleh dan toko batik di dalam maupun luar kota, bahkan di bandara,” ungkap Madu.

Baca Juga :  BRI Dukung Program 3 Juta Rumah, Sediakan Pembiayaan Subsidi Bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah

Dukungan BRI melalui Rumah BUMN BRI Solo menjadi titik penting perkembangan Batik Malessa. Selain akses permodalan, Madu juga mengikuti berbagai pelatihan, mulai dari BIMTEK ekspor hingga program BRIncubator yang membekali UMKM dengan pengetahuan bisnis, digitalisasi, dan kesiapan ekspor.

Berkat pendampingan tersebut, produk Batik Malessa kini hadir di berbagai toko, hotel, dan bandara di Surakarta. Karya mereka juga sempat dipamerkan di luar negeri, seperti Belanda, Swiss, dan Australia.

“Program BRI itu luar biasa. Saya dapat banyak ilmu, pendampingan, dan arahan supaya UMKM bisa naik kelas dan siap ekspor,” ujarnya.

Bagi Madu, Malessa Fashion & Craft bukan sekadar bisnis. Usaha ini menjadi ruang tumbuh bagi perempuan agar berdaya dan mandiri secara ekonomi. “Kalau ibu-ibu kuat, ekonomi keluarga ikut kuat,” katanya.

Pada kesempatan terpisah, Direktur Micro BRI Akhmad Purwakajaya menegaskan komitmen BRI dalam mendorong UMKM naik kelas melalui berbagai program pemberdayaan, termasuk Rumah BUMN BRI.

BRI tidak hanya menyalurkan pembiayaan, tetapi juga memberikan pembinaan, pendampingan usaha, serta membuka akses pasar hingga mancanegara. Hingga akhir September 2025, BRI telah membina 54 Rumah BUMN BRI dan menggelar lebih dari 17 ribu pelatihan UMKM.

“Ini bagian dari strategi BRI memperkuat ekosistem UMKM di berbagai daerah. Dengan dukungan yang tepat, UMKM bisa meningkatkan daya saing dan menciptakan nilai tambah di pasar,” tegasnya. ***

SOLO – Dari sebuah kampung di Dipotrunan, Tipes, Serengan, Surakarta, Batik Malessa tumbuh menjadi UMKM fashion yang ikut menggerakkan ekonomi perempuan. Usaha rumahan yang digerakkan ibu-ibu ini tak hanya menghasilkan batik, lurik, dan tenun bernilai premium, tetapi juga membuka lapangan kerja dan menopang ekonomi keluarga.

Geliat mesin jahit dan tangan-tangan terampil perempuan terlihat hampir setiap hari di rumah produksi Batik Malessa. Dari memotong kain, menyusun pola, hingga menjahit busana, semua dikerjakan dengan rapi. Di balik aktivitas itu, ada semangat pemberdayaan perempuan yang sejak awal menjadi roh usaha ini.

Pendiri Batik Malessa, Madu Mastuti, memulai usahanya pada 2018 dengan mimpi sederhana. Ia ingin para ibu rumah tangga di sekitarnya tetap bisa produktif tanpa meninggalkan peran di rumah. “Banyak ibu-ibu sebenarnya punya keterampilan, tapi tidak punya ruang kerja. Dari situ saya ingin bikin wadah,” katanya.

Electronic money exchangers listing

Madu lalu membentuk Kelompok Wanita Berkarya, tempat perempuan belajar sekaligus bekerja sambil mengasuh anak. Awalnya, mereka hanya memanfaatkan kain perca untuk dibuat daster dan baju rumahan. Produk sederhana itu menjadi pintu masuk usaha sebelum akhirnya berkembang lebih jauh.

“Dari daster kain sisa, pelan-pelan kami belajar produksi kerajinan dan fashion. Sekarang kami memadukan batik, lurik, dan tenun menjadi produk fashion yang lebih premium,” ujar Madu.

Seiring waktu, Batik Malessa mulai dikenal lewat desain yang khas dan eksklusif. Bahan-bahan tradisional diolah menjadi busana dengan nilai jual tinggi, berbeda dari produk rumahan biasa. Semua desain dibuat melalui sketsa agar tidak pasaran.

Baca Juga :  2,6 juta Pelaku UMKM Dapatkan Akses Pembiayaan KUR BRI di Sepanjang Tahun 2024

Nama Malessa sendiri bukan sekadar merek. Itu merupakan gabungan nama Madu dan anaknya, Alesa, yang merepresentasikan perjalanan usaha keluarga. Legalitas usaha pun sudah lengkap, mulai dari HAKI, NIB, hingga TKDN.

Produk Batik Malessa kini terbagi dalam dua lini. Produk massal seperti daster dan busana rumahan dipasarkan ke toko oleh-oleh besar. Sementara lini premium berupa busana batik, lurik, dan tenun eksklusif menyasar pasar menengah ke atas.

Dalam proses produksi, prinsip quality control dan zero waste diterapkan ketat. Sisa kain dimanfaatkan kembali menjadi tas, topi, bantal, dompet, hingga gantungan kunci. “Tidak ada yang terbuang,” kata Madu.

Keunikan dan kualitas produk membuat Batik Malessa dilirik banyak pihak. Sejumlah tokoh publik, termasuk MC Piala Dunia U-17, pernah mengenakan busana karya mereka. Kepercayaan pasar ini menjadi bukti kualitas UMKM lokal.

Saat ini, rumah produksi Batik Malessa melibatkan delapan orang, enam perempuan dan dua laki-laki, mulai dari penjahit hingga kurir. Dua pekerja bahkan sudah terdaftar sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan.

Kapasitas produksi Malessa meningkat hingga 40 persen dibanding awal usaha. Tambahan mesin jahit dan mesin potong dari pembiayaan KUR BRI membuat proses produksi lebih efisien dan membuka peluang distribusi lebih luas.

“Alhamdulillah, sejak 2018 sampai sekarang usaha kami terus berkembang. Kami sudah bermitra dengan toko oleh-oleh dan toko batik di dalam maupun luar kota, bahkan di bandara,” ungkap Madu.

Baca Juga :  BRI Dukung Program 3 Juta Rumah, Sediakan Pembiayaan Subsidi Bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah

Dukungan BRI melalui Rumah BUMN BRI Solo menjadi titik penting perkembangan Batik Malessa. Selain akses permodalan, Madu juga mengikuti berbagai pelatihan, mulai dari BIMTEK ekspor hingga program BRIncubator yang membekali UMKM dengan pengetahuan bisnis, digitalisasi, dan kesiapan ekspor.

Berkat pendampingan tersebut, produk Batik Malessa kini hadir di berbagai toko, hotel, dan bandara di Surakarta. Karya mereka juga sempat dipamerkan di luar negeri, seperti Belanda, Swiss, dan Australia.

“Program BRI itu luar biasa. Saya dapat banyak ilmu, pendampingan, dan arahan supaya UMKM bisa naik kelas dan siap ekspor,” ujarnya.

Bagi Madu, Malessa Fashion & Craft bukan sekadar bisnis. Usaha ini menjadi ruang tumbuh bagi perempuan agar berdaya dan mandiri secara ekonomi. “Kalau ibu-ibu kuat, ekonomi keluarga ikut kuat,” katanya.

Pada kesempatan terpisah, Direktur Micro BRI Akhmad Purwakajaya menegaskan komitmen BRI dalam mendorong UMKM naik kelas melalui berbagai program pemberdayaan, termasuk Rumah BUMN BRI.

BRI tidak hanya menyalurkan pembiayaan, tetapi juga memberikan pembinaan, pendampingan usaha, serta membuka akses pasar hingga mancanegara. Hingga akhir September 2025, BRI telah membina 54 Rumah BUMN BRI dan menggelar lebih dari 17 ribu pelatihan UMKM.

“Ini bagian dari strategi BRI memperkuat ekosistem UMKM di berbagai daerah. Dengan dukungan yang tepat, UMKM bisa meningkatkan daya saing dan menciptakan nilai tambah di pasar,” tegasnya. ***

Terpopuler

Artikel Terbaru