33.9 C
Jakarta
Monday, December 1, 2025

Kerja Sunyi Relawan SPPG Nongsa, Ribuan Porsi MBG Siap Sebelum Matahari Terbit

PROKALTENG.CO – Jam di tangan menunjukkan pukul 03.20 WIB, saat menyusuri jalanan Kota Batam dari arah KDA menuju Nongsa, ditemani cahaya sisa bulan purnama awal November 2025.

Kendaraan yang melintas bisa dihitung dengan jari. Minimnya lampu penerangan jalan membuat perjalanan melintasi Bundaran Hang Nadim dini hari itu sedikit menakutkan karena sepi dan gelap.

Mungkin sebagian penduduk Kota Batam tengah terlelap tidur, masih sekitar satu jam lagi menuju Adzan Subuh berkumandang.

ANTARA bergegas menuju Markas Kepolisian Daerah Kepulauan Riau (Mapolda Kepri) di kawasan Nongsa, tempat salah satu Stasiun Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Nongsa 3 Batu Besar yang dikelola oleh Polda Kepri melalui Yayasan Bhayangkari untuk mendukung program Makan Bergizi Gratis (MBG).

Berada di bagian belakang Mapolda Kepri, SPPG Nongsa 3 Batu Besar berdiri di atas ketinggian, sehingga di ujung bangunan itu nampak Selat Malaka yang ramai oleh kapal dengan tonase besar sedang berlayar.

Pemandangan agak kontras di tengah keheningan akhir sepertiga malam itu, seperti kapal yang tengah belayar di tengah lautan yang gelap, lampu-lampu kapal bak satelit yang menghiasi langit gelap.

Matahari belum berada di ufuk timur, tapi di dapur itu sudah bak perang yang sedang berlangsung. Riuh, asap mengepul, minyak mendidik, air beruap, dan ribuan omprengan MBG yang telah dicuci bersusun rapi menunggu untuk diisi.

Electronic money exchangers listing

Untuk masuk ke dapur SPPG, ANTARA wajib mengenakan pelindung seperti masker, penutup rambut (hair cap), dan sandal (alas kaki) yang disediakan khusus untuk digunakan di area dapur.

Dapur SPPG Nongsa 3 Batu Besar Polda Kepri bukan sembarang dapur. Dapur ini dirancang sesuai dengan protokol kebersihan dan keamanan pangan, memisahkan setiap ruang, mulai dari ruang tempat masuknya bahan pokok, gudang, ruang pencucian, ruang dapur, hingga ruang penyajian.

Ruang dapur yang paling sibuk dini hari itu, ada yang menggoreng ikan dori dibalur tepung, ada yang menumis sayur, dan menggoreng telur bulat. Empat juru masak lengkap dengan peralatan dapurnya, berseragam kaos biru, dilengkapi penutup kepala, masker, hingga apron (celemek), sibuk mengaduk dengan saringan berukuran besar.

Ada juga yang tengah memindahkan hidangan MBG yang sudah selesai dimasak, menggunakan troli dari dapur ke ruang penyajian. Semua dilakukan dengan kehati-hatian, ketelitian, serta dengan hati yang ikhlas.

Para relawan dapur SPPG Nongsa3 Batu Besar Polda Kepri berjumlah 46 orang, delapan di antaranya pria dan sisanya wanita, itu telah memulai pekerjaannya sejak pukul 02.00 WIB, bahkan mereka sudah berangkat dari rumah pukul 01.00 WIB setiap harinya sejak dapur itu diresmikan 25 Agustus 2025.

SPPG dan harapan pekerja

Di antara relawan dapur, ada sosok pendek bertubuh padat dan terlihat paling tua di antara pekerja lainnya. Namanya Astina, perempuan berusia 68 tahun asal Palembang yang sudah menetap di Batam selama lebih dari dua dekade.

Orang-orang memanggilnya Nenek Astina, karena memang dia sudah memiliki enam orang cucu dari empat anaknya yang telah menikah.

Baca Juga :  Merevitalisasi Tari Binih Aceh Tamiang yang Punah

Kemampuan Nenek Astina di dapur dalam menyiapkan makanan sudah teruji karena selama tinggal di Batam dia mengelola kantin di pabrik tempat anaknya bekerja.

Sebelum suaminya meninggal, Astina yang lulusan Sekolah Menengah Ekonomi Atas (SMEA) tidak diizinkan bekerja. Suaminya memiliki perusahaan yang cukup untuk membiayai dirinya dan keempat anaknya.

Setelah suaminya meninggal Astina menghidupi anak-anak dengan membuka usaha catering. Hingga usaha itu tutup, dia pun bekerja di kantin salah satu pabrik tempat anaknya bekerja.

Pekerjaan itu dilakoninya bertahun-tahun, hingga COVID-19 yang membuat pabrik tersebut tutup dan  Astina pun berhenti dari pekerjaannya.

Selama dua tahun Astina menganggur tak punya pendapat sendiri, sementara dia hidup tak seorang diri, ada satu cucu dari anaknya yang bercerai tinggal bersamanya dan masih duduk di bangku sekolah.

Secercah harapan untuk melanjutkan hidup diperoleh Astina kala mendapatkan tawaran bekerja di dapur SPPG Nongsa 3 Batu Besar.

Kini Astina tidak lagi kesulitan untuk memberikan biaya pendidikan dan makan bagi cucunya.

Tidak hanya Astina, harapan itu juga dirasakan para pekerja lainnya.

Netti (40), pekerja lainnya menceritakan pengalaman kala unboxing gaji pertamanya sebagai juru masak SPPG Nongsa 3 Batu Besar yang membuatnya tersenyum. Dulu dia hanya ibu rumah tangga yang tak berpenghasilan, kini dua bulan gajinya sudah bisa membeli kulkas untuk di pakai di rumahnya.

“Alhamdulillah ya mbak, dulu cuma ngandalin uang dari suami, sekarang sudah punya uang sendiri. Jadi berani beli kebutuhan sendiri,” kata Netti.

Standar keamanan pangan MBG

Pekerjaan di dapur SPPG sudah dimulai sejak pukul 02.00 WIB dengan menyiapkan bumbu-bumbu, dilanjutkan proses memasak mulai pukul 03.00 WIB selesai pukul 05.30 WIB untuk trip pertama, dilanjut trip kedua selesai pukul 08.00 WIB.

Setelah menu MBG dimasak tidak lantas dimasukkan ke dalam omprengan, tetapi diangin-anginkan dulu setengah jam, baru di kemas dalam omprengan. Teknik ini dilakukan untuk menghindari basi pada makanan.

Kepala Dapur SPPG Nongsa 3 Batu Besar Eva Andriani menyebut, meski jam memasak MBG sudah dimulai dari jam 3 pagi, tetapi dipastikan hidangan tersebut terhindari dari kerusakan atau basi. Karena menerapkan SOP untuk keamanan panganya. Dimulai dari pemilihan bahan bakunya yang dikirim setiap jam 12 siang sehingga segar, kemudian dapur SPPG berkoordinasi dengan sekolah untuk memperhatikan jam makan siswa.

Memasak di jam 3 dikarenakan jumlah penerima manfaat yang banyak. Satu SPPG Nongsa 3 Batu Besar memasok untuk 3.978 penerima manfaat, terdiri atas 17 sekolah dan lima posyandu.

Dapur SPPG telah berkoordinasi dengan pihak sekolah. Saat mengirimkan omprengan juga menerima Berita Acara (BA) dan menyampaikan bahwa makanan MBG tersebut baiknya dikonsumsi dalam waktu empat jam, sehingga sekolah bisa menyesuaikan jam konsumsinya, agar tidak melebihi batas waktu empat jam.

Menu MBG diantar ke sekolah untuk trip pertama pukul 07.20 WIB, dan jam 08.30 WIB sudah bisa dikonsumsi untuk siswa kelas 1,2 ,3 dan TK. Siangnya di antar pukul 08.30 WIB dan bisa dikonsumsi di jam 10.00 WIB atau pada waktu jam istirahat.

Baca Juga :  Ikhtiar Turunkan Stunting di Papua dengan Optimalisasi Pangan Lokal

Selain itu, Dapur SPPG Nongsa 3 Batu Besar yang dikelola oleh Yayasan Bhayangkari Polda Kepri dilengkapi tim gizi dan tim dokter kesehatan kepolisian (dokkes) yang bertugas memeriksa menu MBG yang telah selesai di masak. Pemeriksaan makanan (tes food) untuk mengecek kadar kandungan berbahaya pada makanan. Pemeriksaan dilakukan 2x dalam sehari.

Begitu juga dengan pemilihan bahan utama, tim gizi SPPG sebelum menggunakan bahan baku yang dikirimkan, mereka melakukan wawancara dengan suplair terkiat apa bahan baku yang digunakan, di mana produksinya, dan sebagainya.

Hampir tiga bulan beroperasi, Eva menyebut belum ada laporan terkait keracunan makanan yang terjadi di wilayah tersebut. Bahkan hampir semua omperangan kembali dalam keadaan kosong atau sudah disantap habis oleh siswa.

SPPG Nongsa 3 Batu Besar Polda Kepri juga mengakomodir permintaan siswa apabila minta ganti menu atau menambah porsi nasi dan yang terkait dengan alergi. Menu disusun setiap harinya untuk dua pekan dan setiap hari menunya berbeda.

“Respon siswa terhadap menu MBG yang kami sediakan adalah penyemangat buat saya dan relawan dapur SPPG, sehingga kami tidak kerepotan bila ada permintaan siswa,” kata Eva.

Polri dan SPPG

Berdasarkan catatan SPPG Regional Kepri, hingga Oktober 2025 telah terbentuk 131 dapur SPPG di seluruh kabupaten/kota di negeri Melayu tersebut, yang melayani 388.523 penerima manfaat.

Dari 131 SPPG itu tersebar di sejumlah kabupaten/kota. Di Kota Batam sebanyak 85 dapur, Karimun 21 dapur, Tanjungpinang sembilan dapur, Bintan delapan dapur, Natuna lima dapur, Anambas dua dapur dan Lingga satu dapur.

Dapur SPPG Nongsa 3 Batu Besar salah satu dari 85 dapur yang beroperasi di Kota Batam, yang diawasi langsung oleh Polda Kepri. Targetnya ada 12 dapur SPPG yang akan dibangun oleh Korps Bhayangkara di daerah perbatasan NKRI itu.

Pengamat Kepolisian Pongky Indarti menyebut, Polri termasuk yang terbaik dalam mendukung dan membantu program pemenuhan MBG dan saat ini telah berdiri sekitar 672 SPPG yang melayani 2.352.000 penerima manfaat dan menyerap 33.600 tenaga kerja. Ke depan Polri akan membangun 1.500 SPPG.

Menurut Poengky, SPPG Polri dipuji oleh pemerintah dan DPR, bahkan menjadi contoh keberhasilan karena dianggap yang terbaik, antara lain dengan standar pembangunan SPPG bagus, dan sudah memiliki alat rapid test untuk mengecek makanan untuk memastikan agar tidak beracun, sehingga tidak ada satupun kasus keracunan MBG dari dapur SPPG Polri.

Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) sudah menyampaikan instruksi presiden bahwa seluruh SPPG yang ada agar mencontoh SPPG Polri yaitu memiliki alat rapid test sehingga tidak akan ada lagi kasus-kasus keracunan MBG di Indonesia. (ant)

PROKALTENG.CO – Jam di tangan menunjukkan pukul 03.20 WIB, saat menyusuri jalanan Kota Batam dari arah KDA menuju Nongsa, ditemani cahaya sisa bulan purnama awal November 2025.

Kendaraan yang melintas bisa dihitung dengan jari. Minimnya lampu penerangan jalan membuat perjalanan melintasi Bundaran Hang Nadim dini hari itu sedikit menakutkan karena sepi dan gelap.

Mungkin sebagian penduduk Kota Batam tengah terlelap tidur, masih sekitar satu jam lagi menuju Adzan Subuh berkumandang.

Electronic money exchangers listing

ANTARA bergegas menuju Markas Kepolisian Daerah Kepulauan Riau (Mapolda Kepri) di kawasan Nongsa, tempat salah satu Stasiun Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Nongsa 3 Batu Besar yang dikelola oleh Polda Kepri melalui Yayasan Bhayangkari untuk mendukung program Makan Bergizi Gratis (MBG).

Berada di bagian belakang Mapolda Kepri, SPPG Nongsa 3 Batu Besar berdiri di atas ketinggian, sehingga di ujung bangunan itu nampak Selat Malaka yang ramai oleh kapal dengan tonase besar sedang berlayar.

Pemandangan agak kontras di tengah keheningan akhir sepertiga malam itu, seperti kapal yang tengah belayar di tengah lautan yang gelap, lampu-lampu kapal bak satelit yang menghiasi langit gelap.

Matahari belum berada di ufuk timur, tapi di dapur itu sudah bak perang yang sedang berlangsung. Riuh, asap mengepul, minyak mendidik, air beruap, dan ribuan omprengan MBG yang telah dicuci bersusun rapi menunggu untuk diisi.

Untuk masuk ke dapur SPPG, ANTARA wajib mengenakan pelindung seperti masker, penutup rambut (hair cap), dan sandal (alas kaki) yang disediakan khusus untuk digunakan di area dapur.

Dapur SPPG Nongsa 3 Batu Besar Polda Kepri bukan sembarang dapur. Dapur ini dirancang sesuai dengan protokol kebersihan dan keamanan pangan, memisahkan setiap ruang, mulai dari ruang tempat masuknya bahan pokok, gudang, ruang pencucian, ruang dapur, hingga ruang penyajian.

Ruang dapur yang paling sibuk dini hari itu, ada yang menggoreng ikan dori dibalur tepung, ada yang menumis sayur, dan menggoreng telur bulat. Empat juru masak lengkap dengan peralatan dapurnya, berseragam kaos biru, dilengkapi penutup kepala, masker, hingga apron (celemek), sibuk mengaduk dengan saringan berukuran besar.

Ada juga yang tengah memindahkan hidangan MBG yang sudah selesai dimasak, menggunakan troli dari dapur ke ruang penyajian. Semua dilakukan dengan kehati-hatian, ketelitian, serta dengan hati yang ikhlas.

Para relawan dapur SPPG Nongsa3 Batu Besar Polda Kepri berjumlah 46 orang, delapan di antaranya pria dan sisanya wanita, itu telah memulai pekerjaannya sejak pukul 02.00 WIB, bahkan mereka sudah berangkat dari rumah pukul 01.00 WIB setiap harinya sejak dapur itu diresmikan 25 Agustus 2025.

SPPG dan harapan pekerja

Di antara relawan dapur, ada sosok pendek bertubuh padat dan terlihat paling tua di antara pekerja lainnya. Namanya Astina, perempuan berusia 68 tahun asal Palembang yang sudah menetap di Batam selama lebih dari dua dekade.

Orang-orang memanggilnya Nenek Astina, karena memang dia sudah memiliki enam orang cucu dari empat anaknya yang telah menikah.

Baca Juga :  Merevitalisasi Tari Binih Aceh Tamiang yang Punah

Kemampuan Nenek Astina di dapur dalam menyiapkan makanan sudah teruji karena selama tinggal di Batam dia mengelola kantin di pabrik tempat anaknya bekerja.

Sebelum suaminya meninggal, Astina yang lulusan Sekolah Menengah Ekonomi Atas (SMEA) tidak diizinkan bekerja. Suaminya memiliki perusahaan yang cukup untuk membiayai dirinya dan keempat anaknya.

Setelah suaminya meninggal Astina menghidupi anak-anak dengan membuka usaha catering. Hingga usaha itu tutup, dia pun bekerja di kantin salah satu pabrik tempat anaknya bekerja.

Pekerjaan itu dilakoninya bertahun-tahun, hingga COVID-19 yang membuat pabrik tersebut tutup dan  Astina pun berhenti dari pekerjaannya.

Selama dua tahun Astina menganggur tak punya pendapat sendiri, sementara dia hidup tak seorang diri, ada satu cucu dari anaknya yang bercerai tinggal bersamanya dan masih duduk di bangku sekolah.

Secercah harapan untuk melanjutkan hidup diperoleh Astina kala mendapatkan tawaran bekerja di dapur SPPG Nongsa 3 Batu Besar.

Kini Astina tidak lagi kesulitan untuk memberikan biaya pendidikan dan makan bagi cucunya.

Tidak hanya Astina, harapan itu juga dirasakan para pekerja lainnya.

Netti (40), pekerja lainnya menceritakan pengalaman kala unboxing gaji pertamanya sebagai juru masak SPPG Nongsa 3 Batu Besar yang membuatnya tersenyum. Dulu dia hanya ibu rumah tangga yang tak berpenghasilan, kini dua bulan gajinya sudah bisa membeli kulkas untuk di pakai di rumahnya.

“Alhamdulillah ya mbak, dulu cuma ngandalin uang dari suami, sekarang sudah punya uang sendiri. Jadi berani beli kebutuhan sendiri,” kata Netti.

Standar keamanan pangan MBG

Pekerjaan di dapur SPPG sudah dimulai sejak pukul 02.00 WIB dengan menyiapkan bumbu-bumbu, dilanjutkan proses memasak mulai pukul 03.00 WIB selesai pukul 05.30 WIB untuk trip pertama, dilanjut trip kedua selesai pukul 08.00 WIB.

Setelah menu MBG dimasak tidak lantas dimasukkan ke dalam omprengan, tetapi diangin-anginkan dulu setengah jam, baru di kemas dalam omprengan. Teknik ini dilakukan untuk menghindari basi pada makanan.

Kepala Dapur SPPG Nongsa 3 Batu Besar Eva Andriani menyebut, meski jam memasak MBG sudah dimulai dari jam 3 pagi, tetapi dipastikan hidangan tersebut terhindari dari kerusakan atau basi. Karena menerapkan SOP untuk keamanan panganya. Dimulai dari pemilihan bahan bakunya yang dikirim setiap jam 12 siang sehingga segar, kemudian dapur SPPG berkoordinasi dengan sekolah untuk memperhatikan jam makan siswa.

Memasak di jam 3 dikarenakan jumlah penerima manfaat yang banyak. Satu SPPG Nongsa 3 Batu Besar memasok untuk 3.978 penerima manfaat, terdiri atas 17 sekolah dan lima posyandu.

Dapur SPPG telah berkoordinasi dengan pihak sekolah. Saat mengirimkan omprengan juga menerima Berita Acara (BA) dan menyampaikan bahwa makanan MBG tersebut baiknya dikonsumsi dalam waktu empat jam, sehingga sekolah bisa menyesuaikan jam konsumsinya, agar tidak melebihi batas waktu empat jam.

Menu MBG diantar ke sekolah untuk trip pertama pukul 07.20 WIB, dan jam 08.30 WIB sudah bisa dikonsumsi untuk siswa kelas 1,2 ,3 dan TK. Siangnya di antar pukul 08.30 WIB dan bisa dikonsumsi di jam 10.00 WIB atau pada waktu jam istirahat.

Baca Juga :  Ikhtiar Turunkan Stunting di Papua dengan Optimalisasi Pangan Lokal

Selain itu, Dapur SPPG Nongsa 3 Batu Besar yang dikelola oleh Yayasan Bhayangkari Polda Kepri dilengkapi tim gizi dan tim dokter kesehatan kepolisian (dokkes) yang bertugas memeriksa menu MBG yang telah selesai di masak. Pemeriksaan makanan (tes food) untuk mengecek kadar kandungan berbahaya pada makanan. Pemeriksaan dilakukan 2x dalam sehari.

Begitu juga dengan pemilihan bahan utama, tim gizi SPPG sebelum menggunakan bahan baku yang dikirimkan, mereka melakukan wawancara dengan suplair terkiat apa bahan baku yang digunakan, di mana produksinya, dan sebagainya.

Hampir tiga bulan beroperasi, Eva menyebut belum ada laporan terkait keracunan makanan yang terjadi di wilayah tersebut. Bahkan hampir semua omperangan kembali dalam keadaan kosong atau sudah disantap habis oleh siswa.

SPPG Nongsa 3 Batu Besar Polda Kepri juga mengakomodir permintaan siswa apabila minta ganti menu atau menambah porsi nasi dan yang terkait dengan alergi. Menu disusun setiap harinya untuk dua pekan dan setiap hari menunya berbeda.

“Respon siswa terhadap menu MBG yang kami sediakan adalah penyemangat buat saya dan relawan dapur SPPG, sehingga kami tidak kerepotan bila ada permintaan siswa,” kata Eva.

Polri dan SPPG

Berdasarkan catatan SPPG Regional Kepri, hingga Oktober 2025 telah terbentuk 131 dapur SPPG di seluruh kabupaten/kota di negeri Melayu tersebut, yang melayani 388.523 penerima manfaat.

Dari 131 SPPG itu tersebar di sejumlah kabupaten/kota. Di Kota Batam sebanyak 85 dapur, Karimun 21 dapur, Tanjungpinang sembilan dapur, Bintan delapan dapur, Natuna lima dapur, Anambas dua dapur dan Lingga satu dapur.

Dapur SPPG Nongsa 3 Batu Besar salah satu dari 85 dapur yang beroperasi di Kota Batam, yang diawasi langsung oleh Polda Kepri. Targetnya ada 12 dapur SPPG yang akan dibangun oleh Korps Bhayangkara di daerah perbatasan NKRI itu.

Pengamat Kepolisian Pongky Indarti menyebut, Polri termasuk yang terbaik dalam mendukung dan membantu program pemenuhan MBG dan saat ini telah berdiri sekitar 672 SPPG yang melayani 2.352.000 penerima manfaat dan menyerap 33.600 tenaga kerja. Ke depan Polri akan membangun 1.500 SPPG.

Menurut Poengky, SPPG Polri dipuji oleh pemerintah dan DPR, bahkan menjadi contoh keberhasilan karena dianggap yang terbaik, antara lain dengan standar pembangunan SPPG bagus, dan sudah memiliki alat rapid test untuk mengecek makanan untuk memastikan agar tidak beracun, sehingga tidak ada satupun kasus keracunan MBG dari dapur SPPG Polri.

Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) sudah menyampaikan instruksi presiden bahwa seluruh SPPG yang ada agar mencontoh SPPG Polri yaitu memiliki alat rapid test sehingga tidak akan ada lagi kasus-kasus keracunan MBG di Indonesia. (ant)

Terpopuler

Artikel Terbaru