27.8 C
Jakarta
Friday, March 29, 2024

Empat Pasal Mengalami Penyesuaian

PALANGKA RAYA,
KALTENGPOS.CO
Badan Pembentukan
Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Kota Palangka Raya dan Pemerintah Kota
(Pemko) Palangka Raya melanjutkan pembahasan Perubahan Peraturan Daerah (Perda)
Kota Palangka Raya Nomor 4 Tahun 2018 tentang Pajak Daerah, Selasa (3/11).

Ketua Bapemperda
Riduanto menyampaikan, sejak diundangkan pada Agustus 2018, pihak Pemko masih
menemukan beberapa kekurangan dalam perda tersebut. Untuk itu perlu disesuiakn
kembali dengan kont
eks saaat ini.

“Berdasarkan hasil
pemeriksaan BPK RI Kalteng pada tahun 2019 lalu, ada beberapa catatan
menyangkut kinerja BPPRD yang pedoman kerjanya memakai perda pajak dan
retribusi. Bapemperda sejak awal tahun telah menyelesaikannya terkait
pembahasan perubahan Perda retribusi. Adapun menjadi pembahasan saat ini yakni
perubahan Perda pajak,” jelasnya, Rabu (4/11).

Politikus PDI
Perjuangan ini menambahkan, setidaknya terdapat empat pasal di dalam perda
tersebut telah mengalami penyesuaian. Pertama, pada Pasal 1 terdapat penambahan
2 ayat, yakni ayat 90 yang berbunyi Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena
Pajak (NPOPTKP) yakni besaran nilai yang merupakan batas tertinggi nilai atau
harga objek pajak yang tidak dikenakan pajak, kemudian ayat 91 yang berbunyi omset
atau nilai perolehan penjualan adalah pendapatan kotor yang dihasilkan oleh
sebuah usaha.

Baca Juga :  CFD Dibuka, UMKM di Kota Palangka Raya Tumbuh Lagi

“Menindak lanjuti
hasil temuan BPK RI, kedua hal tersebut harus dimasukan dalam perda sebagai
pedoman Pemko dalam menjalankan tugasnya. Selain itu juga ada penyesuaian pada
Pasal 14 dan Pasal 84,”terangnya.

Sebagai kata kunci
dalam perubahan Perda 4/2018, lanjutnya Riduanto, adalah pada Pasal 99 Ayat 9,
di mana disebutkan bahwa NPOPTKP BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan) diberlakukan 1 kali oleh setiap wajib pajak setiap 1 tahun.

“Artinya, yang
tidak dikenakan pajak pengalihan hak karena hibah hanya berlaku 1 kali untuk 1
orang untuk 1 tahun. Contoh, jika ada orang yang menerima 2 kali hibah dalam
setahun karena warisan dari orang tua, maka 1 objek pajak yang gratis tak kena
pajak. Yang lain tetap dikenaakan pembayaran pajak BPHTB. Sebab pada tahun
2019, hal tersebut menjadi temuan BPK RI karena tak adanya regulasi yang
menjadi pegangan dari BPPRD,sedangkan BPK sendiri persepsinya beda. Ini kata
kunci perubahan Perda 4/2018,” urainya.

Baca Juga :  Masyarakat Diimbau Waspadai Cuaca Ekstrem di Palangka Raya

Selain itu, sambungnya,
pada Pasal 99 Ayat 7 disebutkan jika besar nilai NPOPTKP ditetapkan sebesar Rp
60 Juta untuk setiap wajib pajak.

 â€œDalam
hal perolehan hak guna waris atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang
masuk dalam hubungan keluarga sedarah atau garis keturunan lurus dengan
pemberian hibah wasiat termasuk suami istri, nilai NPOPTKP sebesar Rp 350
Juta,” tutupnya.

PALANGKA RAYA,
KALTENGPOS.CO
Badan Pembentukan
Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Kota Palangka Raya dan Pemerintah Kota
(Pemko) Palangka Raya melanjutkan pembahasan Perubahan Peraturan Daerah (Perda)
Kota Palangka Raya Nomor 4 Tahun 2018 tentang Pajak Daerah, Selasa (3/11).

Ketua Bapemperda
Riduanto menyampaikan, sejak diundangkan pada Agustus 2018, pihak Pemko masih
menemukan beberapa kekurangan dalam perda tersebut. Untuk itu perlu disesuiakn
kembali dengan kont
eks saaat ini.

“Berdasarkan hasil
pemeriksaan BPK RI Kalteng pada tahun 2019 lalu, ada beberapa catatan
menyangkut kinerja BPPRD yang pedoman kerjanya memakai perda pajak dan
retribusi. Bapemperda sejak awal tahun telah menyelesaikannya terkait
pembahasan perubahan Perda retribusi. Adapun menjadi pembahasan saat ini yakni
perubahan Perda pajak,” jelasnya, Rabu (4/11).

Politikus PDI
Perjuangan ini menambahkan, setidaknya terdapat empat pasal di dalam perda
tersebut telah mengalami penyesuaian. Pertama, pada Pasal 1 terdapat penambahan
2 ayat, yakni ayat 90 yang berbunyi Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena
Pajak (NPOPTKP) yakni besaran nilai yang merupakan batas tertinggi nilai atau
harga objek pajak yang tidak dikenakan pajak, kemudian ayat 91 yang berbunyi omset
atau nilai perolehan penjualan adalah pendapatan kotor yang dihasilkan oleh
sebuah usaha.

Baca Juga :  CFD Dibuka, UMKM di Kota Palangka Raya Tumbuh Lagi

“Menindak lanjuti
hasil temuan BPK RI, kedua hal tersebut harus dimasukan dalam perda sebagai
pedoman Pemko dalam menjalankan tugasnya. Selain itu juga ada penyesuaian pada
Pasal 14 dan Pasal 84,”terangnya.

Sebagai kata kunci
dalam perubahan Perda 4/2018, lanjutnya Riduanto, adalah pada Pasal 99 Ayat 9,
di mana disebutkan bahwa NPOPTKP BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan) diberlakukan 1 kali oleh setiap wajib pajak setiap 1 tahun.

“Artinya, yang
tidak dikenakan pajak pengalihan hak karena hibah hanya berlaku 1 kali untuk 1
orang untuk 1 tahun. Contoh, jika ada orang yang menerima 2 kali hibah dalam
setahun karena warisan dari orang tua, maka 1 objek pajak yang gratis tak kena
pajak. Yang lain tetap dikenaakan pembayaran pajak BPHTB. Sebab pada tahun
2019, hal tersebut menjadi temuan BPK RI karena tak adanya regulasi yang
menjadi pegangan dari BPPRD,sedangkan BPK sendiri persepsinya beda. Ini kata
kunci perubahan Perda 4/2018,” urainya.

Baca Juga :  Masyarakat Diimbau Waspadai Cuaca Ekstrem di Palangka Raya

Selain itu, sambungnya,
pada Pasal 99 Ayat 7 disebutkan jika besar nilai NPOPTKP ditetapkan sebesar Rp
60 Juta untuk setiap wajib pajak.

 â€œDalam
hal perolehan hak guna waris atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang
masuk dalam hubungan keluarga sedarah atau garis keturunan lurus dengan
pemberian hibah wasiat termasuk suami istri, nilai NPOPTKP sebesar Rp 350
Juta,” tutupnya.

Terpopuler

Artikel Terbaru