SAMPIT, PROKALTENG.CO- Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) maupun Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) diminta untuk melakukan cek areal lokasi kawasan reboisasi lahan gambut zona lindung yang saat ini berubah jadi kebun kelapa sawit. Seperti yang terjadi di perkebunan kelapa sawit PT Mulya Agro Permai (Grup KLK).
“Berdasarkan peta indikatip restorasi gambut di Kalimantan Tengah, saya menemukan data bahwa lahan-lahan reboisasi hutan saat ini berubah jadi kebun sawit. Oleh sebab itu, Pemerintah Kabupaten Kotim perlu melakukan cek ke lapangan,” kata anggota DPRD Kotim M Abadi, Rabu (25/8).
Menurutdia, pemerintah pusat dan daerah telah mengeluarkan dana cukup besar dalam rangka program restorasi gambut dan program reboisasi hutan. Hal ini dilihat dari hasil realisasi yang dikeluarkan oleh menteri keuangan tanggal 27 Mei 2020 lalu, terkait pemberitahuan penyampaian laporan penggunaan DBH DR Semester 2 tahun 2019 kepada gubernur, bupati, dan wali kota penerima DBH DR se-Indonesia.
“Dana untuk reboisasi sebesar Rp 70 miliar tersebut sudah klir dan sudah terealisasi dalam laporan, tetapi fakta di lapangan tidak sesuai harapan. Maka kami meminta pemerintah provinsi, Kementerian Keuangan dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan supaya melakukan pemantauan dan evaluasi atas laporan penggunaan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Kehutanan Dana Reboisasi (DBH DR) dan sisa DBH DR tahun sebelumnya, yang sudah laporankan, serta dilakukan pengecekan lapangan,” ungkap Abadi.
Ketua Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa ini mengatakan, program reboisasi tersebut ada dugaan bahwa PT Mulia Agro Permai telah melakukan skenario dengan cara membuat kerja sama dalam pengelolaan hutan monumental seluas 640 hektare agar bisa melindungi kawasan gambut dan kawasan mongrove yang telah jadi lahan perkebunan kelapa sawit.
“Program pembuatan hutan monumental adalah program pemerintah yang dibiayai dari APBN dan APBD, sehingga kalau memang pihak ketiga ikut serta di dalam pengelolaan tersebut, maka yang dilakukan dengan cara kerja sama dalam bentuk membantu pendanaan atau pun bantuan lainnya, bukan dengan cara membagi luasan hektare seperti yang terpampang di baliho atau dokumen yang ada, karena jelas bahwa program pembuatan hutan kota tersebut sudah menjadi satu kesatuan oleh Pemerintah Kabupaten Kotim,” jelasnya.