KAIN berwarna cokelat itu masih separo jadi. Sulur-sulur benang masih terikat di balok kayu. Setelah merapikan beberapa jalur benang, dog, dog… Sulastri, 62, menarik balok kayu itu. ”Satu kain ini butuh sekitar seminggu pengerjaan,” ujar Sulastri saat dijumpai di Mal Kota Kasablanka, Jakarta, Rabu (2/10).
Sulastri adalah satu di antara tiga perajin batik gedog Tuban yang diundang dalam acara Hari Batik Nasional (HBN) 2024. Dan, batik asal kampung halamannya tersebut dijadikan ikon tahun ini. Kata gedog diambil dari bunyi dog-dog saat perajin menenun benang.
Batik gedog adalah warisan hidup, seperti kain ”bernyawa” bagi warga Desa Margorejo, Kerek, Tuban. Semua proses pembuatan dilakukan di desa itu. Mulai menanam kapas untuk dijadikan benang, memintalnya, hingga menenunnya menjadi selebar kain untuk dibubuhi corak batik aneka warga.
”Sebenarnya ini lebih cocok disebut sebagai batik tenun gedog,” tutur Ketua YBI Gita Pratama Kartasasmita. Sebab, batik tersebut dibuat di atas kain yang ditenun. Bukan kain jadi seperti batik umumnya. Karakteristik itu membuat kain batik gedog sedikit tebal dan bertekstur.
Hal tersebut memberikan tantangan tersendiri bagi perancang busana yang menggunakan bahan batik gedog. Sebab, lebih sulit mengolahnya menjadi sebuah produk baju.
”Proses produksinya pun nggak mudah. Bahan baku kapas dipintal, ditenun secara manual dengan menggunakan alat-alat sederhana. Sebagian besar juga masih menggunakan pewarna alami,” beber desainer Mel Ahyar yang sempat mengeluarkan koleksi berbahan batik gedog. Idol K-pop Taeyong NCT pernah memakai batik gedog koleksi Mel Ahyar dan ramai mendapat atensi.
”Untuk itulah, kami ingin mengangkat batik ini,” imbuh Gita. Dengan begitu, batik gedog bisa lebih dikenal lebih luas, bukan sekadar masyarakat Tuban. (elo/lai/c7/nor/jpg)