Apa yang berubah setelah lockdown dicabut di semua wilayah di Tiongkok –terakhir di
Wuhan, kemarin. Yang terpenting adalah QR.
Ada QR di mana-mana. Di mal, di stasiun, di
kereta bawah tanah dan di bandara.
Maka, sebelum berangkat bepergian, Anda harus
yakin bahwa Anda sehat. Demikian juga sebelum ke mal.
Tentu Anda tidak tahu persis lagi sehat atau
tidak. Namun di ponsel Anda kini kan ada status kesehatan Anda: hijau, kuning
atau merah. Baca juga: Lock Opo Tumon
Kalau layar di ponsel Anda hijau tidak usah
waswas. Berangkat saja. Ke mal atau ke luar kota. Anda tidak akan dicekal di
depan mal atau di stasiun kereta atau di bandara.
Memang di pintu masuk mal Anda harus
mengeluarkan ponsel. Dan Anda akan diminta meng-klik QR yang ada di situ. Untuk
dilihat status kesehatan Anda: hijau, kuning atau merah.
Demikian pula di stasiun kereta. Sebelum
memasukkan kartu/koin untuk membuka pintu boarding, Anda harus ‘menembakkan’ ponsel ke QR
yang ada di situ.
QR itu terhubung dengan sentral big data. Di
sana Anda tercatat sebagai pengunjung mal dengan status hijau. Atau sebagai
penumpang dengan status sehat. Lalu diizinkan melewati pintu untuk masuk mal
atau menuju kereta.
“Saya ke Hangzhou dua hari lalu. Prosedur barunya hanya itu,”
ujar teman saya di Beijing. “Prosesnya hanya beberapa detik,”
tambahnya.
“Pemandangan apa lagi yang berbeda?”
tanya saya.
“Semua orang pakai masker. Selama di ruang
tunggu dan di dalam kereta,” katanya.
Namun kalau status kesehatan di layar ponsel
Anda kuning –apalagi merah– baiknya Anda jangan meninggalkan rumah. Toh akan
ditolak masuk ke mana-mana.
Bagi yang naik mobil pribadi lebih lancar lagi.
Semua jalan tol digratiskan. Sampai ada pengumuman lebih lanjut. Tujuannya:
untuk menggerakkan ekonomi kembali.
Dua hari terakhir keadaan seperti sudah pulih
kembali. Mereka sudah percaya diri dengan sistem kontrol kesehatan lewat
aplikasi itu.
Kota Wuhan pun sudah kembali macet.
Pabrik-pabrik sudah bekerja kembali –setidaknya sudah 80 persen, bahkan
pabrik-pabrik mobil sudah diizinkan bekerja sejak 26 Maret lalu –dua minggu
sebelum lockdown dicabut.
Wuhan memang dikenal sebagai ‘Detroit’- nya
Tiongkok. Pabrik-pabrik mobil yang berpusat di Detroit, Amerika Serikat,
memiliki pabrik mobil di Wuhan. Misalnya Ford dan General Motors.
Demikian juga pabrik-pabrik mobil dari Prancis:
punya pabrik di Wuhan. Misalnya Renault.
Karena itu begitu banyak pula pabrik suku
cadang mobil di Wuhan. Sebagian pasokan di seluruh dunia datang dari Wuhan.
“Hubungan Detroit dengan Wuhan sangat
kental,” ujar teman saya yang tinggal di Detroit, Michigan, Amerika
Serikat.
Wuhan-Michigan (via New York) adalah jalur
pertukaran manusia yang sangat besar. Belakangan ditambah: Detroit-Wuhan-Torino
(Italia Utara). Yakni setelah pabrik mobil Italia, Fiat, mengakuisisi Chysler –
-menjadi FCA (Fiat Chrysler Automobiles). Yang juga punya pabrik mobil di
Wuhan.
Teman saya itu menilai besarnya penderita
COVID-19 di Detroit (nomor 3 setelah New York dan tetangganya, New Jersey) ada
kaitan dengan itu. Demikian juga besarnya penderita COVID-19 di Italia utara.
“Automotive industry connection telah
menjadi Covid connection,” katanya. Tentu, itu hanya salah satu
kemungkinan.
Yang jelas ‘pasien zero’ di Amerika diketahui
ada di negara bagian Washington. Bukan di Detroit. Yakni warga sebuah kota
kecil 50 Km di utara Seattle.
Itu ditemukan tanggal 20 Januari 2020. Yakni
ketika ‘pasien zero’ tersebut masuk rumah sakit sehari sebelumnya. Dan ia
mengaku baru datang dari Wuhan. Untuk menjenguk keluarga.
‘Pasien kedua’ ditemukan di Chicago. Tanggal 22
Januari 2020. Tidak ada hubungannya dengan ‘pasien zero’.
Yang di Chicago itu juga mengaku baru datang
dari Wuhan. Untuk sebuah acara keluarga. Yang di Chicago itu lantas menulari
pasien berikutnya: istrinya sendiri.
Jadi Amerika sebenarnya sudah mulai terjangkiti
sedini itu. Tapi selalu saja dianggap sepele. Akhirnya telat. Tergopoh-gopoh.
Menjadi yang terparah di seluruh dunia.
COVID-19 ini dari Wuhan menyebar menghebohkan
seluruh dunia. Termasuk membuat tiga pendeta terkemuka Indonesia saling ‘perang
YouTube’ di dunia maya.
Wuhan sendiri –yang tiga bulan terakhir sangat
menderita akibat lockdown—
kini sudah riang gembira. Tinggal kita yang masih merana. Terutama yang
belum move on bersama.(***)