25 C
Jakarta
Thursday, November 28, 2024

Soal RUU Ketahanan Keluarga, PAN: Tak Perlu Dilanjutkan jika Merugikan

RUU
Ketahanan Keluarga dinilai terlalu masuk ke dalam urusan pribadi warga
masyarakat. Undang-undang semestinya tidak diarahkan pada pengaturan wilayah
pribadi seperti beberapa pasal yang ada di RUU Ketahanan Keluarga.

Menanggapi
hal tersebut, Wakil Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), Saleh Daulay
tegas menolak apabila banyak merugikan masyarakat. “UU harus mengarah pada
pengaturan bagaimana agar rakyat semakin sejahtera. Kalau ada RUU yang terlalu
mengatur wilayah pribadi, perlu dilihat manfaat dan mudaratnya. Jika mudaratnya
lebih besar, ya RUU itu tidak perlu dilanjutkan,” ujar Saleh kepada wartawan,
Sabtu (22/2).

Pengusulan
RUU Ketahanan Keluarga dinilai kurang memperhatikan fenomena sosial masyarakat
di Indonesia. Pasalnya, ada banyak organisasi kemasyarakatan dan keagamaan di
Indonesia yang tidak dilibatkan. Atau tidak diajak bicara ketika RUU itu
dirancang. Padahal, organisasi-organisasi itu memiliki sayap organisasi
perempuan yang sudah pengalaman hingga ratusan tahun.

Baca Juga :  Tim Penjaringan Kepala Daerah Partai Gerindra Dipertanyakan

“Organisasi
seperti Aisiyah, Muslimat NU, Nasyiyatul Aisiyah, dan Fatayat NU sudah memiliki
pengalaman yang cukup lama dalam melakukan pembinaan keluarga. Begitu juga
organisasi-organisasi perempuan lainnya yang cukup banyak berkembang dan subur
di Indonesia. Termasuk tentunya majelis-majelis taklim ibu-ibu. Rata-rata
program dan agenda kerjanya adalah terkait dengan ketahanan dan pembinaan keluarga,”
tegasnya.

Menurut
Saleh, kalau ingin memperkuat ketahanan keluarga, organisasi-organisasi
tersebut harus dilibatkan secara aktif. Termasuk jika ada rencana membuat UU.
Mereka yang perlu diajak berdiskusi terlebih dahulu.

“Saya
dengar, mereka belum diajak. Itulah sebabnya barangkali, mengapa banyak aktivis
perempuan yang mengkritik substansi RUU Ketahanan Keluarga itu. Ini penting
untuk didengar oleh fraksi-fraksi yang ada di DPR,” ungkapnya.

Sejauh
ini, RUU Ketahanan Keluarga adalah usulan pribadi beberapa anggota DPR. Fraksi
PAN belum memberikan pandangan resmi terkait masalah tersebut. Masih dilakukan
kajian yang lebih mendalam agar penilaian yang diberikan lebih objektif

Baca Juga :  GDN Akan Sampaikan Aspirasi ke Presiden, Minta Putra Dayak Diakomodasi

Seperti
diketahui, RUU Ketahanan Keluarga memicu perdebatan setelah drafnya tersebar di
media sosial. Masyarakat menganggap RUU tersebut menerabas ruang-ruang privat
warga negara.

Beberapa
aturan yang disoroti adalah pengaturan peran istri, larangan aktivitas seksual
BDSM, istri wajib mengurusi rumah tangga, dan kewajiban melapor bagi pelaku
lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT).

RUU ini
diusulkan Netty Prasetiyani dan Ledia Hanifa dari Fraksi PKS, Endang Maria
Astuti dari Fraksi Partai Golkar, Sodik Mudjahid dari Fraksi Partai Gerindra,
serta Ali Taher dari Fraksi PAN. Draf aturan tersebut masuk dalam Prolegnas
Prioritas 2020.(jpc)

 

RUU
Ketahanan Keluarga dinilai terlalu masuk ke dalam urusan pribadi warga
masyarakat. Undang-undang semestinya tidak diarahkan pada pengaturan wilayah
pribadi seperti beberapa pasal yang ada di RUU Ketahanan Keluarga.

Menanggapi
hal tersebut, Wakil Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), Saleh Daulay
tegas menolak apabila banyak merugikan masyarakat. “UU harus mengarah pada
pengaturan bagaimana agar rakyat semakin sejahtera. Kalau ada RUU yang terlalu
mengatur wilayah pribadi, perlu dilihat manfaat dan mudaratnya. Jika mudaratnya
lebih besar, ya RUU itu tidak perlu dilanjutkan,” ujar Saleh kepada wartawan,
Sabtu (22/2).

Pengusulan
RUU Ketahanan Keluarga dinilai kurang memperhatikan fenomena sosial masyarakat
di Indonesia. Pasalnya, ada banyak organisasi kemasyarakatan dan keagamaan di
Indonesia yang tidak dilibatkan. Atau tidak diajak bicara ketika RUU itu
dirancang. Padahal, organisasi-organisasi itu memiliki sayap organisasi
perempuan yang sudah pengalaman hingga ratusan tahun.

Baca Juga :  Tim Penjaringan Kepala Daerah Partai Gerindra Dipertanyakan

“Organisasi
seperti Aisiyah, Muslimat NU, Nasyiyatul Aisiyah, dan Fatayat NU sudah memiliki
pengalaman yang cukup lama dalam melakukan pembinaan keluarga. Begitu juga
organisasi-organisasi perempuan lainnya yang cukup banyak berkembang dan subur
di Indonesia. Termasuk tentunya majelis-majelis taklim ibu-ibu. Rata-rata
program dan agenda kerjanya adalah terkait dengan ketahanan dan pembinaan keluarga,”
tegasnya.

Menurut
Saleh, kalau ingin memperkuat ketahanan keluarga, organisasi-organisasi
tersebut harus dilibatkan secara aktif. Termasuk jika ada rencana membuat UU.
Mereka yang perlu diajak berdiskusi terlebih dahulu.

“Saya
dengar, mereka belum diajak. Itulah sebabnya barangkali, mengapa banyak aktivis
perempuan yang mengkritik substansi RUU Ketahanan Keluarga itu. Ini penting
untuk didengar oleh fraksi-fraksi yang ada di DPR,” ungkapnya.

Sejauh
ini, RUU Ketahanan Keluarga adalah usulan pribadi beberapa anggota DPR. Fraksi
PAN belum memberikan pandangan resmi terkait masalah tersebut. Masih dilakukan
kajian yang lebih mendalam agar penilaian yang diberikan lebih objektif

Baca Juga :  GDN Akan Sampaikan Aspirasi ke Presiden, Minta Putra Dayak Diakomodasi

Seperti
diketahui, RUU Ketahanan Keluarga memicu perdebatan setelah drafnya tersebar di
media sosial. Masyarakat menganggap RUU tersebut menerabas ruang-ruang privat
warga negara.

Beberapa
aturan yang disoroti adalah pengaturan peran istri, larangan aktivitas seksual
BDSM, istri wajib mengurusi rumah tangga, dan kewajiban melapor bagi pelaku
lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT).

RUU ini
diusulkan Netty Prasetiyani dan Ledia Hanifa dari Fraksi PKS, Endang Maria
Astuti dari Fraksi Partai Golkar, Sodik Mudjahid dari Fraksi Partai Gerindra,
serta Ali Taher dari Fraksi PAN. Draf aturan tersebut masuk dalam Prolegnas
Prioritas 2020.(jpc)

 

Terpopuler

Artikel Terbaru