25.6 C
Jakarta
Saturday, November 23, 2024

Kasus Gagal Bayar Asuransi, Tersangka Bisa Bertambah

Penyidikan kasus dugaan korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero)
atau AJS oleh Kejaksaan Agung memasuki babak baru. Kemarin (14/1) penyidik
pidana khusus (pidsus) Kejagung menetapkan lima tersangka. Salah satunya mantan
Dirut PT AJS Hendrisman Rahim.

Dua tersangka lain berasal dari swasta. Yakni, Komisaris PT
Hanson International Benny Tjokrosaputro dan Presiden Komisaris PT Trada Alam
Minera Heru Hidayat. Dua tersangka lagi adalah mantan Direktur Keuangan AJS
Harry Prasetyo serta mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Syahmirwan.

Mereka keluar dari gedung bundar Kejagung secara bergantian
dengan mengenakan rompi berwarna merah muda, tanda telah berstatus tersangka
dan hendak ditahan. Benny keluar pertama pada pukul 17.08.

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Adi
Toegarisman mengatakan, lima tersangka ditahan secara terpisah. Hendrisman
dikirim ke Rutan Guntur Pomdam Jaya, Harry ditahan di Rutan Salemba Cabang
Kejari Jakarta Selatan, dan Syahmirwan dititipkan di Rutan Cipinang. Lalu, Benny
harus mendekam di Rutan KPK dan Heru di Rutan Kejagung.

Para tersangka dijerat dengan sangkaan pasal 2 subsider pasal 3
UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. ”Iya, sama (untuk
kelima tersangka, Red),” jelas Adi di Kejagung.

Namun, Adi enggan membeber peran masing-masing tersangka dalam
dugaan penyimpangan pengelolaan dana yang berujung pada gagal bayar polis
tersebut. Dia berdalih proses penyidikan masih berjalan. Penyidik juga terus
melakukan pendalaman dan mengumpulkan fakta-fakta tambahan untuk menentukan
tersangka lain. ”Kami nggak mungkin jelaskan peran masing-masing. Itu masih
strategi kami,” kelit mantan kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum)
Kejagung tersebut.

Direktur Penyidikan pada JAM Pidsus Kejagung Febri Ardiansyah
menambahkan, pengembangan kasus Jiwasraya dipastikan meningkat. Pihaknya terus
menerima dokumen-dokumen dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Kejagung mencatat
ada tambahan transaksi yang harus diteliti hingga 55 ribu transaksi saham dan masih
menunggu indikasi transaksi reksa dana yang merugi.

Tidak hanya itu, dalam waktu dekat Kejagung juga berencana
merambah penelusuran aset-aset. ”Mudah-mudahan dalam waktu dekat kita akan
melakukan penelusuran aset. Mudah-mudahan bisa terungkap semua,” jelas Febri.
Rencananya, hari ini penyidik juga memeriksa empat tersangka lain.

Baca Juga :  Kominfo Blokir Layanan Data di Papua

Sementara itu, para tersangka memilih bungkam saat keluar dari
Gedung Bundar KPK. Namun, melalui kuasa hukum, mereka mempertanyakan upaya
penahanan yang dilakukan penyidik. ”Nggak ngerti apa alat buktinya,” kata
Muchtar Arifin, pengacara Benny, di kompleks Kejagung seusai pemeriksaan.

Muchtar menyesalkan penahanan terhadap kliennya. Sebab, penyidik
belum menjelaskan penetapan tersangka Benny. Apalagi, kliennya bukan berasal
dari internal Jiwasraya. ”Orang Jiwasraya yang harusnya bertanggung jawab.
Direksinya,” cetus dia.

Perusahaan Benny diketahui menerbitkan medium term notes (MTN)
di PT Asuransi Jiwasraya sebesar Rp 680 miliar. Namun, kata dia, pada 2016
sudah diselesaikan semua. ”Nggak ada sangkut pautnya lagi,” ucapnya. Terlebih,
lanjut Muchtar, jumlah itu lebih kecil jika dibandingkan dengan pihak lain yang
menanam modal hingga kerugian PT AJS mencapai Rp 13,7 triliun.

Senada, Soesilo Ariwibowo, pengacara Heru, menyayangkan penetapan
tersangka yang dinilai terlalu buru-buru. ”Memang saya sebagai penasihat hukum
tentu menyayangkan penahanan ini karena tidak ada urgensinya,” jelas dia.
Soesilo juga tidak menjelaskan dugaan perbuatan kliennya dalam kasus tersebut.
Alasannya, menunggu penjelasan secara lengkap dari Kejagung.

Jaksa Agung ST Burhanuddin dalam kesempatan sebelumnya
menyatakan bahwa pihaknya telah melakukan penggeledahan terhadap 13 objek
pemeriksaan. Sebanyak 24 saksi juga telah diperiksa sejak 27 Desember 2019
secara beruntun. Saat ini Kejagung bersama BPK bekerja sama terkait dengan
perhitungan kerugian negara kasus tersebut.

BPK mengungkapkan, ada 16 temuan terkait pengelolaan bisnis,
investasi, pendapatan, dan biaya operasional perusahaan PT AJS selama
2014–2015. BPK mengumumkan hasil pemeriksaan di mana terdapat dugaan negative
equity sebesar Rp 27,2 triliun per November 2019. Menurut Ketua BPK Agung
Firman Sampurna, kerugian itu terutama karena PT AJS menjual produk JS Saving
Plan dengan cost of fund yang sangat tinggi di atas bunga deposito dan obligasi
yang dilakukan secara masif sejak 2015.

Sementara itu, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick
Thohir mengapresiasi upaya investigasi dan langkah penahanan terhadap tersangka
kasus Jiwasraya. Secara khusus, dia merespons positif hasil kerja Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) dan tindakan tegas Kejaksaan Agung. ’’Kami
mengapresiasi pihak BPK yang sudah melakukan investigasi dan juga pihak
kejaksaan yang secara cepat dan responsif menangani kasus ini,’’ ujarnya kemarin
(14/1).

Baca Juga :  Banyak Beredar Obat Ilegal untuk Penyembuhan Virus Korona

Erick menyatakan, tindakan tegas seperti yang diterapkan pada
kasus Jiwasraya sangat penting dalam mengembalikan kepercayaan publik kepada
korporasi. Terutama kepada perusahaan layanan asuransi. ’’Pengusutan kasus di
masa lalu itu sekaligus penataan korporasi untuk hari ini dan masa depan yang
semakin baik,’’ tegasnya.

Peleburan ASABRI-Taspen

Proses peleburan PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata RI
(ASABRI) ke Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan terus
berjalan di tengah isu dugaan korupsi. Selain ASABRI, sedang dipersiapkan pula
penggabungan PT Taspen (Persero) ke dalam BPJS Ketenagakerjaan.

Sebagai informasi, berdasar Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004
tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), ASABRI dan Taspen harus melebur
ke BPJS Ketenagakerjaan. Ditargetkan, penggabungan tersebut paling lambat
berlangsung pada 2029. ’’Sedang disiapkan sesuai regulasi yang ada. Kita ikuti
saja,’’ tutur Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Agus Susanto saat ditemui di
Hotel Bidakara, Jakarta, kemarin.

Dia belum mau memerinci skema iuran dan klaim manfaat bagi
peserta Taspen maupun ASABRI. Agus juga enggan berkomentar banyak soal gugatan
empat purnawirawan TNI ke Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak peleburan
tersebut. Sebab, mereka merasa risiko kerja TNI tak bisa disamakan dengan
pekerja biasa. ’’Sebaiknya tanya ke kementerian. Saya kira nanti pemerintah
yang koordinasikan,’’ ujarnya.

Disinggung soal kabar suntikan dana untuk Jiwasraya, Agus
membantah. Menurut dia, kabar tersebut tidak benar. Tidak ada rencana dari BPJS
Ketenagakerjaan untuk memberikan suntikan dana kepada perusahaan pelat merah
tersebut.

Meski demikian, pihaknya patuh pada aturan OJK soal report
investasi tiap bulan. Kewajiban itu dilakukan untuk merespons kasus Jiwasraya
dan ASABRI yang dinilai gagal dalam manajemen investasi. ’’Tiap bulan laporan
nggak hanya ke OJK, tapi BPK juga,’’ katanya.(jpc)

 

Penyidikan kasus dugaan korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero)
atau AJS oleh Kejaksaan Agung memasuki babak baru. Kemarin (14/1) penyidik
pidana khusus (pidsus) Kejagung menetapkan lima tersangka. Salah satunya mantan
Dirut PT AJS Hendrisman Rahim.

Dua tersangka lain berasal dari swasta. Yakni, Komisaris PT
Hanson International Benny Tjokrosaputro dan Presiden Komisaris PT Trada Alam
Minera Heru Hidayat. Dua tersangka lagi adalah mantan Direktur Keuangan AJS
Harry Prasetyo serta mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Syahmirwan.

Mereka keluar dari gedung bundar Kejagung secara bergantian
dengan mengenakan rompi berwarna merah muda, tanda telah berstatus tersangka
dan hendak ditahan. Benny keluar pertama pada pukul 17.08.

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Adi
Toegarisman mengatakan, lima tersangka ditahan secara terpisah. Hendrisman
dikirim ke Rutan Guntur Pomdam Jaya, Harry ditahan di Rutan Salemba Cabang
Kejari Jakarta Selatan, dan Syahmirwan dititipkan di Rutan Cipinang. Lalu, Benny
harus mendekam di Rutan KPK dan Heru di Rutan Kejagung.

Para tersangka dijerat dengan sangkaan pasal 2 subsider pasal 3
UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. ”Iya, sama (untuk
kelima tersangka, Red),” jelas Adi di Kejagung.

Namun, Adi enggan membeber peran masing-masing tersangka dalam
dugaan penyimpangan pengelolaan dana yang berujung pada gagal bayar polis
tersebut. Dia berdalih proses penyidikan masih berjalan. Penyidik juga terus
melakukan pendalaman dan mengumpulkan fakta-fakta tambahan untuk menentukan
tersangka lain. ”Kami nggak mungkin jelaskan peran masing-masing. Itu masih
strategi kami,” kelit mantan kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum)
Kejagung tersebut.

Direktur Penyidikan pada JAM Pidsus Kejagung Febri Ardiansyah
menambahkan, pengembangan kasus Jiwasraya dipastikan meningkat. Pihaknya terus
menerima dokumen-dokumen dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Kejagung mencatat
ada tambahan transaksi yang harus diteliti hingga 55 ribu transaksi saham dan masih
menunggu indikasi transaksi reksa dana yang merugi.

Tidak hanya itu, dalam waktu dekat Kejagung juga berencana
merambah penelusuran aset-aset. ”Mudah-mudahan dalam waktu dekat kita akan
melakukan penelusuran aset. Mudah-mudahan bisa terungkap semua,” jelas Febri.
Rencananya, hari ini penyidik juga memeriksa empat tersangka lain.

Baca Juga :  Kominfo Blokir Layanan Data di Papua

Sementara itu, para tersangka memilih bungkam saat keluar dari
Gedung Bundar KPK. Namun, melalui kuasa hukum, mereka mempertanyakan upaya
penahanan yang dilakukan penyidik. ”Nggak ngerti apa alat buktinya,” kata
Muchtar Arifin, pengacara Benny, di kompleks Kejagung seusai pemeriksaan.

Muchtar menyesalkan penahanan terhadap kliennya. Sebab, penyidik
belum menjelaskan penetapan tersangka Benny. Apalagi, kliennya bukan berasal
dari internal Jiwasraya. ”Orang Jiwasraya yang harusnya bertanggung jawab.
Direksinya,” cetus dia.

Perusahaan Benny diketahui menerbitkan medium term notes (MTN)
di PT Asuransi Jiwasraya sebesar Rp 680 miliar. Namun, kata dia, pada 2016
sudah diselesaikan semua. ”Nggak ada sangkut pautnya lagi,” ucapnya. Terlebih,
lanjut Muchtar, jumlah itu lebih kecil jika dibandingkan dengan pihak lain yang
menanam modal hingga kerugian PT AJS mencapai Rp 13,7 triliun.

Senada, Soesilo Ariwibowo, pengacara Heru, menyayangkan penetapan
tersangka yang dinilai terlalu buru-buru. ”Memang saya sebagai penasihat hukum
tentu menyayangkan penahanan ini karena tidak ada urgensinya,” jelas dia.
Soesilo juga tidak menjelaskan dugaan perbuatan kliennya dalam kasus tersebut.
Alasannya, menunggu penjelasan secara lengkap dari Kejagung.

Jaksa Agung ST Burhanuddin dalam kesempatan sebelumnya
menyatakan bahwa pihaknya telah melakukan penggeledahan terhadap 13 objek
pemeriksaan. Sebanyak 24 saksi juga telah diperiksa sejak 27 Desember 2019
secara beruntun. Saat ini Kejagung bersama BPK bekerja sama terkait dengan
perhitungan kerugian negara kasus tersebut.

BPK mengungkapkan, ada 16 temuan terkait pengelolaan bisnis,
investasi, pendapatan, dan biaya operasional perusahaan PT AJS selama
2014–2015. BPK mengumumkan hasil pemeriksaan di mana terdapat dugaan negative
equity sebesar Rp 27,2 triliun per November 2019. Menurut Ketua BPK Agung
Firman Sampurna, kerugian itu terutama karena PT AJS menjual produk JS Saving
Plan dengan cost of fund yang sangat tinggi di atas bunga deposito dan obligasi
yang dilakukan secara masif sejak 2015.

Sementara itu, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick
Thohir mengapresiasi upaya investigasi dan langkah penahanan terhadap tersangka
kasus Jiwasraya. Secara khusus, dia merespons positif hasil kerja Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) dan tindakan tegas Kejaksaan Agung. ’’Kami
mengapresiasi pihak BPK yang sudah melakukan investigasi dan juga pihak
kejaksaan yang secara cepat dan responsif menangani kasus ini,’’ ujarnya kemarin
(14/1).

Baca Juga :  Banyak Beredar Obat Ilegal untuk Penyembuhan Virus Korona

Erick menyatakan, tindakan tegas seperti yang diterapkan pada
kasus Jiwasraya sangat penting dalam mengembalikan kepercayaan publik kepada
korporasi. Terutama kepada perusahaan layanan asuransi. ’’Pengusutan kasus di
masa lalu itu sekaligus penataan korporasi untuk hari ini dan masa depan yang
semakin baik,’’ tegasnya.

Peleburan ASABRI-Taspen

Proses peleburan PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata RI
(ASABRI) ke Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan terus
berjalan di tengah isu dugaan korupsi. Selain ASABRI, sedang dipersiapkan pula
penggabungan PT Taspen (Persero) ke dalam BPJS Ketenagakerjaan.

Sebagai informasi, berdasar Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004
tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), ASABRI dan Taspen harus melebur
ke BPJS Ketenagakerjaan. Ditargetkan, penggabungan tersebut paling lambat
berlangsung pada 2029. ’’Sedang disiapkan sesuai regulasi yang ada. Kita ikuti
saja,’’ tutur Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Agus Susanto saat ditemui di
Hotel Bidakara, Jakarta, kemarin.

Dia belum mau memerinci skema iuran dan klaim manfaat bagi
peserta Taspen maupun ASABRI. Agus juga enggan berkomentar banyak soal gugatan
empat purnawirawan TNI ke Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak peleburan
tersebut. Sebab, mereka merasa risiko kerja TNI tak bisa disamakan dengan
pekerja biasa. ’’Sebaiknya tanya ke kementerian. Saya kira nanti pemerintah
yang koordinasikan,’’ ujarnya.

Disinggung soal kabar suntikan dana untuk Jiwasraya, Agus
membantah. Menurut dia, kabar tersebut tidak benar. Tidak ada rencana dari BPJS
Ketenagakerjaan untuk memberikan suntikan dana kepada perusahaan pelat merah
tersebut.

Meski demikian, pihaknya patuh pada aturan OJK soal report
investasi tiap bulan. Kewajiban itu dilakukan untuk merespons kasus Jiwasraya
dan ASABRI yang dinilai gagal dalam manajemen investasi. ’’Tiap bulan laporan
nggak hanya ke OJK, tapi BPK juga,’’ katanya.(jpc)

 

Terpopuler

Artikel Terbaru