MUARA TEWEH-Bulan
November tahun ini, merupakan kesempatan yang tepat bagi peladang untuk
melakukan penanaman benih padi. Budaya Kearifan lokal yang masih dilestarikan,
terlihat masyarakat berbondong-bondong saling bahu-membahu gotong royong
melakukan serangkaian proses penanaman.
Andri Maulana (22, pemuda
Kelurahan Jambu Kecamatan Teweh Baru mengatakan bahwa berladang secara
tradisional seperti ini sudah dilakukan sejak nenek moyang mereka. Bahkan, ini
merupakan rutinitas tahunan yang sarat akan nilai budaya, yang harus dilestarikan.
“Sejak dulu kalau
berladang ketika musim tanam, pasti dilakukan dengan bergotong royong. Selain
mengajarkan makna kebersamaan dalam bermasyarakat, budaya berladang juga
mengenalkan kita dengan varietas padi dan tanaman lokal yang kita miliki,”
jelasnya, Selasa (12/11)
Gotong royong tanpa
pamrih sudah menjadi kebiasaan warga Kabupaten Batara. Ketika musim tanam,
masyarakat saling gotong royong dan bagi-bagi tugas. Ada yang membuat lubang
tanam menggunakan kayu tundang dan ada yang memasukan benih padi ke dalam
lubang yang sudah dibuat tersebut.
“Manugal bahasa
kami di sini pasti dilakukan oleh banyak orang. Jika tidak pernah ikut manugal
berarti bukan orang Dayak asli,” tuturnya sambil tersenyum.
Namun, akhir-akhir ini.
Andri merasa khawatir, tradisi yang sudah dilakukan sejak berabad-abad tahun
lamanya. Kemungkinan besar akan punah dan tersisa hanyalah kenangan. Kenapa
demikian, diungkapkan oleh Andri bahwa banyak saudara-saudara mereka saat
membuka ladang ditangkap oleh aparat, bagaikan teroris dengan alih-alih tuduhan
membakar hutan.
“Sebenarnya, oknum saja yang melakukan
pembakaran sampai merambat ke wilayah lahan yang lain. Kalau memang benar-benar
peladang, tidak mungkin akan merambat karena secara teknis para peladang sudah
menggunakan cara yang aman dengan memperhatikan lingkungan sekitar”
ujarnya.(adl/ram)