30.2 C
Jakarta
Tuesday, December 2, 2025

Batik Siger Tumbuh Pesat Berkat Rumah BUMN BRI, Bukti Nyata UMKM Bisa Naik Kelas

LAMPUNG – Batik Siger terus mencuri perhatian sebagai salah satu ikon budaya Lampung yang lahir dari tangan para perajin lokal. Di balik perkembangannya, ada sosok Laila Al Khusna, perempuan yang lebih dari satu dekade mendorong pemberdayaan masyarakat lewat batik khas Lampung. Upayanya ini sejalan dengan dorongan pemerintah daerah dalam memperkuat identitas budaya daerah sekaligus menggerakkan UMKM kreatif.

Dari sebuah rumah batik di Bandar Lampung, Laila membuktikan bahwa pelestarian budaya bisa berjalan beriringan dengan kemandirian ekonomi. Ia menangkap peluang ketika batik ditetapkan UNESCO sebagai warisan budaya pada 2009 dan ketika pemerintah daerah menyerukan hadirnya batik khas sebagai pakaian wajib ASN maupun BUMN.

“Saat itu saya melihat kebutuhan besar, tapi pembatik Lampung hampir tidak ada karena kebanyakan berasal dari Jawa,” ujarnya.

Bermodal ilmu dari orang tuanya, Laila mendirikan Lembaga Kursus dan Pelatihan Batik Siger pada 2008. Dari tempat itulah Batik Siger tumbuh, dengan mimpi besar: batik Lampung harus dikembangkan oleh warga Lampung sendiri.

Perjalanannya tak mudah. Ia mengisahkan betapa sulitnya mencari peserta di awal berdirinya. “Saya sudah keliling ke RT, kelurahan, sampai kelompok arisan. Tidak ada yang mau. Sampai akhirnya ada satu orang yang tertarik belajar,” katanya. Meski begitu, motivasinya tak luntur. Ia ingin ilmu keluarga bermanfaat dan membantu mengangkat martabat daerah.

Baca Juga :  Jelang Restrukturisasi Kredit COVID-19 Berakhir, BRI Siapkan Strategi Pencadangan Memadai

Kini, lulusan Batik Siger banyak yang sukses membuka usaha sendiri. Bagi Laila, ini menjadi bukti bahwa Batik Siger tak hanya mencetak perajin, tetapi juga membuka pintu ekonomi baru. Sekitar 80 persen penjualan Batik Siger berasal dari Lampung, sementara sisanya menjangkau berbagai daerah melalui e-commerce.

Selain fokus pada pemberdayaan, Batik Siger juga dikenal dengan konsep ramah lingkungan. Laila menerapkan prinsip zero waste dengan memanfaatkan sisa kain menjadi produk lain. Sekitar 70 persen batiknya memakai pewarna alami, sedangkan limbah pewarna sintetis diproses melalui sistem penyaringan agar aman dibuang. Komitmen ini mengantar Batik Siger meraih penghargaan Upakarti pada 2014.

Electronic money exchangers listing

Perkembangan Batik Siger juga diperkuat keikutsertaan Laila dalam Program Rumah BUMN BRI. Ia mengenang awal mula bergabung karena adanya imbauan pemerintah agar UMKM mendapat pembinaan yang tepat.

Baca Juga :  Jelang Periode Nataru, BRI Siapkan Uang Tunai Rp24,6 Triliun

“Sejak 2011 atau 2012 saya mulai aktif. BRI mengarahkan kami mengisi produk di bandara, lalu masuk grup WhatsApp untuk berbagi ilmu,” tuturnya.

Menurut Laila, manfaat dari Rumah BUMN BRI sangat terasa. Mulai dari manajemen usaha, strategi pemasaran, digital marketing, hingga pemanfaatan e-commerce. Ia juga mendapatkan pendampingan terkait akses pembiayaan, termasuk memahami prosedur dan risiko perbankan.

Ia menilai program Rumah BUMN BRI berperan besar dalam membantu UMKM naik kelas. Seluruh pengetahuan yang ia dapat diterapkan langsung untuk memperkuat Batik Siger.

Dalam kesempatan terpisah, Direktur Mikro BRI Akhmad Purwakajaya menegaskan komitmen BRI untuk terus mendampingi UMKM melalui ekosistem pembinaan yang terarah. Menurutnya, BRI tidak hanya hadir lewat permodalan, tetapi juga pendampingan bisnis, literasi, digitalisasi, hingga membuka peluang jejaring pasar.

“Dengan kombinasi itu, UMKM diharapkan mampu meningkatkan daya saing sekaligus menciptakan nilai tambah di pasar,” ujarnya. ***

LAMPUNG – Batik Siger terus mencuri perhatian sebagai salah satu ikon budaya Lampung yang lahir dari tangan para perajin lokal. Di balik perkembangannya, ada sosok Laila Al Khusna, perempuan yang lebih dari satu dekade mendorong pemberdayaan masyarakat lewat batik khas Lampung. Upayanya ini sejalan dengan dorongan pemerintah daerah dalam memperkuat identitas budaya daerah sekaligus menggerakkan UMKM kreatif.

Dari sebuah rumah batik di Bandar Lampung, Laila membuktikan bahwa pelestarian budaya bisa berjalan beriringan dengan kemandirian ekonomi. Ia menangkap peluang ketika batik ditetapkan UNESCO sebagai warisan budaya pada 2009 dan ketika pemerintah daerah menyerukan hadirnya batik khas sebagai pakaian wajib ASN maupun BUMN.

“Saat itu saya melihat kebutuhan besar, tapi pembatik Lampung hampir tidak ada karena kebanyakan berasal dari Jawa,” ujarnya.

Electronic money exchangers listing

Bermodal ilmu dari orang tuanya, Laila mendirikan Lembaga Kursus dan Pelatihan Batik Siger pada 2008. Dari tempat itulah Batik Siger tumbuh, dengan mimpi besar: batik Lampung harus dikembangkan oleh warga Lampung sendiri.

Perjalanannya tak mudah. Ia mengisahkan betapa sulitnya mencari peserta di awal berdirinya. “Saya sudah keliling ke RT, kelurahan, sampai kelompok arisan. Tidak ada yang mau. Sampai akhirnya ada satu orang yang tertarik belajar,” katanya. Meski begitu, motivasinya tak luntur. Ia ingin ilmu keluarga bermanfaat dan membantu mengangkat martabat daerah.

Baca Juga :  Jelang Restrukturisasi Kredit COVID-19 Berakhir, BRI Siapkan Strategi Pencadangan Memadai

Kini, lulusan Batik Siger banyak yang sukses membuka usaha sendiri. Bagi Laila, ini menjadi bukti bahwa Batik Siger tak hanya mencetak perajin, tetapi juga membuka pintu ekonomi baru. Sekitar 80 persen penjualan Batik Siger berasal dari Lampung, sementara sisanya menjangkau berbagai daerah melalui e-commerce.

Selain fokus pada pemberdayaan, Batik Siger juga dikenal dengan konsep ramah lingkungan. Laila menerapkan prinsip zero waste dengan memanfaatkan sisa kain menjadi produk lain. Sekitar 70 persen batiknya memakai pewarna alami, sedangkan limbah pewarna sintetis diproses melalui sistem penyaringan agar aman dibuang. Komitmen ini mengantar Batik Siger meraih penghargaan Upakarti pada 2014.

Perkembangan Batik Siger juga diperkuat keikutsertaan Laila dalam Program Rumah BUMN BRI. Ia mengenang awal mula bergabung karena adanya imbauan pemerintah agar UMKM mendapat pembinaan yang tepat.

Baca Juga :  Jelang Periode Nataru, BRI Siapkan Uang Tunai Rp24,6 Triliun

“Sejak 2011 atau 2012 saya mulai aktif. BRI mengarahkan kami mengisi produk di bandara, lalu masuk grup WhatsApp untuk berbagi ilmu,” tuturnya.

Menurut Laila, manfaat dari Rumah BUMN BRI sangat terasa. Mulai dari manajemen usaha, strategi pemasaran, digital marketing, hingga pemanfaatan e-commerce. Ia juga mendapatkan pendampingan terkait akses pembiayaan, termasuk memahami prosedur dan risiko perbankan.

Ia menilai program Rumah BUMN BRI berperan besar dalam membantu UMKM naik kelas. Seluruh pengetahuan yang ia dapat diterapkan langsung untuk memperkuat Batik Siger.

Dalam kesempatan terpisah, Direktur Mikro BRI Akhmad Purwakajaya menegaskan komitmen BRI untuk terus mendampingi UMKM melalui ekosistem pembinaan yang terarah. Menurutnya, BRI tidak hanya hadir lewat permodalan, tetapi juga pendampingan bisnis, literasi, digitalisasi, hingga membuka peluang jejaring pasar.

“Dengan kombinasi itu, UMKM diharapkan mampu meningkatkan daya saing sekaligus menciptakan nilai tambah di pasar,” ujarnya. ***

Terpopuler

Artikel Terbaru