26.8 C
Jakarta
Monday, November 24, 2025

Ketum PBNU Disebut Berkonflik dengan Sekjen dan Bendum

PROKALTENG.CO-Dinamika internal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) tengah menjadi sorotan setelah munculnya desakan agar Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf alias Gus Yahya mundur dari jabatannya. Kondisi ini memunculkan polemik di tengah kalangan nahdliyin.

Akademisi sekaligus ulama muda NU di Australia, Nadirsyah Hosen atau yang akrab disapa Gus Nadir menilai, kondisi organisasi tengah mengalami persoalan serius, terutama terkait hubungan pucuk pimpinan PBNU dengan sejumlah pengurus inti. Gus Nadir menyinggung adanya konflik internal yang membuat organisasi berjalan tidak semestinya.

Dalam kritiknya, Gus Nadir menyebut hubungan antara Gus Yahya dengan pengurus lain tidak berjalan harmonis. Ia menyinggung hubungan Gus Yahya dengan Sekretaris Jenderal (Sekjen) PBNU Saifullah Yusuf alias Gus Ipul dan Bendahara Umum (Bendum) Gudfan Arif Ghofur yang sudah tidak sejalan sejak lama.

Bahkan, Gus Yahya juga disebut tidak menjalin hubungan harmonis dengan Rais Aam PBNU KH Miftachul Akhyar.

“Jam’iyyah ini sedang berjalan terbalik. Ketua Umum berkonflik dengan Sekjen dan Bendum. Ketua Umum juga tidak akur dengan Rais ‘Am,” kata Gus Nadir dalam unggahan pada media sosial Instagram, Minggu (23/11).

Menurutnya, ketidakharmonisan tersebut telah menghambat sinergi organisasi yang seharusnya berjalan kolektif dan sesuai mekanisme AD/ART.

Gus Nadir juga menyoroti ketidaksinkronan antara pucuk pimpinan Syuriyah dan Tanfidziyah PBNU. Ia memaparkan bahwa persoalan bukan hanya terjadi pada level Ketua Umum, tetapi juga merembet kepada posisi lain dalam struktur PBNU.

Electronic money exchangers listing
Baca Juga :  Bagi CPNS: Simak Panduan Kisi-Kisi Soal SKB Ini, Contoh Soal dan Cara Menjawab yang Efektif

“Sementara Rais ‘Am sendiri tidak sreg dengan Katib ‘Am (yang kebetulan masih keluarga dekat Ketum). Akhirnya, surat resmi Syuriyah hanya ditandatangani Rais ‘Am. Surat Tanfidziyah hanya diteken Ketum,” paparnya.

Ia mengingatkan, tata kelola organisasi seharusnya mengikuti aturan yang berlaku. Karena itu, tidak heran surat hasil rapat Pengurus Harian Syuriah yang meminta Gus Yahya mundur dari jabatan Ketum hanya ditandatangani oleh Rais Aam PBNU.

“Padahal aturan mengharuskan empat tanda tangan: Rais ‘Am, Katib ‘Am, Ketum, dan Sekjen,” tegasnya.

Menurut Gus Nadir, ketika prosedur dasar organisasi saja tidak dijalankan, maka itu menunjukkan adanya persoalan yang jauh lebih serius daripada sekadar miskomunikasi.

Dalam kritiknya, ia menggambarkan PBNU bukan hanya macet secara organisasi, tetapi sudah tidak berfungsi.

“Ini bukan lagi soal organisasi yang macet. Ini soal mesin yang mati dan dibiarkan karatan selama berbulan-bulan,” ujar Gus Nadir.

Ia menilai, kondisi tersebut menyebabkan pengelolaan jamaah Nahdliyin menjadi terabaikan. Akibat konflik dan disfungsi organisasi itu, masing-masing kubu di PBNU berjalan sendiri-sendiri tanpa koordinasi.

“Masing-masing kubu berjalan sendiri. Jama’ah Nahdliyin bergerak tanpa arahan, tanpa bimbingan, tanpa kepemimpinan PBNU. Roda terkunci mati,” tuturnya.

Baca Juga :  Presiden Tetapkan Pandemi Corona Sebagai Bencana Nasional

Kondisi tersebut dinilai berbahaya bagi marwah organisasi besar seperti NU. Gus Nadir menilai, krisis yang terjadi bukan hanya menyangkut persoalan teknis organisasi, tetapi juga menyentuh prinsip dasar yang selama ini dijunjung NU.

“Wa ba’du, jam’iyyah ini sakit parah. Kehilangan marwah, kehilangan arah. Bukan melayani jama’ah, bahkan menggerakkan roda organisasi saja sudah tak sanggup. AD/ART sudah jadi dokumen mati,” ucap Gus Nadir.

Tak hanya menyinggung soal konflik struktural, Gus Nadir juga menyoroti pola kebijakan PBNU yang dinilai tidak sesuai dengan semangat perjuangan NU.

“Tagline ingin “menghidupkan kembali Gus Dur”, nyatanya sikap kritis justru hilang sama sekali. Mengaku ingin “governing NU”, tapi tata kelola PBNU sendiri remuk redam. Mengibarkan bendera khittah, malah tercebur dalam kubangan dukung-mendukung Pilpres.” tegasnya.

Ia juga menyinggung PBNU yang justru bersemangat soal akuisisi tambang, hingga mengundangan tokoh pro zionis.

“Mengaku berkhidmat untuk bangsa, malah gaduh sendiri soal tambang. Bicara ingin membangun peradaban dunia, tapi yang diundang justru tokoh zionis perusak peradaban,” paparnya.

Lebih lanjut, Gus Nadir merasa prihatin terhadap perjalanan Satu Abad NU yang justru dilalui dengan persoalan serius.

“Satu Abad NU bukan dirayakan dengan kejayaan, tapi dilewati dengan perih dan prihatin yang menyesakkan dada,” pungkasnya. (jpg)

PROKALTENG.CO-Dinamika internal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) tengah menjadi sorotan setelah munculnya desakan agar Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf alias Gus Yahya mundur dari jabatannya. Kondisi ini memunculkan polemik di tengah kalangan nahdliyin.

Akademisi sekaligus ulama muda NU di Australia, Nadirsyah Hosen atau yang akrab disapa Gus Nadir menilai, kondisi organisasi tengah mengalami persoalan serius, terutama terkait hubungan pucuk pimpinan PBNU dengan sejumlah pengurus inti. Gus Nadir menyinggung adanya konflik internal yang membuat organisasi berjalan tidak semestinya.

Dalam kritiknya, Gus Nadir menyebut hubungan antara Gus Yahya dengan pengurus lain tidak berjalan harmonis. Ia menyinggung hubungan Gus Yahya dengan Sekretaris Jenderal (Sekjen) PBNU Saifullah Yusuf alias Gus Ipul dan Bendahara Umum (Bendum) Gudfan Arif Ghofur yang sudah tidak sejalan sejak lama.

Electronic money exchangers listing

Bahkan, Gus Yahya juga disebut tidak menjalin hubungan harmonis dengan Rais Aam PBNU KH Miftachul Akhyar.

“Jam’iyyah ini sedang berjalan terbalik. Ketua Umum berkonflik dengan Sekjen dan Bendum. Ketua Umum juga tidak akur dengan Rais ‘Am,” kata Gus Nadir dalam unggahan pada media sosial Instagram, Minggu (23/11).

Menurutnya, ketidakharmonisan tersebut telah menghambat sinergi organisasi yang seharusnya berjalan kolektif dan sesuai mekanisme AD/ART.

Gus Nadir juga menyoroti ketidaksinkronan antara pucuk pimpinan Syuriyah dan Tanfidziyah PBNU. Ia memaparkan bahwa persoalan bukan hanya terjadi pada level Ketua Umum, tetapi juga merembet kepada posisi lain dalam struktur PBNU.

Baca Juga :  Bagi CPNS: Simak Panduan Kisi-Kisi Soal SKB Ini, Contoh Soal dan Cara Menjawab yang Efektif

“Sementara Rais ‘Am sendiri tidak sreg dengan Katib ‘Am (yang kebetulan masih keluarga dekat Ketum). Akhirnya, surat resmi Syuriyah hanya ditandatangani Rais ‘Am. Surat Tanfidziyah hanya diteken Ketum,” paparnya.

Ia mengingatkan, tata kelola organisasi seharusnya mengikuti aturan yang berlaku. Karena itu, tidak heran surat hasil rapat Pengurus Harian Syuriah yang meminta Gus Yahya mundur dari jabatan Ketum hanya ditandatangani oleh Rais Aam PBNU.

“Padahal aturan mengharuskan empat tanda tangan: Rais ‘Am, Katib ‘Am, Ketum, dan Sekjen,” tegasnya.

Menurut Gus Nadir, ketika prosedur dasar organisasi saja tidak dijalankan, maka itu menunjukkan adanya persoalan yang jauh lebih serius daripada sekadar miskomunikasi.

Dalam kritiknya, ia menggambarkan PBNU bukan hanya macet secara organisasi, tetapi sudah tidak berfungsi.

“Ini bukan lagi soal organisasi yang macet. Ini soal mesin yang mati dan dibiarkan karatan selama berbulan-bulan,” ujar Gus Nadir.

Ia menilai, kondisi tersebut menyebabkan pengelolaan jamaah Nahdliyin menjadi terabaikan. Akibat konflik dan disfungsi organisasi itu, masing-masing kubu di PBNU berjalan sendiri-sendiri tanpa koordinasi.

“Masing-masing kubu berjalan sendiri. Jama’ah Nahdliyin bergerak tanpa arahan, tanpa bimbingan, tanpa kepemimpinan PBNU. Roda terkunci mati,” tuturnya.

Baca Juga :  Presiden Tetapkan Pandemi Corona Sebagai Bencana Nasional

Kondisi tersebut dinilai berbahaya bagi marwah organisasi besar seperti NU. Gus Nadir menilai, krisis yang terjadi bukan hanya menyangkut persoalan teknis organisasi, tetapi juga menyentuh prinsip dasar yang selama ini dijunjung NU.

“Wa ba’du, jam’iyyah ini sakit parah. Kehilangan marwah, kehilangan arah. Bukan melayani jama’ah, bahkan menggerakkan roda organisasi saja sudah tak sanggup. AD/ART sudah jadi dokumen mati,” ucap Gus Nadir.

Tak hanya menyinggung soal konflik struktural, Gus Nadir juga menyoroti pola kebijakan PBNU yang dinilai tidak sesuai dengan semangat perjuangan NU.

“Tagline ingin “menghidupkan kembali Gus Dur”, nyatanya sikap kritis justru hilang sama sekali. Mengaku ingin “governing NU”, tapi tata kelola PBNU sendiri remuk redam. Mengibarkan bendera khittah, malah tercebur dalam kubangan dukung-mendukung Pilpres.” tegasnya.

Ia juga menyinggung PBNU yang justru bersemangat soal akuisisi tambang, hingga mengundangan tokoh pro zionis.

“Mengaku berkhidmat untuk bangsa, malah gaduh sendiri soal tambang. Bicara ingin membangun peradaban dunia, tapi yang diundang justru tokoh zionis perusak peradaban,” paparnya.

Lebih lanjut, Gus Nadir merasa prihatin terhadap perjalanan Satu Abad NU yang justru dilalui dengan persoalan serius.

“Satu Abad NU bukan dirayakan dengan kejayaan, tapi dilewati dengan perih dan prihatin yang menyesakkan dada,” pungkasnya. (jpg)

Terpopuler

Artikel Terbaru