PALANGKA RAYA, PROKALTENG.CO – Dewan Pimpinan Daerah Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (DPD GMNI) Kalimantan Tengah menilai usulan pemberian gelar pahlawan nasional kepada Presiden ke-2 Republik Indonesia, Soeharto merupakan langkah yang tidak tepat.
Wakabid Sosial dan Lingkungan DPD GMNI Kalteng, Enrico Rafael Siahaan, menyampaikan bahwa penting untuk memahami sejarah secara benar dan bijak sebelum memberikan gelar kepahlawanan kepada tokoh mana pun.
Menurutnya, meskipun Soeharto memiliki jasa besar dalam membangun kedaulatan pangan dan energi, menekan inflasi, serta memperkuat ekonomi nasional, tidak bisa dipungkiri bahwa masa pemerintahannya juga diwarnai dengan praktik korupsi, kolusi, nepotisme (KKN), serta pelanggaran hak asasi manusia (HAM) terhadap aktivis.
“Jika memperhatikan sejarah hanya dari hal positifnya saja tanpa memperhatikan hal negatifnya, hal tersebut sama dengan tidak adil,” ujar Enrico, Sabtu (8/11/2025).
Ia juga menyoroti adanya potensi nepotisme dalam proses usulan tersebut, terutama setelah Menteri ESDM yang juga Ketua Umum Partai Golkar, Bahlil Lahadalia, menyatakan akan menyampaikan usulan itu langsung kepada Presiden RI Prabowo Subianto.
“Hal ini mengindikasikan adanya kepentingan politik dan nepotisme dalam pemberian gelar. Pemberian gelar pahlawan semestinya memperhatikan aspek fundamentalnya, yaitu historis sejarah,” tegasnya.
Enrico menutup pernyataannya dengan mengingatkan pentingnya memegang pesan Bung Karno: “JAS MERAH – Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah”. Terutama ketika menilai sosok yang memiliki catatan pelanggaran terhadap rakyat dan negara. (jef)
PALANGKA RAYA, PROKALTENG.CO – Dewan Pimpinan Daerah Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (DPD GMNI) Kalimantan Tengah menilai usulan pemberian gelar pahlawan nasional kepada Presiden ke-2 Republik Indonesia, Soeharto merupakan langkah yang tidak tepat.
Wakabid Sosial dan Lingkungan DPD GMNI Kalteng, Enrico Rafael Siahaan, menyampaikan bahwa penting untuk memahami sejarah secara benar dan bijak sebelum memberikan gelar kepahlawanan kepada tokoh mana pun.
Menurutnya, meskipun Soeharto memiliki jasa besar dalam membangun kedaulatan pangan dan energi, menekan inflasi, serta memperkuat ekonomi nasional, tidak bisa dipungkiri bahwa masa pemerintahannya juga diwarnai dengan praktik korupsi, kolusi, nepotisme (KKN), serta pelanggaran hak asasi manusia (HAM) terhadap aktivis.
“Jika memperhatikan sejarah hanya dari hal positifnya saja tanpa memperhatikan hal negatifnya, hal tersebut sama dengan tidak adil,” ujar Enrico, Sabtu (8/11/2025).
Ia juga menyoroti adanya potensi nepotisme dalam proses usulan tersebut, terutama setelah Menteri ESDM yang juga Ketua Umum Partai Golkar, Bahlil Lahadalia, menyatakan akan menyampaikan usulan itu langsung kepada Presiden RI Prabowo Subianto.
“Hal ini mengindikasikan adanya kepentingan politik dan nepotisme dalam pemberian gelar. Pemberian gelar pahlawan semestinya memperhatikan aspek fundamentalnya, yaitu historis sejarah,” tegasnya.
Enrico menutup pernyataannya dengan mengingatkan pentingnya memegang pesan Bung Karno: “JAS MERAH – Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah”. Terutama ketika menilai sosok yang memiliki catatan pelanggaran terhadap rakyat dan negara. (jef)