26 C
Jakarta
Sunday, October 26, 2025

Dislutkan Edukasi Masyarakat Nelayan Agar Penangkapan Ikan Berkelanjutan, Tidak Merusak Ekosistem

PALANGKA RAYA, PROKALTENG.CO – Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (Dislutkan) Provinsi Kalimantan Tengah, Sri Widanarni. Menegaskan kembali larangan praktik destructive fishing atau penangkapan ikan dengan cara-cara merusak lingkungan.

Menurutnya, praktik tersebut tidak hanya membahayakan ekosistem perairan, tetapi juga melanggar ketentuan hukum yang berlaku.

“Destructive fishing seperti penggunaan bom, racun, maupun alat tangkap yang tidak ramah lingkungan dilarang keras oleh pemerintah. Larangan ini memiliki dasar hukum yang jelas,” tegas Sri Widanarni, Kamis (4/9).

Ia merujuk pada Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. Dalam Pasal 9 ayat (1) disebutkan bahwa setiap orang dilarang memiliki, menguasai, membawa, dan/atau menggunakan alat penangkapan maupun alat bantu penangkapan ikan yang dapat mengganggu serta merusak keberlanjutan sumber daya ikan di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia.

Baca Juga :  Agustiar Sabran Apresiasi Survei Kepuasan Publik Capai 79,5 Persen

“Bahkan, dalam Pasal 85 UU tersebut ditegaskan bahwa pelanggar dapat dikenakan pidana penjara paling lama lima tahun dan denda maksimal Rp2 miliar,” jelasnya.

Sri Widanarni menambahkan, Pemerintah Provinsi Kalteng melalui Dislutkan akan terus meningkatkan pengawasan serta edukasi kepada masyarakat nelayan, agar kegiatan penangkapan ikan dilakukan secara berkelanjutan dan tidak merusak ekosistem perairan.

“Kami berharap masyarakat nelayan semakin sadar pentingnya menjaga kelestarian sumber daya ikan, sehingga manfaatnya dapat dirasakan hingga generasi mendatang,” pungkasnya.(hfz)

PALANGKA RAYA, PROKALTENG.CO – Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (Dislutkan) Provinsi Kalimantan Tengah, Sri Widanarni. Menegaskan kembali larangan praktik destructive fishing atau penangkapan ikan dengan cara-cara merusak lingkungan.

Menurutnya, praktik tersebut tidak hanya membahayakan ekosistem perairan, tetapi juga melanggar ketentuan hukum yang berlaku.

“Destructive fishing seperti penggunaan bom, racun, maupun alat tangkap yang tidak ramah lingkungan dilarang keras oleh pemerintah. Larangan ini memiliki dasar hukum yang jelas,” tegas Sri Widanarni, Kamis (4/9).

Ia merujuk pada Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. Dalam Pasal 9 ayat (1) disebutkan bahwa setiap orang dilarang memiliki, menguasai, membawa, dan/atau menggunakan alat penangkapan maupun alat bantu penangkapan ikan yang dapat mengganggu serta merusak keberlanjutan sumber daya ikan di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia.

Baca Juga :  Agustiar Sabran Apresiasi Survei Kepuasan Publik Capai 79,5 Persen

“Bahkan, dalam Pasal 85 UU tersebut ditegaskan bahwa pelanggar dapat dikenakan pidana penjara paling lama lima tahun dan denda maksimal Rp2 miliar,” jelasnya.

Sri Widanarni menambahkan, Pemerintah Provinsi Kalteng melalui Dislutkan akan terus meningkatkan pengawasan serta edukasi kepada masyarakat nelayan, agar kegiatan penangkapan ikan dilakukan secara berkelanjutan dan tidak merusak ekosistem perairan.

“Kami berharap masyarakat nelayan semakin sadar pentingnya menjaga kelestarian sumber daya ikan, sehingga manfaatnya dapat dirasakan hingga generasi mendatang,” pungkasnya.(hfz)

Terpopuler

Artikel Terbaru