Topik soal pemblokiran
ponsel atau smartphone black market (BM) masih menjadi perbincangan. Tiga
Kementerian yakni Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), Kementerian
Perdagangan (Kemendag), dan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dijadwalkan
bakal meneken aturan soal ponsel BM dan validasi dengan menggunakan IMEI dalam
waktu dekat. Aturan ponsel BM dijadwalkan mulai efektif pada awal 2020.
Soal aturan ponsel BM
dan validasi menggunakan IMEI, Menkominfo Rudiantara mengakui bahwa Indonesia
memang telat dalam aturan tersebut. “Kita bisa dibilang terlambat (aturan
ponsel BM) negara lain itu sudah melakukan jauh-jauh hari,†kata Rudiantara di
diskusi soal ponsel BM dan validasi IMEI di Jakarta, Jumat (2/8) sore.
Soal aturan ponsel BM
di Indonesia dikatakan Rudiantara memang masih panjang. Namun, hal tersebut
mesti dilakukan demi mengejar ketertinggalan. Sebab peredaran ponsel BM yang
tak terkendali disebut merugikan negara hingga triliunan rupiah.
Dalam kesempatan
tersebut, pria yang karib disapa Chief RA itu juga menyebut bahwa peredaran
ponsel BM yang masif lantaran adanya pasar di Indonesia. “Orang Indonesia lebih
suka ponsel BM, mungkin karena banyak uangnya, jadi tidak terlalu consider
dengan dengan after sales, jadi kalau rusak sedikit ya sudah ganti saja,â€
sambungnya.
Lebih lanjut,
pemblokiran ponsel BM menggunakan IMEI bawaan ponsel juga akan memberikan
keuntungan terhadap masyarakat Indonesia sendiri. Jika masyarakat membeli
produk asli yang sah, konsumen akan mendapatkan perlindungan, baik dari segi
undangan-undang perlindungan konsumen, jaminan keaslian barang, hingga layanan
purna jual.
“Yang akan merasakan
pengaruhnya juga masyarakat Indonesia secara umum. Masyarakat saat ini masih
kebingungan dengan para penjual perangkat ilegal. Masyarakat diiming-imingi
dengan ‘garansi toko’ atau ‘garansi distributor’. Padahal, semua perangkat yang
dijual secara resmi seharusnya akan mendapatkan layanan purna jual dari merek
yang menjual perangkat tersebut, bukan distributor apalagi toko yang menjual
perangkat tersebut,†lanjutnya.
Rudiantara menyebut
sebetulnya hal tersebut merupakan gagasan lama. Dia menambahkan adanya aturan
tersebut sebenarnya sudah dicita-citakan sejak lama. Namun, karena beberapa
hal, realisasinya tak kunjung dilakukan.
“Kalau bicara
mengawinkan nomor IMEI dengan nomor telepon, sebenarnya pada 1995 waktu masih
ada Satelindo, mereka mensyaratkan, kalau mau pakai layanan Satelindo, konsumen
harus beli ponsel di sana. Di sana harus daftar pakai identitas diri seperti
KTP, KK, dan sebagainya. Nggak bisa sembarangan,†katanya.
Akan tetapi,
Rudiantara menyebut pada waktu itu tujuannya berbeda, yakni lebih menguntungkan
operator tersebut dan berujung pada monopoli pasar. Aturan waktu itu konsepnya
mirip dengan aturan pomsel BM yang sedang digodok saat ini yakni mengawinkan
antara IMEI dengan nomor telepon.
Kini, Indonesia perlu
kembali ke tatanan yang lebih baik demi melindungi industri dan pelanggan.
Nanti dengan mengawinkan sistemnya secara teknis namanya IMEI itu pakainya
ponsel dengan nomor ponsel atau MSSID, tujuannya adalah satu yakni membatasi
maraknya barang ilegal dalam hal ini ponsel BM.
“Dengan hal ini kita
bisa mitigasi. Kita batasi semaksimal mungkin masuknya barang dari luar ke
dalam negeri itu melalui jalur yang ilegal,†tukasnya.
Seperti diketahui,
aturan ponsel BM nantinya akan terkait dengan IMEI dan nomor telepon. Jika
ponsel yang bersangkutan pada saat aturan akan berlaku nanti tidak memiliki
IMEI yang terdaftar, ponsel tersebut tak akan dapat menggunakan layanan seluler
dari operator manapun. Aturan ini dikatakan pihak Kemenkominfo bakal berlaku
setidaknya Februari 2020.(jpg)