PALANGKARAYA, PROKALTENG.CO – Wacana Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) mencuat. Presiden RI Prabowo Subianto baru-baru ini melontarkan wacana tersebut ke publik pada saat acara Hari Ulang Tahun (HUT) Golkar.
Menyikapi itu, pengamat politik dari Universitas Palangka Raya (UPR) Jhon Retei Alfri Sandi menyebut, jika Pilkada kembali melalui DPRD merupakan kemunduran sistem demokrasi.
”Kalau mau jujur, sistem pemilihan langsung dari rakyat itu mendekati prinsip kedaulatan rakyat. Kalau kembali ke parlemen atau sistem pemilihan tidak langsung atau melalui DPRD, artinya bahwa membangun sistem demokrasi yang sudah berjalan panjang ini menjadi proses kemunduran dalam sistem,” ujarnya, Senin (23/12).
Menurutnya, yang seharusnya dilakukan yakni mengevaluasi sistem yang ada dan melakukan pembenahan.
”Akar yang paling utama adalah bagaimana peran dari partai politik untuk membangun sistem demokrasi kita,”ujarnya.
Jhon menyoroti fenomena istilah ”mahar politik” dan lain-lain saat ini menjadi tren yang berkembang di masyarakat. Dia menilai fenomena tersebut yang akan berdampak kepada paslon yang terpilih dan sudah diajukan partai politi dalam pilkada tidak sesuai dengan harapan masyarakat.
”Maka proses lanjutan hilirnya, berlangsunglah proses transaksional atau money politik. Karena ada keraguan baik paslon ataupun partai politik sendiri terhadap paslon yang diusung, bahwa mereka tidak punya kapasitas rakyat menentukan pilihan berdasarkan hati nurani,” bebernya.
Seharusnya, sebut Jhon yang perlu dituntut bagaimana partai politik mampu mengakomodir pasangan calon yang diusung sesuai dengan harapan rakyat di daerah. Untuk itu, dia menyarankan agar pemerintah melakukan evaluasi lebih menyeluruh terkait dengan sistem pilkada secara langsung ini.
“Jangan takut mengevaluasi kinerja partai itu. Karena menurut saya dalam sistem politik modern ini, peran partai politik itulah yang paling utama di samping pemerintah untuk membentuk budaya politik yang demokratis,” ungkapnya.(hfz/hnd)