26.3 C
Jakarta
Saturday, November 23, 2024

Tarif Batas Atas Turun 15 Persen, Tiket Pesawat Masih Mahal

Pemerintah berkali-kali
menjanjikan penurunan tarif tiket pesawat. Kenyataannya, hingga kini tarif
tersebut tak kunjung turun, terutama untuk penerbangan domestik. Aksi protes
pun bermunculan.

Bahkan, di media
sosial muncul desakan untuk mencopot Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya
Sumadi.

Di Twitter kini muncul
tagar #PecatBudiKarya. Tagar tersebut merupakan puncak kekesalan warganet
karena pemerintah dianggap membiarkan tingginya tarif tiket pesawat. Namun,
desakan itu tampaknya diabaikan pemerintah. Menteri Koordinator Bidang
Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan tidak begitu memedulikan tagar yang sedang
ramai di Twitter tersebut. Dia menilai Budi sebagai menteri yang bagus.

Luhut membantah
anggapan bahwa pemerintah membiarkan harga tiket pesawat melambung. Dia mengatakan,
pemerintah bakal menurunkan tarif batas atas (TBA) penerbangan sebesar 15
persen. “Kemarin Garuda sudah yes (sepakat, Red). Rini (Menteri BUMN Rini
Soemarno) juga,” kata Luhut di hadapan awak media kemarin (8/5).

TBA dan tarif batas
bawah (TBB) untuk tiap kelas dan rute tidak sama. Untuk kelas ekonomi dengan
rute penerbangan Jakarta-Surabaya, misalnya, TBA-nya kini Rp 1.372.000 dan TBB
Rp 480.000. Jika TBA diturunkan hanya 15 persen, berarti menjadi Rp 1.166.200.
Jika maskapai mematok tarif sesuai TBA, hampir pasti tetap muncul protes warga
yang terbiasa dengan tarif lama. Sebab, tarif sebelumnya dengan rute yang sama
hanya Rp 500 ribu sampai Rp 700 ribu. Mengenai hal itu, Luhut mengatakan bahwa
pemerintah masih perlu melihat tren demand dan situasi pasar.

Sementara itu, Menhub
Budi Karya menyatakan, penentu tarif tiket pesawat terdiri atas beberapa
komponen. Antara lain, 45 persen merupakan biaya bahan bakar, 35 persen adalah
biaya leasing pesawat, dan sisanya adalah pengeluaran lain-lain. Ada juga 15
persen biaya sumber daya manusia (SDM). “Kalau dibilang biaya parkir di bandara
mahal itu tidak. Dibanding negara lain malah lebih murah,” ungkapnya saat
ditemui di gedung BPK kemarin.

Budi menambahkan,
bisnis maskapai merupakan bisnis padat modal. Penghasilannya mengandalkan
omzet. Terkait jumlah penumpang tahun ini yang lebih rendah, Budi membenarkan.
Menurut dia, mungkin itu terjadi karena pengurangan penerbangan oleh Garuda
Indonesia. Hal tersebut memengaruhi jumlah penumpang pesawat di tanah air.
“Saya tidak cek lagi yang lain. Kalau Lion Air itu karena sepuluh pesawat
Boeing 737 MAX 8-nya grounded,” bebernya.

Baca Juga :  Presiden Tetapkan Pandemi Corona Sebagai Bencana Nasional

Pria asli Palembang
tersebut juga berjanji mengevaluasi TBA pesawat. Dia tengah berkonsultasi
kepada stakeholder terkait seperti Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dan
Ombudsman RI. “Senin nanti hasil konsultasi itu saya sampaikan kepada Menko
Perekonomian,” ujar Budi.

Garuda Indonesia salah
satu maskapai penerbangan dalam negeri yang diminta pemerintah untuk menurunkan
tarif tiket domestiknya. (JawaPos.com)

Direktur Niaga PT
Garuda Indonesia Pikri Ilham Kurniansyah mengatakan, penurunan TBA tidak
terlalu berpengaruh terhadap bisnis Garuda. Meski begitu, penurunan TBA harus
memperhitungkan penurunan struktur biaya. Hal tersebut mengacu Peraturan
Menteri Perhubungan Nomor 20 Tahun 2019 tentang Tata Cara dan Formulasi
Perhitungan Tarif Batas Atas Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara
Niaga Berjadwal Dalam Negeri. Ada juga Keputusan Menteri Perhubungan 72/2019
tentang Tarif Batas Atas Penumpang Pela­yanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara
Niaga Berjadwal Dalam Negeri.

“Pemerintah itu bukan
menurunkan TBA, tetapi struktur cost, biaya mana yang bisa menyebabkan turun.
Sebab, industri kan harus dilindungi,” tuturnya.

Menurut Pikri, jika
merujuk aturan tersebut, TBA bisa berubah jika ada perubahan struktur biaya
operasional pesawat. Selama ini komponen terbesar pembentuk biaya pesawat
adalah bahan bakar, perawatan pesawat, sewa pesawat, dan komponen lain. “TBA
ini kan 2014, itu harganya (avtur) jauh banget, sudah naik berapa persen. Kalau
diturunkan itu turun dari yang tertinggi,” jelasnya.

Pada 16 Februari 2019,
Pertamina menurunkan harga avtur sesuai dengan Keputusan Menteri ESDM 17/2019
tentang Formula Harga Dasar dalam Perhitungan Harga Jual Eceran Jenis BBM Umum
Jenis Avtur yang disalurkan melalui Depot Pengisian Pesawat Udara. Harga avtur
Pertamina saat itu turun dari Rp 8.210 menjadi Rp 7.960 per liter. Sayang,
harga tersebut kembali bergerak naik menjadi Rp 8.380 per liter (published
rate) di Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng.

Pertamina memang
melakukan evaluasi rutin dan penyesuaian harga avtur secara periodik atau dua
kali dalam sebulan. Penyesuaian dilakukan dengan mempertimbangkan harga
rata-rata minyak dunia, nilai tukar rupiah, dan faktor lain. Namun, Pikri
menegaskan bahwa pihaknya akan tetap tunduk pada regulasi dan pemegang saham.

Baca Juga :  Ketua Komite I DPD RI Minta Daftar Penerima Diumumkan

Garuda tetap berusaha
memaksimalkan pendapatan dari non penumpang. Misalnya dari kargo, penjualan
barang di pesawat, atau pendapatan iklan. Garuda akan mengubah konsep bisnisnya
dari hanya menjual tiket menjadi menjual brand. Garuda juga memproyeksikan
beberapa penerbangan akan mengalami penurunan penumpang saat mudik nanti.
Misalnya rute Jakarta-Jogjakarta dan Jakarta-Semarang. Penurunan terjadi karena
beroperasinya tol trans-Jawa.

 

Dampak dari mahalnya
tiket pesawat membuat bandara sepi. Kunjungan di bandara relatif sepi
dibandingkan tahun sebelumnya pada periode yang sama. (Fedrik Tarigan/Jawa Pos)

Pengamat penerbangan
Alvin Lie menerangkan, Januari hingga April memang low season bagi
dunia penerbangan. Penumpang sepi. Namun, jika dibandingkan dengan tahun lalu,
jumlah penumpang pada periode ini lebih rendah. PT Angkasa Pura (AP) I mencatat
jumlah penumpang turun hingga 3,5 juta orang pada kuartal I tahun ini.

Menurut Alvin, ada beberapa
ha1 yang menjadi penyebab jumlah penumpang pesawat turun. Misalnya karena
adanya tol trans-Jawa. Selain itu adanya pemanfaatan teknologi untuk proses
bisnis sehingga tidak lagi harus dilakukan tatap muka. “Faktor lainnya adalah
tingginya biaya perjalanan. Bukan hanya harga tiket, tapi juga biaya hotel,
transportasi lokal, makan, dan sebagainya,” papar dia.

Pada bagian lain,
anggota Komisi X DPR Anang Hermansyah meminta pemerintah membuat terobosan
konkret untuk menurunkan tarif tiket pesawat. Menurut dia, kenaikan harga tiket
pesawat merembet ke sejumlah sektor. “Paling nyata dirasakan sektor pariwisata,
perhotelan, dan ekonomi kreatif,” ucapnya di gedung DPR, Jakarta, kemarin.

Musisi asal Jember itu
menyebutkan rilis dari Badan Pusat Statistik (BPS). Pada awal Mei terdapat
penurunan sebesar 1,7 juta penumpang dalam kurun satu tahun terakhir. Menurut
Anang, situasi tersebut berdampak signifikan bagi industri pariwisata.

Anang menambahkan,
situasi semakin krusial saat momentum jelang mudik Lebaran dan liburan anak
sekolah yang jatuh akhir Mei dan awal Juni. Kendati demikian, dia menyebutkan,
masyarakat memiliki opsi penggunaan moda transportasi selain pesawat. “Karena
momentum mudik Lebaran ke kampung halaman akan berdampak transfer ekonomi dari
kota ke desa, baik melalui sektor wisata, kuliner, maupun sektor kreatif lain,”
tambahnya.(jpc)

 

Pemerintah berkali-kali
menjanjikan penurunan tarif tiket pesawat. Kenyataannya, hingga kini tarif
tersebut tak kunjung turun, terutama untuk penerbangan domestik. Aksi protes
pun bermunculan.

Bahkan, di media
sosial muncul desakan untuk mencopot Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya
Sumadi.

Di Twitter kini muncul
tagar #PecatBudiKarya. Tagar tersebut merupakan puncak kekesalan warganet
karena pemerintah dianggap membiarkan tingginya tarif tiket pesawat. Namun,
desakan itu tampaknya diabaikan pemerintah. Menteri Koordinator Bidang
Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan tidak begitu memedulikan tagar yang sedang
ramai di Twitter tersebut. Dia menilai Budi sebagai menteri yang bagus.

Luhut membantah
anggapan bahwa pemerintah membiarkan harga tiket pesawat melambung. Dia mengatakan,
pemerintah bakal menurunkan tarif batas atas (TBA) penerbangan sebesar 15
persen. “Kemarin Garuda sudah yes (sepakat, Red). Rini (Menteri BUMN Rini
Soemarno) juga,” kata Luhut di hadapan awak media kemarin (8/5).

TBA dan tarif batas
bawah (TBB) untuk tiap kelas dan rute tidak sama. Untuk kelas ekonomi dengan
rute penerbangan Jakarta-Surabaya, misalnya, TBA-nya kini Rp 1.372.000 dan TBB
Rp 480.000. Jika TBA diturunkan hanya 15 persen, berarti menjadi Rp 1.166.200.
Jika maskapai mematok tarif sesuai TBA, hampir pasti tetap muncul protes warga
yang terbiasa dengan tarif lama. Sebab, tarif sebelumnya dengan rute yang sama
hanya Rp 500 ribu sampai Rp 700 ribu. Mengenai hal itu, Luhut mengatakan bahwa
pemerintah masih perlu melihat tren demand dan situasi pasar.

Sementara itu, Menhub
Budi Karya menyatakan, penentu tarif tiket pesawat terdiri atas beberapa
komponen. Antara lain, 45 persen merupakan biaya bahan bakar, 35 persen adalah
biaya leasing pesawat, dan sisanya adalah pengeluaran lain-lain. Ada juga 15
persen biaya sumber daya manusia (SDM). “Kalau dibilang biaya parkir di bandara
mahal itu tidak. Dibanding negara lain malah lebih murah,” ungkapnya saat
ditemui di gedung BPK kemarin.

Budi menambahkan,
bisnis maskapai merupakan bisnis padat modal. Penghasilannya mengandalkan
omzet. Terkait jumlah penumpang tahun ini yang lebih rendah, Budi membenarkan.
Menurut dia, mungkin itu terjadi karena pengurangan penerbangan oleh Garuda
Indonesia. Hal tersebut memengaruhi jumlah penumpang pesawat di tanah air.
“Saya tidak cek lagi yang lain. Kalau Lion Air itu karena sepuluh pesawat
Boeing 737 MAX 8-nya grounded,” bebernya.

Baca Juga :  Presiden Tetapkan Pandemi Corona Sebagai Bencana Nasional

Pria asli Palembang
tersebut juga berjanji mengevaluasi TBA pesawat. Dia tengah berkonsultasi
kepada stakeholder terkait seperti Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dan
Ombudsman RI. “Senin nanti hasil konsultasi itu saya sampaikan kepada Menko
Perekonomian,” ujar Budi.

Garuda Indonesia salah
satu maskapai penerbangan dalam negeri yang diminta pemerintah untuk menurunkan
tarif tiket domestiknya. (JawaPos.com)

Direktur Niaga PT
Garuda Indonesia Pikri Ilham Kurniansyah mengatakan, penurunan TBA tidak
terlalu berpengaruh terhadap bisnis Garuda. Meski begitu, penurunan TBA harus
memperhitungkan penurunan struktur biaya. Hal tersebut mengacu Peraturan
Menteri Perhubungan Nomor 20 Tahun 2019 tentang Tata Cara dan Formulasi
Perhitungan Tarif Batas Atas Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara
Niaga Berjadwal Dalam Negeri. Ada juga Keputusan Menteri Perhubungan 72/2019
tentang Tarif Batas Atas Penumpang Pela­yanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara
Niaga Berjadwal Dalam Negeri.

“Pemerintah itu bukan
menurunkan TBA, tetapi struktur cost, biaya mana yang bisa menyebabkan turun.
Sebab, industri kan harus dilindungi,” tuturnya.

Menurut Pikri, jika
merujuk aturan tersebut, TBA bisa berubah jika ada perubahan struktur biaya
operasional pesawat. Selama ini komponen terbesar pembentuk biaya pesawat
adalah bahan bakar, perawatan pesawat, sewa pesawat, dan komponen lain. “TBA
ini kan 2014, itu harganya (avtur) jauh banget, sudah naik berapa persen. Kalau
diturunkan itu turun dari yang tertinggi,” jelasnya.

Pada 16 Februari 2019,
Pertamina menurunkan harga avtur sesuai dengan Keputusan Menteri ESDM 17/2019
tentang Formula Harga Dasar dalam Perhitungan Harga Jual Eceran Jenis BBM Umum
Jenis Avtur yang disalurkan melalui Depot Pengisian Pesawat Udara. Harga avtur
Pertamina saat itu turun dari Rp 8.210 menjadi Rp 7.960 per liter. Sayang,
harga tersebut kembali bergerak naik menjadi Rp 8.380 per liter (published
rate) di Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng.

Pertamina memang
melakukan evaluasi rutin dan penyesuaian harga avtur secara periodik atau dua
kali dalam sebulan. Penyesuaian dilakukan dengan mempertimbangkan harga
rata-rata minyak dunia, nilai tukar rupiah, dan faktor lain. Namun, Pikri
menegaskan bahwa pihaknya akan tetap tunduk pada regulasi dan pemegang saham.

Baca Juga :  Ketua Komite I DPD RI Minta Daftar Penerima Diumumkan

Garuda tetap berusaha
memaksimalkan pendapatan dari non penumpang. Misalnya dari kargo, penjualan
barang di pesawat, atau pendapatan iklan. Garuda akan mengubah konsep bisnisnya
dari hanya menjual tiket menjadi menjual brand. Garuda juga memproyeksikan
beberapa penerbangan akan mengalami penurunan penumpang saat mudik nanti.
Misalnya rute Jakarta-Jogjakarta dan Jakarta-Semarang. Penurunan terjadi karena
beroperasinya tol trans-Jawa.

 

Dampak dari mahalnya
tiket pesawat membuat bandara sepi. Kunjungan di bandara relatif sepi
dibandingkan tahun sebelumnya pada periode yang sama. (Fedrik Tarigan/Jawa Pos)

Pengamat penerbangan
Alvin Lie menerangkan, Januari hingga April memang low season bagi
dunia penerbangan. Penumpang sepi. Namun, jika dibandingkan dengan tahun lalu,
jumlah penumpang pada periode ini lebih rendah. PT Angkasa Pura (AP) I mencatat
jumlah penumpang turun hingga 3,5 juta orang pada kuartal I tahun ini.

Menurut Alvin, ada beberapa
ha1 yang menjadi penyebab jumlah penumpang pesawat turun. Misalnya karena
adanya tol trans-Jawa. Selain itu adanya pemanfaatan teknologi untuk proses
bisnis sehingga tidak lagi harus dilakukan tatap muka. “Faktor lainnya adalah
tingginya biaya perjalanan. Bukan hanya harga tiket, tapi juga biaya hotel,
transportasi lokal, makan, dan sebagainya,” papar dia.

Pada bagian lain,
anggota Komisi X DPR Anang Hermansyah meminta pemerintah membuat terobosan
konkret untuk menurunkan tarif tiket pesawat. Menurut dia, kenaikan harga tiket
pesawat merembet ke sejumlah sektor. “Paling nyata dirasakan sektor pariwisata,
perhotelan, dan ekonomi kreatif,” ucapnya di gedung DPR, Jakarta, kemarin.

Musisi asal Jember itu
menyebutkan rilis dari Badan Pusat Statistik (BPS). Pada awal Mei terdapat
penurunan sebesar 1,7 juta penumpang dalam kurun satu tahun terakhir. Menurut
Anang, situasi tersebut berdampak signifikan bagi industri pariwisata.

Anang menambahkan,
situasi semakin krusial saat momentum jelang mudik Lebaran dan liburan anak
sekolah yang jatuh akhir Mei dan awal Juni. Kendati demikian, dia menyebutkan,
masyarakat memiliki opsi penggunaan moda transportasi selain pesawat. “Karena
momentum mudik Lebaran ke kampung halaman akan berdampak transfer ekonomi dari
kota ke desa, baik melalui sektor wisata, kuliner, maupun sektor kreatif lain,”
tambahnya.(jpc)

 

Terpopuler

Artikel Terbaru