33.2 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Lokasi Karhutla Jauh dari Sumur Bor

DUGAAN pembakaran hutan
dan lahan alias karhutla terus terjadi. Dilihat dari data luas kebakaran hingga
Rabu 7 Agustus, Palangka Raya menduduki peringkat tertinggi karhutla seluas 789,15
hektare. Berbanding terbalik dengan Bartim yakni 0 hektare karhutla.

Laporan harian pos
komando siaga darurat bencana asap akibat karhutla 2019, juga mencatatkan
Palangka Raya terbanyak kejadian karhutla dengan 365 kali. Berbanding terbalik
dengan Gunung Mas yang hanya terjadi 1 kali sejak Januari hingga Agustus 2019.

Karhutla yang masih
merajalela, dikhawatirkan berlangsung mengiringi kemarau. Apalagi El Nino
kembali terjadi tahun ini. Potensi asap pekat dampak karhutla bisa terjadi.

Sebagai salah satu
upaya pencegahan, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kalteng menyediakan sumur bor
untuk pembasahan lahan gambut. Saat ini, tercatat 9.600 seumur bor telah
dibangun di Kalteng.

Baca Juga :  Debit Banjir Ruas Palangka- Bukit Rawi Mulai Turun

“DLH memiliki
fungsi mitigasi yakni pencegaha. Saat ini di Kalteng sudah memiliki 9.600 sumur
bor yang berfungsi untuk pembasahan lahan gambut,” kata Plt Kepala DLH
Kalteng Norliani saat diwawancarai, belum lama ini.

Akan tetapi, yang
menjadi persoalan bahwa saat ini karhutla tidak terjadi di area dekat bangunan
sumur bor, melainkan sebaliknya. Meski demikian, pihak DLH optimistis bahwa
pembangunan sumur bor ini sudah sangat membantu dalam menurunkan tingkat
kebakaran dari tahun ke tahun.

“Kejadian kebakaran
ini kan tak terduga. Ada kebakaran yang terjadi di area yang sudah terbangun
sumur bor, tapi ada juga yang tidak. Sekarang ini sepertinya terjadi di daerah
yang jauh dan belum terbangun sumur bor,” ucapnya kepada Kalteng Pos.

Menurut Norliani,
karhutla sangat dipengaruhi pola iklim yang terjadi di Kalteng. Sebagai contoh
El Nino pada 2015 lalu. Saat ini El Nino kembali terjadi setelah berselang
waktu empat tahun.

Baca Juga :  FDR Sriwijaya Air SJ-182 Ditemukan, Basarnas Tetap Fokus Cari Korban

“Iya, karhutla
memang dipengaruhi iklim. Apabila sudah masuk musim kemarau, maka rawan terjadi
kebakaran di lahan gambut yang terkena api secara sengaja maupun tidak,”
bebernya.

Lebih lanjut
dikatakannya, saat ini sudah terbentuk Masyarakat Peduli Api (MPA), yang
membantu menjaga wilayah masing-masing agar tak terjadi kebakaran hutan maupun
lahan. Seperti halnya menjaga sumur bor. Tanggung jawab itu diserahkan kepada
MPA.

“Sampai saat ini sumur
bor berfungsi dengan baik. Tiga atau enam bulan sekali rutin dilakukan
pengurasan,” tegasnya.

Selain itu, DLH pun
selalu menjalin komunikasi dan koordinasi dengan penegak hukum maupun pihak-pihak
terkait. (abw/ce/abe)

DUGAAN pembakaran hutan
dan lahan alias karhutla terus terjadi. Dilihat dari data luas kebakaran hingga
Rabu 7 Agustus, Palangka Raya menduduki peringkat tertinggi karhutla seluas 789,15
hektare. Berbanding terbalik dengan Bartim yakni 0 hektare karhutla.

Laporan harian pos
komando siaga darurat bencana asap akibat karhutla 2019, juga mencatatkan
Palangka Raya terbanyak kejadian karhutla dengan 365 kali. Berbanding terbalik
dengan Gunung Mas yang hanya terjadi 1 kali sejak Januari hingga Agustus 2019.

Karhutla yang masih
merajalela, dikhawatirkan berlangsung mengiringi kemarau. Apalagi El Nino
kembali terjadi tahun ini. Potensi asap pekat dampak karhutla bisa terjadi.

Sebagai salah satu
upaya pencegahan, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kalteng menyediakan sumur bor
untuk pembasahan lahan gambut. Saat ini, tercatat 9.600 seumur bor telah
dibangun di Kalteng.

Baca Juga :  Debit Banjir Ruas Palangka- Bukit Rawi Mulai Turun

“DLH memiliki
fungsi mitigasi yakni pencegaha. Saat ini di Kalteng sudah memiliki 9.600 sumur
bor yang berfungsi untuk pembasahan lahan gambut,” kata Plt Kepala DLH
Kalteng Norliani saat diwawancarai, belum lama ini.

Akan tetapi, yang
menjadi persoalan bahwa saat ini karhutla tidak terjadi di area dekat bangunan
sumur bor, melainkan sebaliknya. Meski demikian, pihak DLH optimistis bahwa
pembangunan sumur bor ini sudah sangat membantu dalam menurunkan tingkat
kebakaran dari tahun ke tahun.

“Kejadian kebakaran
ini kan tak terduga. Ada kebakaran yang terjadi di area yang sudah terbangun
sumur bor, tapi ada juga yang tidak. Sekarang ini sepertinya terjadi di daerah
yang jauh dan belum terbangun sumur bor,” ucapnya kepada Kalteng Pos.

Menurut Norliani,
karhutla sangat dipengaruhi pola iklim yang terjadi di Kalteng. Sebagai contoh
El Nino pada 2015 lalu. Saat ini El Nino kembali terjadi setelah berselang
waktu empat tahun.

Baca Juga :  FDR Sriwijaya Air SJ-182 Ditemukan, Basarnas Tetap Fokus Cari Korban

“Iya, karhutla
memang dipengaruhi iklim. Apabila sudah masuk musim kemarau, maka rawan terjadi
kebakaran di lahan gambut yang terkena api secara sengaja maupun tidak,”
bebernya.

Lebih lanjut
dikatakannya, saat ini sudah terbentuk Masyarakat Peduli Api (MPA), yang
membantu menjaga wilayah masing-masing agar tak terjadi kebakaran hutan maupun
lahan. Seperti halnya menjaga sumur bor. Tanggung jawab itu diserahkan kepada
MPA.

“Sampai saat ini sumur
bor berfungsi dengan baik. Tiga atau enam bulan sekali rutin dilakukan
pengurasan,” tegasnya.

Selain itu, DLH pun
selalu menjalin komunikasi dan koordinasi dengan penegak hukum maupun pihak-pihak
terkait. (abw/ce/abe)

Terpopuler

Artikel Terbaru