25.6 C
Jakarta
Thursday, April 3, 2025

Mahalnya Biaya Obat Pasien Covid-19 jika Kondisinya Kritis

Patuhilah
protokol kesehatan jika tak mau terinfeksi Covid-19. Dari banyak pasien yang
terpapar, memang 80 persen di antaranya merasakan gejala ringan atau tanpa
gejala. Akan tetapi ada juga 5 persen lainnya yang masuk dalam kategori pasien
kritis. Jika dalam kondisi kritis, maka penyakit yang belum ada obat dan
vaksinnya itu semakin sulit disembuhkan.

Dalam
diskusi webinar bertajuk Refleksi Infodemi di Masa Pandemi, Klinik
Misinformasi, Rabu (26/8), Dokter Spesialis Paru dr. Jaka Pradipta Sp.P
menjelaskan sampai saat ini belum ada obat spesifik untuk mendukung pengobatan
pasiem Covid-19. Hanya ada obat yang bersifat supotif atau pendukung.

“Kalau
kita sebut obat, artinya jadi sembuh, dan bersifat spesifik, itu belum ada.
Saat ini yang ada adalah obat-obat pendukung. Lalu didukung dengan daya tahan
tubuh, faktor nutrisi, olahraga dan juga istirahat,” jelasnya.

Baca Juga :  Ini yang Terjadi pada Kualitas Sperma Jika Anda Merokok

Menurut
dr. Jaka, penyakit ini bisa menyebabkan peradangan yang luar biasa pada pasien.
Bukan hanya di paru saja, tapi semua organ tubuh bisa meradang.

“Obat-obat
yang ada selama ini yang kami berikan adalah obat anti radang,” katanya.

Harga
obatnya pun mahal sekali ketika pasien sudah sampai dalam kondisi kritis.
Khususnya bagi mereka yang sudah dirawat di ICU.

“Ada
obat yang puluhan juta sampai ratusan juta untuk pasien di ICU. Obat anti
radang. Dan itu bukan obat utama. Itu hanya kurangi radangnya saja. Selain itu
obat-obatan ini semua masih on trial,” tegasnya.

Menurut
dr. Jaka, pasien Covid-19 terdiri dari 80 persen kategori kondisi ringan, 15
persen kondisi sedang, dan 5 persen kondisi buruk. Maka dia mengingatkan agar
jangan sampai terkena Covid-19 karena pasien kategori ringan, bisa saja
kondisinya memburuk.

Baca Juga :  Benarkah Sering Vertigo Bisa Memicu Stroke?

“Tapi
dari yang 80 persen itu tadi kondisinya bisa memburuk. Apa jadinya kalau semua
pasien dirawat di RS, ya penuh. Jadi jika isolasi mandiri, yang penting
istirahat, makan-makanan bergizi,” ungkapnya.

“Bonusnya
kami berikan antivirus dan antibiotik. Nah, antivirus yang kami berikan juga
bukan antivirus Korona jenis baru. Tapi obat ‘tetangganya’ yakni antivirus
influenza,” katanya sambil tersenyum.

Maka
dari itu penting untuk memantau kondisi pasien selama 14-20 hari apakah
kondisinya stabil atau memburuk. Apakah mengalami demam atau radang.

“Maka
saya memberikan tips agar selalu istirahat cukup, makan makanan bergizi yang
tinggi vitamin dan zinc itu bisa didapat dari seafood, daging merah,
bawang-bawangan, dan kacang-kacangan. Dan, olahraga,” jelasnya.

Patuhilah
protokol kesehatan jika tak mau terinfeksi Covid-19. Dari banyak pasien yang
terpapar, memang 80 persen di antaranya merasakan gejala ringan atau tanpa
gejala. Akan tetapi ada juga 5 persen lainnya yang masuk dalam kategori pasien
kritis. Jika dalam kondisi kritis, maka penyakit yang belum ada obat dan
vaksinnya itu semakin sulit disembuhkan.

Dalam
diskusi webinar bertajuk Refleksi Infodemi di Masa Pandemi, Klinik
Misinformasi, Rabu (26/8), Dokter Spesialis Paru dr. Jaka Pradipta Sp.P
menjelaskan sampai saat ini belum ada obat spesifik untuk mendukung pengobatan
pasiem Covid-19. Hanya ada obat yang bersifat supotif atau pendukung.

“Kalau
kita sebut obat, artinya jadi sembuh, dan bersifat spesifik, itu belum ada.
Saat ini yang ada adalah obat-obat pendukung. Lalu didukung dengan daya tahan
tubuh, faktor nutrisi, olahraga dan juga istirahat,” jelasnya.

Baca Juga :  Ini yang Terjadi pada Kualitas Sperma Jika Anda Merokok

Menurut
dr. Jaka, penyakit ini bisa menyebabkan peradangan yang luar biasa pada pasien.
Bukan hanya di paru saja, tapi semua organ tubuh bisa meradang.

“Obat-obat
yang ada selama ini yang kami berikan adalah obat anti radang,” katanya.

Harga
obatnya pun mahal sekali ketika pasien sudah sampai dalam kondisi kritis.
Khususnya bagi mereka yang sudah dirawat di ICU.

“Ada
obat yang puluhan juta sampai ratusan juta untuk pasien di ICU. Obat anti
radang. Dan itu bukan obat utama. Itu hanya kurangi radangnya saja. Selain itu
obat-obatan ini semua masih on trial,” tegasnya.

Menurut
dr. Jaka, pasien Covid-19 terdiri dari 80 persen kategori kondisi ringan, 15
persen kondisi sedang, dan 5 persen kondisi buruk. Maka dia mengingatkan agar
jangan sampai terkena Covid-19 karena pasien kategori ringan, bisa saja
kondisinya memburuk.

Baca Juga :  Benarkah Sering Vertigo Bisa Memicu Stroke?

“Tapi
dari yang 80 persen itu tadi kondisinya bisa memburuk. Apa jadinya kalau semua
pasien dirawat di RS, ya penuh. Jadi jika isolasi mandiri, yang penting
istirahat, makan-makanan bergizi,” ungkapnya.

“Bonusnya
kami berikan antivirus dan antibiotik. Nah, antivirus yang kami berikan juga
bukan antivirus Korona jenis baru. Tapi obat ‘tetangganya’ yakni antivirus
influenza,” katanya sambil tersenyum.

Maka
dari itu penting untuk memantau kondisi pasien selama 14-20 hari apakah
kondisinya stabil atau memburuk. Apakah mengalami demam atau radang.

“Maka
saya memberikan tips agar selalu istirahat cukup, makan makanan bergizi yang
tinggi vitamin dan zinc itu bisa didapat dari seafood, daging merah,
bawang-bawangan, dan kacang-kacangan. Dan, olahraga,” jelasnya.

Terpopuler

Artikel Terbaru