31.7 C
Jakarta
Saturday, April 27, 2024

Pemerintah Susun Road Map Vaksinasi

Rencana
pemerintah membentuk kekebalan komunitas atau herd immunity membutuhkan waktu
yang tidak sebentar.

Ketua
Tim Riset Uji Klinis Vaksin Covid-19 Universitas Padjadjaran (Unpad) Kusnandi
Rusmil mengungkapkan, untuk mencapai herd immunity, injeksi vaksin harus
dilakukan kepada setidaknya 70 persen dari total komunitas.

”Jadi
kebal karena virusnya tidak nyampe. Terhalang oleh orang-orang yang sehat.
Jadi, 70 persen divaksin. Sisanya, 30 persen, tidak usah divaksin,” kata
Kusnandi kemarin (3/11).

Dia
mengakui, mencapai cakupan 70 persen ini tidaklah mudah. Setidaknya dengan
kondisi saat ini. Jumlah vaksin terbatas sehingga pemerintah perlu memilih
orang-orang tertentu. Pemerintah telah memutuskan bahwa kelompok yang akan
divaksin adalah mereka yang sehat dan berusia 18–59 tahun.

Sementara
itu, vaksin merah putih yang saat ini juga dikembangkan tidak bisa buru-buru
dipakai. Saat ini, kata Kusnandi, uji klinis tahap ketiga menghasilkan 1.650
relawan yang sudah menjalani suntikan tahap kedua. Setelah suntikan ini, para
dokter dan periset vaksin memantau kondisi para relawan hingga enam bulan ke
depan.

”Laporan
(hasil uji klinis tahap III, Red) pertama mungkin Januari 2021. Kemudian, semua
selesai pada Maret. Jadi, nggak buru-buru. Kalau Indonesia mau beli vaksin dari
luar, silakan. Tapi, vaksin kita belum bisa dipakai,” jelasnya.

Kusnandi
menuturkan, terbentuknya herd immunity memerlukan waktu beberapa tahun. Dalam
masa tersebut, protokol kesehatan seperti jaga jarak, pakai masker, cuci
tangan, dan hindari kerumunan tetap perlu dilakukan.

Baca Juga :  Diet atau Olahraga, Mana yang Lebih Baik untuk Menurunkan Berat Badan?

Ahli
virologi Universitas Udayana Prof Ngurah Mahardika menyatakan, kemajuan
teknologi bisa mempercepat riset vaksin. Misalnya, saat ini tidak perlu lagi
ada agen penyakit yang murni. Agen penyakit bisa dibuat sintentis dalam waktu
yang cepat. ”Zaman dulu diperlukan waktu lama untuk menemukan bibitnya saja,”
ujarnya. Namun, sekarang bibit agen penyakit bisa ditemukan hanya dalam waktu
satu sampai dua bulan.

Mahardika
lantas menjelaskan ragam vaksin yang dibedakan dari bahan dasarnya. Salah
satunya adalah vaksin berbasis virus murni yang dimatikan sehingga tidak
berbahaya bagi manusia. Vaksin jenis itu seperti yang diujicobakan di Indonesia
dalam rangka penyiapan vaksin Covid-19. Dia menyebut regulasi untuk vaksin
berbasis virus yang dimatikan lebih ringkas.

Dia
menegaskan, meski teknologi mampu mengakselerasi penemuan virus, kepastian
tingkat keamanan tidak boleh dikesampingkan.

Menurut
dia, peneliti dan pengembang vaksin tidak pernah mengompromikan aspek kualitas,
daya guna, dan keamanan vaksin.

”Termasuk
keamanan vaksin Covid-19 yang nanti hendak ditemukan. Keamanannya harus
terjamin,” tuturnya.

Mahardika
menjelaskan, setelah beredar di masyarakat, nanti vaksin tetap dimonitor dan
terus-menerus diaudit. Tujuannya, memastikan keamanan vaksin yang sudah beredar
tersebut.

Menurut
dia, Indonesia sangat memungkinkan untuk mengembangkan vaksin Covid-19 secara
mandiri. Namun, dia mengingatkan bahwa kerja sama riset vaksin di tengah
pandemi seperti sekarang bukanlah hal tabu. Kolaborasi riset vaksin lintas
negara bertujuan mendapatkan data yang berkualitas tinggi. ”Tanpa kerja sama,
kita mampu. Namun, untuk mencapai kemajuan yang pesat, diperlukan kerja sama
antarnegara dan keilmuan dunia,” tuturnya.

Baca Juga :  Produk Tembakau ini Bisa jadi Alternatif untuk Berhenti Merokok

Sementara
itu, pemerintah menegaskan bahwa rencana vaksinasi Covid-19 sudah hampir
matang. Road map telah disusun dan sedang difinalisasi. Itulah yang disampaikan
Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Prof Wiku Adisasmito di kantor presiden
kemarin.

Dia
mengungkapkan, peta jalan itu meliputi semua hal terkait dengan vaksinasi
Covid-19. ”Mencakup kandidat vaksin dan penyusunan tahapan prioritas penerima
vaksin,” terangnya.

Penentuan
prioritas penerima vaksin, lanjut Wiku, mempertimbangkan beberapa hal. Di
antaranya, ketersediaan vaksin, penduduk, wilayah berisiko, serta tahapan dan
indeks pemakaian. Peta jalan itu juga mencakup perkiraan skema platform vaksin
dan sasaran klaster kelompok. Juga, estimasi kebutuhan dan rencana pemberian
vaksin.

Menurut
Wiku, peta jalan itu pun memperhatikan ketersediaan rantai dingin alias cold
chain untuk menjaga kualitas vaksin. Pertimbangan lainnya adalah kapasitas SDM
yang melibatkan beberapa jenis tenaga kesehatan, termasuk vaksinator. Jejaring
distribusi vaksin juga telah disusun dengan melibatkan instansi lintas sektor.

Meski
begitu, dia mengingatkan bahwa saat ini vaksin belum tersedia. Jadi, masyarakat
tetap harus menjalankan protokol kesehatan secara ketat. Mulai memakai masker,
mencuci tangan, hingga menjaga jarak. ”Bahkan, meski vaksin sudah ada dan siap,
kita pastikan bahwa pemerintah dan masyarakat harus selalu mematuhi protokol
kesehatan,” tandasnya.

Rencana
pemerintah membentuk kekebalan komunitas atau herd immunity membutuhkan waktu
yang tidak sebentar.

Ketua
Tim Riset Uji Klinis Vaksin Covid-19 Universitas Padjadjaran (Unpad) Kusnandi
Rusmil mengungkapkan, untuk mencapai herd immunity, injeksi vaksin harus
dilakukan kepada setidaknya 70 persen dari total komunitas.

”Jadi
kebal karena virusnya tidak nyampe. Terhalang oleh orang-orang yang sehat.
Jadi, 70 persen divaksin. Sisanya, 30 persen, tidak usah divaksin,” kata
Kusnandi kemarin (3/11).

Dia
mengakui, mencapai cakupan 70 persen ini tidaklah mudah. Setidaknya dengan
kondisi saat ini. Jumlah vaksin terbatas sehingga pemerintah perlu memilih
orang-orang tertentu. Pemerintah telah memutuskan bahwa kelompok yang akan
divaksin adalah mereka yang sehat dan berusia 18–59 tahun.

Sementara
itu, vaksin merah putih yang saat ini juga dikembangkan tidak bisa buru-buru
dipakai. Saat ini, kata Kusnandi, uji klinis tahap ketiga menghasilkan 1.650
relawan yang sudah menjalani suntikan tahap kedua. Setelah suntikan ini, para
dokter dan periset vaksin memantau kondisi para relawan hingga enam bulan ke
depan.

”Laporan
(hasil uji klinis tahap III, Red) pertama mungkin Januari 2021. Kemudian, semua
selesai pada Maret. Jadi, nggak buru-buru. Kalau Indonesia mau beli vaksin dari
luar, silakan. Tapi, vaksin kita belum bisa dipakai,” jelasnya.

Kusnandi
menuturkan, terbentuknya herd immunity memerlukan waktu beberapa tahun. Dalam
masa tersebut, protokol kesehatan seperti jaga jarak, pakai masker, cuci
tangan, dan hindari kerumunan tetap perlu dilakukan.

Baca Juga :  Diet atau Olahraga, Mana yang Lebih Baik untuk Menurunkan Berat Badan?

Ahli
virologi Universitas Udayana Prof Ngurah Mahardika menyatakan, kemajuan
teknologi bisa mempercepat riset vaksin. Misalnya, saat ini tidak perlu lagi
ada agen penyakit yang murni. Agen penyakit bisa dibuat sintentis dalam waktu
yang cepat. ”Zaman dulu diperlukan waktu lama untuk menemukan bibitnya saja,”
ujarnya. Namun, sekarang bibit agen penyakit bisa ditemukan hanya dalam waktu
satu sampai dua bulan.

Mahardika
lantas menjelaskan ragam vaksin yang dibedakan dari bahan dasarnya. Salah
satunya adalah vaksin berbasis virus murni yang dimatikan sehingga tidak
berbahaya bagi manusia. Vaksin jenis itu seperti yang diujicobakan di Indonesia
dalam rangka penyiapan vaksin Covid-19. Dia menyebut regulasi untuk vaksin
berbasis virus yang dimatikan lebih ringkas.

Dia
menegaskan, meski teknologi mampu mengakselerasi penemuan virus, kepastian
tingkat keamanan tidak boleh dikesampingkan.

Menurut
dia, peneliti dan pengembang vaksin tidak pernah mengompromikan aspek kualitas,
daya guna, dan keamanan vaksin.

”Termasuk
keamanan vaksin Covid-19 yang nanti hendak ditemukan. Keamanannya harus
terjamin,” tuturnya.

Mahardika
menjelaskan, setelah beredar di masyarakat, nanti vaksin tetap dimonitor dan
terus-menerus diaudit. Tujuannya, memastikan keamanan vaksin yang sudah beredar
tersebut.

Menurut
dia, Indonesia sangat memungkinkan untuk mengembangkan vaksin Covid-19 secara
mandiri. Namun, dia mengingatkan bahwa kerja sama riset vaksin di tengah
pandemi seperti sekarang bukanlah hal tabu. Kolaborasi riset vaksin lintas
negara bertujuan mendapatkan data yang berkualitas tinggi. ”Tanpa kerja sama,
kita mampu. Namun, untuk mencapai kemajuan yang pesat, diperlukan kerja sama
antarnegara dan keilmuan dunia,” tuturnya.

Baca Juga :  Produk Tembakau ini Bisa jadi Alternatif untuk Berhenti Merokok

Sementara
itu, pemerintah menegaskan bahwa rencana vaksinasi Covid-19 sudah hampir
matang. Road map telah disusun dan sedang difinalisasi. Itulah yang disampaikan
Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Prof Wiku Adisasmito di kantor presiden
kemarin.

Dia
mengungkapkan, peta jalan itu meliputi semua hal terkait dengan vaksinasi
Covid-19. ”Mencakup kandidat vaksin dan penyusunan tahapan prioritas penerima
vaksin,” terangnya.

Penentuan
prioritas penerima vaksin, lanjut Wiku, mempertimbangkan beberapa hal. Di
antaranya, ketersediaan vaksin, penduduk, wilayah berisiko, serta tahapan dan
indeks pemakaian. Peta jalan itu juga mencakup perkiraan skema platform vaksin
dan sasaran klaster kelompok. Juga, estimasi kebutuhan dan rencana pemberian
vaksin.

Menurut
Wiku, peta jalan itu pun memperhatikan ketersediaan rantai dingin alias cold
chain untuk menjaga kualitas vaksin. Pertimbangan lainnya adalah kapasitas SDM
yang melibatkan beberapa jenis tenaga kesehatan, termasuk vaksinator. Jejaring
distribusi vaksin juga telah disusun dengan melibatkan instansi lintas sektor.

Meski
begitu, dia mengingatkan bahwa saat ini vaksin belum tersedia. Jadi, masyarakat
tetap harus menjalankan protokol kesehatan secara ketat. Mulai memakai masker,
mencuci tangan, hingga menjaga jarak. ”Bahkan, meski vaksin sudah ada dan siap,
kita pastikan bahwa pemerintah dan masyarakat harus selalu mematuhi protokol
kesehatan,” tandasnya.

Terpopuler

Artikel Terbaru