30 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Revisi UU Pemilu Mulai Dibahas

PROKALTENG.CO – Revisi Undang-Undang Pemilu yang akan dibahas di
DPR menjadi sorotan partai politik. Tarik ulur partai akan menjadi warna dalam
pembahasan.

Sejumlah isu krusial menjadi
penting, untuk memastikan apakah partai bisa lolos ke Senayan atau tidak. Bagi
partai besar, bukan menjadi persoalan. Berbeda dengan parpol kecil.

RUU yang diusulkan oleh DPR ini
diketahui telah masuk ke Badan Legislasi (Baleg). Ketua Panja RUU Pemilu Willy
Aditya menjelaskan, ada beberapa poin penting yang harus dibahas secara
intensif.

Misalnya saja keserentakkan
pemilu yang masih jadi soal. Berkaca dari Pilpres 2019 lalu, perlu banyak
catatan perbaikan.

Selain itu, ambang batas parlemen
juga menjadi poin yang tidak kalah penting. Menurutya, Indonesia Tidak memiliki
cara lain selain lemingkatkan ambang batas.

Baca Juga :  Anggaran Sedikit, Ketua Bawaslu Tak Berani Ambil Risiko

Ia mengaku telah berdiskusi
dengan sejumlah pihak. Cara yang tepat untuk mematangkan demokrasi di Indonesia
dengan skala tinggi dan liberal, salah satunya adalah dengan meningkatkan
ambang batas secara terus menerus.

“Dalam konteks ini, Nasdem
mengusulkan ambang batas sebesar 7 persen. dan presidential treshold ada usulan
untuk diturunkan,” katanya, Rabu (6/1).

Yang tak kalah penting adalah
metode konversi suara partai menjadi kursi. Apakah menggunakan metode sainte
lague atau kuota hare. Selanjutnya, terkait keserentakkan pelaksanaan pemilu.
Jika Pilpres, Pilkada dan Pileg dilaksanakan secara serentak, perlu dilakukan
rasionalisasi.

Sementara itu, Anggota Komisi II
DPR RI Guspardi Gaus mengatakan jika UU Pemilu tidak perlu direvisi setiap lima
tahun. “Saya, dari fraksi PAN setuju jika tidak perlu direvisi setiap lima
tahun. Ini merupakan komitmen kita di Komisi II,” terangnya.

Baca Juga :  Fokus Sosialisasi dan Konsolidasi

Ia melanjutkan, revisi UU Pemilu
bisa dilakukan setelah ada tiga sampai empat kali pemilu. Sehingga,
Undang-Undang tidak melulu berubah setiap kali pesta demokrasi lima tahunan.

Alasannya, jika setiap
pelaksanaan Pemilu dilakukan revisi UU, dikhawatirkan ada stigma kepentingan
politik sesaat.

Sebelumnya, Partai Solidaritas
Indonesia juga meminta kepada DPR untuk merevisi UU Pemilu. Plt Sekjen PSI Dea
Tunggaesti lewat keterangan resminya mengatakan, jika dengan adanya revisi,
dikhawatirlan ada kepentingan politik jangka pendek.

“PSI beranggapan ada tendensi
bahwa UU Pemilu hendak diubah tergantung kepentingan partai-partai politik yang
sedang berkuasa. Bukan didorong oleh kebutuhan objektif yang menyangkut
kepentingan bangsa yang lebih besar,” tandasnya.

PROKALTENG.CO – Revisi Undang-Undang Pemilu yang akan dibahas di
DPR menjadi sorotan partai politik. Tarik ulur partai akan menjadi warna dalam
pembahasan.

Sejumlah isu krusial menjadi
penting, untuk memastikan apakah partai bisa lolos ke Senayan atau tidak. Bagi
partai besar, bukan menjadi persoalan. Berbeda dengan parpol kecil.

RUU yang diusulkan oleh DPR ini
diketahui telah masuk ke Badan Legislasi (Baleg). Ketua Panja RUU Pemilu Willy
Aditya menjelaskan, ada beberapa poin penting yang harus dibahas secara
intensif.

Misalnya saja keserentakkan
pemilu yang masih jadi soal. Berkaca dari Pilpres 2019 lalu, perlu banyak
catatan perbaikan.

Selain itu, ambang batas parlemen
juga menjadi poin yang tidak kalah penting. Menurutya, Indonesia Tidak memiliki
cara lain selain lemingkatkan ambang batas.

Baca Juga :  Anggaran Sedikit, Ketua Bawaslu Tak Berani Ambil Risiko

Ia mengaku telah berdiskusi
dengan sejumlah pihak. Cara yang tepat untuk mematangkan demokrasi di Indonesia
dengan skala tinggi dan liberal, salah satunya adalah dengan meningkatkan
ambang batas secara terus menerus.

“Dalam konteks ini, Nasdem
mengusulkan ambang batas sebesar 7 persen. dan presidential treshold ada usulan
untuk diturunkan,” katanya, Rabu (6/1).

Yang tak kalah penting adalah
metode konversi suara partai menjadi kursi. Apakah menggunakan metode sainte
lague atau kuota hare. Selanjutnya, terkait keserentakkan pelaksanaan pemilu.
Jika Pilpres, Pilkada dan Pileg dilaksanakan secara serentak, perlu dilakukan
rasionalisasi.

Sementara itu, Anggota Komisi II
DPR RI Guspardi Gaus mengatakan jika UU Pemilu tidak perlu direvisi setiap lima
tahun. “Saya, dari fraksi PAN setuju jika tidak perlu direvisi setiap lima
tahun. Ini merupakan komitmen kita di Komisi II,” terangnya.

Baca Juga :  Fokus Sosialisasi dan Konsolidasi

Ia melanjutkan, revisi UU Pemilu
bisa dilakukan setelah ada tiga sampai empat kali pemilu. Sehingga,
Undang-Undang tidak melulu berubah setiap kali pesta demokrasi lima tahunan.

Alasannya, jika setiap
pelaksanaan Pemilu dilakukan revisi UU, dikhawatirkan ada stigma kepentingan
politik sesaat.

Sebelumnya, Partai Solidaritas
Indonesia juga meminta kepada DPR untuk merevisi UU Pemilu. Plt Sekjen PSI Dea
Tunggaesti lewat keterangan resminya mengatakan, jika dengan adanya revisi,
dikhawatirlan ada kepentingan politik jangka pendek.

“PSI beranggapan ada tendensi
bahwa UU Pemilu hendak diubah tergantung kepentingan partai-partai politik yang
sedang berkuasa. Bukan didorong oleh kebutuhan objektif yang menyangkut
kepentingan bangsa yang lebih besar,” tandasnya.

Terpopuler

Artikel Terbaru