26.3 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Tekan Risiko Gagal Bayar, BI Keluarkan Aturan Baru

JAKARTA – Bank Indonesia kemarin (2/10) mengeluarkan peraturan baru
yang akan memungkinkan perusahaan dan investor untuk mendirikan lembaga
kliring, transaksi suku bunga dan valuta asing. Langkah ini untuk mengurangi
risiko gagal bayar dan meningkatkan likuiditas pasar.

“Langkah ini sebagai respons
terhadap resolusi G20 untuk mengendalikan risiko derivatif setelah krisis
keuangan global 2008,” jelas Direktur Eksekutif Departemen Pendalaman Pasar
Keuangan Bank Indonesia (BI) Agusman.

Dalam beberapa tahun terakhir,
sambung dia, BI telah meningkatkan upaya untuk memperluas dan memperdalam pasar
keuangan di ekonomi terbesar di Asia Tenggara. Langkah itu dapat membuat mata
uang rupiah kurang stabil terhadap pergerakan pasar global dan meningkatkan
transmisi kebijakan moneter.

Baca Juga :  Apik Padukan Phygital, Strategi Hybrid Bank BRI Beri Kenyamanan Nasabah

Ditegaskannya, di bawah aturan
baru yang berlaku 1 Juni 2020, BI merinci persyaratan untuk mendirikan sebuah
badan kliring (counterparty clearing body / CPP) pusat yang pada akhirnya akan
menghapus sebagian besar transaksi derivatif over-the-counter (OTT) dengan
margin yang ditentukan oleh lembaga dan anggota yang menggunakan satu nama.

“Investor yang ingin mendirikan
rumah kliring harus memiliki modal minimum 400 miliar rupiah ($ 28,19 juta) dan
ada batasan kepemilikan asing 49%,” kata Agusman, seraya menegaskan BI juga
meminta investor untuk mengajukan rencana bisnis tiga tahun.

Ia menyebut rencana tersebut,
diharapakan mampumengurangi kesenjangan likuiditas di industri perbankan
Indonesia. “Masalah utama kami selama ini adalah bank-bank besar tidak ingin
bertransaksi dengan bank-bank kecil, sehingga aliran likuiditas menjadi tidak
teratur dan tidak lancar,” kata Agusman.

Baca Juga :  PLN Sigap Jaga Pasokan Listrik Tanpa Kedip di Kunjungan Kerja Wakil Presiden

Lembaga kliring, sambung dia,
dapat membantu mengelola risiko transaksi untuk bank-bank besar. Dan tahun
lalu, BI meluncurkan ‘Indonia’, ini sebagai tolok ukur baru untuk pasar antar
bank overnight, untuk mendorong lebih banyak pertukaran suku bunga dan
transaksi pertukaran indeks.

Hal ini juga mendorong lebih
banyak perdagangan valuta asing di masa depan setelah peluncuran tahun lalu
dari transaksi forward non-deliverable domestik dalam rupiah dan memungkinkan
penjualan produk hedging valuta asing terstruktur pada tahun 2016. ($ 1 =
14.187.0000 rupiah). (fin/ful/kpc)

JAKARTA – Bank Indonesia kemarin (2/10) mengeluarkan peraturan baru
yang akan memungkinkan perusahaan dan investor untuk mendirikan lembaga
kliring, transaksi suku bunga dan valuta asing. Langkah ini untuk mengurangi
risiko gagal bayar dan meningkatkan likuiditas pasar.

“Langkah ini sebagai respons
terhadap resolusi G20 untuk mengendalikan risiko derivatif setelah krisis
keuangan global 2008,” jelas Direktur Eksekutif Departemen Pendalaman Pasar
Keuangan Bank Indonesia (BI) Agusman.

Dalam beberapa tahun terakhir,
sambung dia, BI telah meningkatkan upaya untuk memperluas dan memperdalam pasar
keuangan di ekonomi terbesar di Asia Tenggara. Langkah itu dapat membuat mata
uang rupiah kurang stabil terhadap pergerakan pasar global dan meningkatkan
transmisi kebijakan moneter.

Baca Juga :  Apik Padukan Phygital, Strategi Hybrid Bank BRI Beri Kenyamanan Nasabah

Ditegaskannya, di bawah aturan
baru yang berlaku 1 Juni 2020, BI merinci persyaratan untuk mendirikan sebuah
badan kliring (counterparty clearing body / CPP) pusat yang pada akhirnya akan
menghapus sebagian besar transaksi derivatif over-the-counter (OTT) dengan
margin yang ditentukan oleh lembaga dan anggota yang menggunakan satu nama.

“Investor yang ingin mendirikan
rumah kliring harus memiliki modal minimum 400 miliar rupiah ($ 28,19 juta) dan
ada batasan kepemilikan asing 49%,” kata Agusman, seraya menegaskan BI juga
meminta investor untuk mengajukan rencana bisnis tiga tahun.

Ia menyebut rencana tersebut,
diharapakan mampumengurangi kesenjangan likuiditas di industri perbankan
Indonesia. “Masalah utama kami selama ini adalah bank-bank besar tidak ingin
bertransaksi dengan bank-bank kecil, sehingga aliran likuiditas menjadi tidak
teratur dan tidak lancar,” kata Agusman.

Baca Juga :  PLN Sigap Jaga Pasokan Listrik Tanpa Kedip di Kunjungan Kerja Wakil Presiden

Lembaga kliring, sambung dia,
dapat membantu mengelola risiko transaksi untuk bank-bank besar. Dan tahun
lalu, BI meluncurkan ‘Indonia’, ini sebagai tolok ukur baru untuk pasar antar
bank overnight, untuk mendorong lebih banyak pertukaran suku bunga dan
transaksi pertukaran indeks.

Hal ini juga mendorong lebih
banyak perdagangan valuta asing di masa depan setelah peluncuran tahun lalu
dari transaksi forward non-deliverable domestik dalam rupiah dan memungkinkan
penjualan produk hedging valuta asing terstruktur pada tahun 2016. ($ 1 =
14.187.0000 rupiah). (fin/ful/kpc)

Terpopuler

Artikel Terbaru