25.9 C
Jakarta
Sunday, April 28, 2024

Pernikahan Dini Rentan Resiko Kematian

BUNTOK-Dampak
negatif pernikahan dini perlu disosialisasikan oleh dinas terkait di
sekolah-sekolah yang ada di wilayah Barsel.  Pasalnya, resiko pernikahan
dini berakibat pada kematian. Hal tersebut dikatakan Hj Nyimas Artika SE,
Kepada Kalteng Pos, Senin (23/9.

Dia
mengungkapkan, dampak negatif pernikahan dini rentan terhadap resiko kematian
bagi perempuan ketika sedang melahirkan. Selain itu, kata dia, pernikahan dini
rentan terhadap perceraian, sebab tanggungjawab untuk berumah tangga terbilang
belum siap secara psikis maupun mental.

Dilanjutkannya,
karena alasan yang dimaksud, diharapkan dinas terkait menggencarkan sosialisasi
di tiap sekolah terkait dampak negatif dari pernikahan dini. Dijelaskan wakil
rakyat dapil III Barsel itu, bahwa pernikahan dini yang dimaksud yakni
perempuan yang usianya berkisar 15 sampai 19 tahun.

Baca Juga :  Semoga Tetap Bersabar, 500 Guru Jadi Korban Banjir

“Selain
sangat beresiko pada kematian ketika melahirkan juga rentan pada perceraian
karena ketidaksiapan psikis maupun mental kedua pasangan dalam berumah
tangga,”ungkapnya.

Perlu
diketahui kata anggota legislatif wanita itu, dampak psikologis mereka yang
menikah pada usia muda atau di bawah 20 tahun, secara mental belum siap
menghadapi perubahan pada saat kehamilan. Pernikahan dini, lanjut dia, juga
berdampak buruk ditinjau dari sisi sosial, yakni berdampak pada mengurangi
harmonisasi keluarga serta meningkatnya kasus perceraian.

“Hal
ini terjadi mengingat ketidaksiapan bagi pasangan muda dalam berumah tangga
karena faktor ego kedua pasangan secara psikis maupun mental belum siap. Selain
itu, pasangan perempuan belum siap menerima perubahan ketika dalam masa
kehamilan. Tidak hanya itu saja,   untuk mengatasi segala persoalan
kedua pasangan sangat minimnya pengetahuan. Kemudian, dilihat secara sosial
kedua pasangan belum siap ntuk bermasyarakat,”tukasnya.

Baca Juga :  Yang Dibubarkan Kerumunannya, Bukan Pedagang

Melalui
pendidikan, peserta didik menyadari bahwa menimba ilmu merupakan salah satu hak
dasar warga negara yang harus dipenuhi, sehingga tumbuh kesadaran bersama
pernikahan dapat dilakukan usai berakhirnya masa pendidikan formal.

“Sangat
disayangkan apabila anak muda lebih memilih hidup berumah tangga terlalu cepat,
di saat potensi diri masih dapat dimaksimalkan,”ujar wanita berkerdung itu. (ner/ala)

BUNTOK-Dampak
negatif pernikahan dini perlu disosialisasikan oleh dinas terkait di
sekolah-sekolah yang ada di wilayah Barsel.  Pasalnya, resiko pernikahan
dini berakibat pada kematian. Hal tersebut dikatakan Hj Nyimas Artika SE,
Kepada Kalteng Pos, Senin (23/9.

Dia
mengungkapkan, dampak negatif pernikahan dini rentan terhadap resiko kematian
bagi perempuan ketika sedang melahirkan. Selain itu, kata dia, pernikahan dini
rentan terhadap perceraian, sebab tanggungjawab untuk berumah tangga terbilang
belum siap secara psikis maupun mental.

Dilanjutkannya,
karena alasan yang dimaksud, diharapkan dinas terkait menggencarkan sosialisasi
di tiap sekolah terkait dampak negatif dari pernikahan dini. Dijelaskan wakil
rakyat dapil III Barsel itu, bahwa pernikahan dini yang dimaksud yakni
perempuan yang usianya berkisar 15 sampai 19 tahun.

Baca Juga :  Semoga Tetap Bersabar, 500 Guru Jadi Korban Banjir

“Selain
sangat beresiko pada kematian ketika melahirkan juga rentan pada perceraian
karena ketidaksiapan psikis maupun mental kedua pasangan dalam berumah
tangga,”ungkapnya.

Perlu
diketahui kata anggota legislatif wanita itu, dampak psikologis mereka yang
menikah pada usia muda atau di bawah 20 tahun, secara mental belum siap
menghadapi perubahan pada saat kehamilan. Pernikahan dini, lanjut dia, juga
berdampak buruk ditinjau dari sisi sosial, yakni berdampak pada mengurangi
harmonisasi keluarga serta meningkatnya kasus perceraian.

“Hal
ini terjadi mengingat ketidaksiapan bagi pasangan muda dalam berumah tangga
karena faktor ego kedua pasangan secara psikis maupun mental belum siap. Selain
itu, pasangan perempuan belum siap menerima perubahan ketika dalam masa
kehamilan. Tidak hanya itu saja,   untuk mengatasi segala persoalan
kedua pasangan sangat minimnya pengetahuan. Kemudian, dilihat secara sosial
kedua pasangan belum siap ntuk bermasyarakat,”tukasnya.

Baca Juga :  Yang Dibubarkan Kerumunannya, Bukan Pedagang

Melalui
pendidikan, peserta didik menyadari bahwa menimba ilmu merupakan salah satu hak
dasar warga negara yang harus dipenuhi, sehingga tumbuh kesadaran bersama
pernikahan dapat dilakukan usai berakhirnya masa pendidikan formal.

“Sangat
disayangkan apabila anak muda lebih memilih hidup berumah tangga terlalu cepat,
di saat potensi diri masih dapat dimaksimalkan,”ujar wanita berkerdung itu. (ner/ala)

Terpopuler

Artikel Terbaru