PEMERINTAH Kabupaten (Pemkaba)
Kotawaringin Barat terus melakukan berbagai upaya agar kabupaten ini selalu menjadi
tujuan wisata. Bukan saja sarana dan prasarana yang dibenahi, tetapi juga
menggali potensi kegiatan yang bisa dijadikan agenda pariwisata. Potensi
kegiatan ini tetap yang dibalut dengan kearifan lokal.
Manuba, tradisi mencari ikan
secara tradisional inilah yang akan menjadi andalan Kobar. Sebenarnya tak
sekada mencari ikan, tetapi ini tradisi meminta hujan kepada Sang Pencipta. Baru-baru
ini, tradisi warga Dayak ini telah digelar di Desa Riam, Kecamatan Arut Utara,
Kobar.
Ini adalah tradisi secara
turun temurun dilakukan warga Dayak. Untuk itu, saat tradisi ini digelar,
langsung menyedot perhatian masyarakat. Bukan saja warga setempat, tetapi juga
dari kabupaten tetangga.
Bupati Kobar Hj Nurhidayah, mengatakan
bahwa inilah tradisi yang harus dilestarikan sehingga nantinya anak cucu bisa
melihat dan mengetahuinya. Walaupun sudah jarang dilakukan di daerah lain,
tetapi Kobar akan selalu komitmen untuk tetap melestarikan. Dengan berbagai
rangkaian ritual menuba adat ini, hujan mampu turun atas berkat dari Sang
Pencipta.
“Kami akan terus
gelorakan dan dorong seluruh warga Kobar agar tradisi seperti ini tetap
dilakukan. Jangan sampai dibiarkan anak cucu kita nantinya tidak mengetahui
tradisi ini,”katanya, beberapa waktu lalu.
Kedepan, ritual menuba adat
ini dikatakan bupati akan coba dimasukkan ke dalam kelender pariwisata dan
dijadikan event tahunan. Rencananya akan dibarengi dengan momen hari jadi
Kecamatan Arut Utara.
“Menuba adat ini tujuan
utamanya bukan semata-mata untuk mendapatkan ikan melainkan berdoa untuk
meminta turun hujan. Apabila ritual menuba adat ini dijadikan event tahunan
yang bakal digarap dan difasilitasi oleh pemerintah daerah,”ujarnya.
Untuk diketahui, dahulu
tradisi ini muncul karena kemarau yang berkepanjangan. Sementara itu, sebelum ritual
dimulai, masing-masing warga mencari akar tuba di hutan belantara. Kemudian
akar tuba itu dikumpulkan dan ditumpuk pada gosong pasir atau batu di hulu
sungai yang akan dituba.
Setelah terkumpul, masyarakat
bergotong royong memukul akar tuba itu untuk mengeluarkan getah beracunnya.
Karena getahnya mematikan, untuk proses memukul akar tuba hanya dilakukan oleh
yang berusia dewasa.
Setelah akar tubanya remuk,
barulah diperas ke dalam perahu atau sampan yang sudah diisi air. Air perasan
akar tuba itu akan tampak berwarna putih. Air perasan akar tuba itu akan
dimasukkan ke dalam sungai setelah diizinkan tetua adat setempat untuk
ditumpahkan.
Berselang 10 hingga 20 menit,
berbagai jenis ikan akan bermunculan. Warga yang sudah menunggu di hilir sungai
langsung menangkap dengan peralatan tradisional, seperti tombak. Sebagian
memilih menangkap menggunakan tangan kosong.(son/k/ila)